Skizofrenia Paranoid
Halaman 1 dari 1
Skizofrenia Paranoid
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS HOME VISITE
1. Identitas Pasien
Nama : An. H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 26 tahun
Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Simanulik
Pekerjaan : Karyawan Perusahaan Swasta
Alamat : Kota Bengkulu
Tanggal Pemeriksaan : 10 April 2016 /16.30
2. Identitas Ibu
Nama : Ny. B
Umur : 54 Tahun
Alamat : Kota Bengkulu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
3. Identitas Ayah
Nama : Tn. A
Umur : 59 Tahun
Alamat : Kota Bengkulu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
2.2 RIWAYAT PSIKIATRI
1. Keluhan Utama
Pasien melakukan percobaan bunuh diri sejak 4 hari yang lalu
2. Riwayat Gangguan Sekarang
Alloanamnesis
Sejak 4 hari yang lalu pasien mencoba bunuh diri dengan cara melompat dari pagar setinggi 3 meter karena ada suara yang menyerukan untuk melompat. Setelah melompat dari pagar tersebut passien pasien tidak merasakan sakit sedikit pun, melihat hal tersebut pasien, pasien yang tinggal bersama kakak perempuannya di Batam menyuruh pasien pulang ke Bengkulu. Saat tiba di Bengkulu pasien banyak diam seperti orang linglung saat ditanya orang tuanya pasien tampak lesu susah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang di rumahnya. Hari minggu tiba- tiba pasien ingin keluar dan akan mencoba bunuh diri kembali akan tetapi dicegah oleh keluarganya pada saat itu pasien mendengar suara yang mengatakan bahwa jika pasien ingin keluarganya selamat sebaiknya ia yang meninggal”. Setelah kejadian itu pasien dibawa oleh orang tuanya ke praktek dokter umum, disana orang tua pasien mendapat penjelasan sebaiknya pasien dibawa ke RSKJ untuk mendapat pengobatan lebih lanjut. Sebelum kejadian tersebut pasien yang tinggal dikontrakkan satu gedung bersama kakaknya pasien tinggal di lantai dua sedangkan kakak tinggal di lantai satu. Pasien mengatakan 3 bulan terakhir pasien merasa diasingkan oleh teman-teman di lingkungan kontrakkannya, pasien bekerja sebagai pegawai swasta diperusahaan milik Singapura sebagai operator alat berat pasien sangat nyaman bekerja disana dan memiliki gaji cukup tinggi meskipun terkadang pekerjaannya cukup berat dan terkadang ada juga beberapa tekanan dari atasannyanya.
Pasien mengaku mendengar suara-suara bisikan sejak 2 bulan yang lalu dan yang menyuruhnya untuk melakukan tindakan mencederai diri sendiri. 2 minggu sebelum kejadian tersebut pasien merasa sangat susah tidur dan apabila pasien sudah tidur sering terbangun karena suara bisikan yang mengganggu pasien, sehingga membuat pasien sering begadang, padahal pasien harus bekerja keesokkan harinya.
Heteroanamnesis
Diperoleh dari ayah kandung pasien, Tn. A, berusia 59 tahun, bekerja Swasta tinggal serumah dengan pasien dari pasien lahir hingga tiga tahun yang lalu pasien pergi merantau ke Batam. Bahwa pada hari ayah pasien mendapat telp dari anak perempuannya bahwa pasein akan pulang dari Batam ke Bengkulu karena pasien baru saja 1 hari yang lalu meloncat dari pagar agar di Bengkulu mendapatkan pengobatan.
Saat tiba di Bengkulu pasien banyak diam seperti orang linglung saat ditanya orang tuanya pasien tampak lesu susah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang di rumahnya. Sebelumnya pasien meronta-ronta ingin melakukan percobaan bunuh diri kembali sehingga setelah kejadian itu pasien dibawa oleh orang tuanya ke praktek dokter umum, disana orang tua pasien mendapat penjelasan sebaiknya pasien dibawa ke RSKJ untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.
3. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah ada gangguan psikiatri sebelumnya, pasien belum pernah berobat ke rumah sakit jiwa maupun ke psikiater.
b. Riwayat Gangguan Medik
Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, malaria, kejang demam, maupun epilepsi.
c. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Riwayat mengkonsumsi memakai shabu-shabu 2 kali saat SMA, dan riwayat mengkonsumsi alkohol 3 minggu sebelum kejadian. Pasien merupakan perokok aktif dalam sehari pengkonsumsian rokok 2 bungkus perharinya dan pengkonsumsian komik dan tuak
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat Pranatal dan Perinatal
• Pasien merupakan anak yang diharapkan, buah pernikahan dari ayah dan ibunya. Tidak ada niat ingin digugurkan.
• Riwayat Kehamilan Ibu: Ibu rajin memeriksakan kandungan ke Bidan didaerahnya. Ibu tidak pernah mengonsumsi obat-obatan selain vitamin yang diberikan oleh bidan. Ibu tidak pernah mengonsumsi alcohol dan merokok selama kehamilan.
b. Riwayat Masa Kanak Awal ( Usia 0-3 tahun)
Pasien tumbuh seperti anak normal, mendapat imunisasi sesuai jadwal posyandu. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita normal. Pasien minum ASI sejak lahir.
c. Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini normal. Pasien berkembang menjadi anak seperti seumurannya. Pasien merupakan anak yang periang dan memiliki banyak teman.
d. Riwayat Masa Remaja
Pasien saat remaja berkembang menjadi remaja laki-laki yang ceria. Pasien memiliki beberapa teman dekat di sekolah dan lebih sering berada di berada diluar rumah, suka pergi dan bermain bersama teman-temannya
e. Riwayat Pendidikan
Prestasi pasien saat bersekolah SD, SMP, dan SMA tidak terlalu menonjol.
f. Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien beragama Kristen dan jarang beribadah.
g. Riwayat Psikoseksual
Pasien memiliki pacar dan mengaku tidak pernah berhubungan seksual.
h. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum.
5. Riwayat Kehidupan Keluarga
Di keluarga pasien tidak terdapat keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Hubungan antar anggota keluarga baik.
Genogram
Keterangan :
Pasien
Laki- laki
Perempuan
Menikah
Tinggal dirumah
6. Riwayat Kehidupan Sekarang
Pasien merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Pasien tinggal di Batam berada satu gedung bersama sang kakak pasien berada di lantai dua sang kakak berada di lantai satu. Saat ini pasien merupakan karyawan Swasta Perusahaan di Batam. Pasien sudah bekerja 3 tahun di perusahaan tersebut dan penghasilannya cukup besar. Pasien merupakan karyawan yang cukup rajin karena saat ia bekerja selama 3 tahun ia tidak pernah termasuk dalam salah satu karyawan di PHK.
7. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien mengaku senang terhadap pekerjaannya sekarang ini dengan gaji yang cukup tinggi. Akhir-akhir ini pasien merasa sering dimarahi oleh atasannya apabila pasien memilki kesalahan sedikit. Menurut pasien akhir-akhir ini di tempat kontrakkannya merasa dikucilkan teman-teman dilingkungannya. Pasien mengaku tidak cocok berteman dan berada di lingkungan tempat tinggalnya.
2.3 PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 5 April 2016, hasil pemeriksaan ini menggambarkan situasi keadaan pasien saat dilakukan pemeriksaan di ruang Poli RSKJ.
1. Deskripsi Umum :
a. Penampilan umum :
Pasien datang dibawa oleh ayah pasien, memakai baju kaos berkerah berwarna hitam merah, celana jeans hitam, tampak tenang, cukup kooperatif, kontak mata inadekuat.
b. Kesadaran : Kompos mentis kualitas tidak berubah
c. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Keadaan pasien tampak tenang. Pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.
d. Pembicaraan :
• Kuantitas: pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan cukup jelas.
• Kualitas: pasien dapat menjawab pertanyaan jika ditanya dan menjawab pertanyaan dengan spontan, Intonasi berbicara pasien cukup jelas dengan nada suara yang rendah. Pembicaraan dapat dimengerti.
• Tidak ada hendaya berbahasa.
e. Sikap terhadap pemeriksa : Cukup kooperatif, kontak mata inadekuat
2. Keadaan Afektif (mood), Perasaan, dan Empati
a. Mood : Hipotimia
b. Afek : Menyempit
3. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik
4. Proses Berfikir
a. Bentuk pikir :non realistik
b. Arus pikir
• Produktivitas : pasien dapat menjawab saat diajukan pertanyaan.
• Kontinuitas : koheren, mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan.Kecepatan bicara dalam mngutarakan pikiran lambat.
• Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
c. Isi pikiran : preokupasi
5. Fungsi Intelektual / Kognitif
a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
• Taraf pendidikan
Pasien lulusan SMA
• Pengetahuan Umum
Cukup baik, pasien dapat menjawab dengan tepat nama presiden saat ini.
b. Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien baik, pasien dapat menghitung dengan benar angka-angka yang diberikan pemeriksa seperti 100 yang dikurang 7 samapi seterusnya.
c. Orientasi
• Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu wawancara dilakukan yaitu sore hari.
• Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada dirumahnya, dan menjalani pengobatan di RSKJ Bengkulu
d. Daya ingat
• Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat dimana pasien dulu menempuh pendidikan sekolah dasar.
• Daya ingat jangka menengah
Baik, pasien dapat mengingat kejadian 1 bulan yang lalu
• Daya ingat jangka pendek
Baik , pasien dapat mengingat secara cepat dan tepat apa aktivitas yang dilakukannya kemarin malam, pasien membutuhkan waktu beberapa menit hingga dapat menjawab pertanyaan pemeriksa.
• Daya ingat segera
Baik, pasien dapat mengingat nama pemeriksa.
e. Kemampuan baca tulis: baik
f. Kemampuan visuospasial: baik
g. Berpikir abstrak : baik, pasien dapat menjelasakan persamaan jeruk dan apel.
h. Bakat kreatif : pasien suka bermain catur
i. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat melakukan perawatan diri diri sehari-hari secara mandiri seperti mandi, makan, dan minum.
6. Pengendalian impuls
Pengendalian impuls pasien baik, selama wawancara pasien emosi dengan baik dan tampak cemas selama pemeriksaan dilakukan..
7. Daya nilai dan Uji Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik. Uji daya nilai realitas pasien baik.
8. Tilikan
Tilikan derajat IV pasien menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya.
9. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur mengenai peristiwa yang terjadi, dan di cross check juga dengan keterangan dari orang tua ayah dan ibu pasien yang menceritakan kejadian yang serupa.
2.4 PEMERIKSAAN FISIK
1. 1. STATUS GENERALIS
KU : Baik
Sensorium : Compos mentis
Vital Sign
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : 36,4 oC
2. 2. STATUS INTERNUS
Kepala Normosefali, deformitas tidak ada.
Mata Edema palpebra tidak ada, sklera ikterik -/-, konjungtiva palpebra anemis -/-, exoftalmus -/-
Hidung Simetris, deformitas (-), deviasi (-), tidak ada sekret.
Telinga Simetris, bentuk dalam batas normal, menggantung, deformitas (-), sekret (-), nyeri tekan tragus mastoid tidak ada
Mulut Bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher Dalam batas normal, tiroid tidak membesar, KGB tidak teraba
Thorax Tidak terdapat skar, spider naevi (-), simetris kiri dan kanan
Paru I: Pernapasan statis-dinamis kiri = kanan.
P: Stemfremitus simetris kiri dan kanan
P: Sonor disemua lapang paru
A: Suara napas vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Tidak dilakukan
A: Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen I: Datar, tampak benjolan (-)
A: Bising usus (+)
P: Timpani (+) di seluruh regio abdomen
P: Nyeri tekan (-)
Ektremitas Superior, inferior, dekstra, sinistra dalam batas normal
3. STATUS NEUROLOGI
N I – XII : Tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : Tidak ada
Gejala TIK meningkat : Tidak ada
Refleks Fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ada
2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT
Belum diperlukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.
2.6 IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
1. Laki-laki berusia 26 tahun, belum menikah.
2. Penampilan bersih dan cukup rapi, perawatan diri baik
3. Pasien mempunyai keluhan mencoba bunuh diri karena ada suara-suara yang menyuruh untuk bunuh diri.
4. Pasien merupakan karyawan swasta yang cukup rajin.
5. Pasien merasa kurang betah tinggal di kontrakannya karena teman-teman yang tinggal disana mengucilkannya.
6. Pasien kooperatif, kontak mata inadekuat, pembicaraan pasien koheren. Mood pasien hipotimia dengan afek menyempit.
7. Terdapat bentuk pikir realistik, arus pikir koheren, & isi pikir : preokupasi karena pikiran hanya terpaku pada sebuah ide saja.
2.7 DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
1. Aksis I
F. 20. Skizofrenia Paranoid
Diagnosis banding : F.19.5 Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan zat psikoaktif lainnya dengan gangguan psikotik
2. Aksis II
Tidak ada diagnosis
3. Aksis III
Tidak ada diagnosis
4. Aksis IV
• Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
• Masalah psikososial dan lingkungan lain
5. Aksis V
GAF scale 20 – 11
2.8 PROGNOSIS
1. Faktor yang memberikan pengaruh baik:
◦ Pasien ada keinginan diri untuk sembuh dan minum obat
◦ Keluarga mendukung pasien untuk sembuh
◦ Support keluarga yang baik terhadap kesembuhan pasien
◦ Adanya gejala positif yaitu adanya halusinasi
2. Faktor yang memberikan pengaruh buruk:
◦ Gangguan terjadi saat usia muda
◦ Pasien tinggal jauh dari orang tua
◦ Tidak menikah
Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara diatas sebagai berikut :
Ad Vitam : Ad malam
Ad Fungtionam : Ad malam
Ad Sanationam : Ad malam
2.9 Terapi
1. Psikofarmaka
• Risperidone 2 x 2 mg
2. Psikoterapi & Edukasi
• Psikoterapi & Edukasi
Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan terapi kognitif-perilaku.
- Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan), mendukung fungsi-fungsi ego, memperluas mekanisme pengendalian, perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan.
- Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan insight (pengetahuan pasien) terhadap penyakitnya serta mengembangkan kemampuannya untuk menunjang penyembuhan dirinya. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan edukasi baik terhadap pasien maupun keluarga.
- Psikoterapi rekonstruktif bertujuan untuk dicapainya tilikan akan konflik-konflik nirsadar dengan usaha untuk mecapai perubahan struktur luas kepribadian. Membangun kembali kepercayaan diri pasien, menjelaskan kepada pasien bahwa pasien memiliki untuk mencari pekerjaan lain yang diminati oleh pasien. Menolak semua pikiran negatif mengenai dirinya, dan menyarankan untuk tidak menghiraukan suara halusinasi yang mengganggu tersebut. Menyarankan pasien untuk ikut kegiatan social atau berinteraksi dengan lingkungan sekitar rumah.
Edukasi
o Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi aktivitas pasien secara wajar, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat memperburuk keadaan pasien.
o Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.
2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum diperlukan pemeriksaan penunjang untuk saat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 SKIZOFRENIA
2.1.1 Definisi
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa yang memiliki karakteristik khusus. Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, definisi skizofrenia dijelaskan sebagai gangguan jiwa yang ditandai dengan distorsi khas dan fundamental dalam pikiran dan persepsi yang disertai dengan adanya afek yang tumpul atau tidak wajar.
2.1.2 Diagnosis
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
• Thought echo (isi fikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya, dan isi fikiran ulangan walaupun isinya sama namun kualitasnya berbeda); atau
• Thought insertion or withdrawal: Isi fikiran yang asing dari luar masuk kedalam fikirannya atau isi fikirnya di aambil oleh sesuatu dari luar; dan
• Thought broadcasting: isi fikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umumnya mengetahuinya.
• Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
• Delusion of influence: waham tentang dirinya di pengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
• Delusional perception: Pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat
• Halusinasi
Atau paling sedikit 2 gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas:
• Halusinasi yang menetap dari panca indera
• Arus fikir yang terputus
• Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah
• Gejala-gejala negative seperti sikaap sangat apatis, bicaara yang jarang dan respons emosionaal yang menumpul dan tidak wajar biasanya penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social, tetapi harus jelas tidak di sebabkaan karena depresi
Adanya gejala khas tersebut diatas telah berlangsung dalam kurun waktu satu bulan atau lebih.
Tabel 2.1 Gejala skizofrenia
Gejala Negatif Gejala Positif
Pendataran afektif
Eskpresi wajah yg tidak berubah
Penurunan spontanitas gerak
Alogia
Kemiskinan bicara
Kemiskinan isi bicara
Tidak ada kemauan
Anhedonia
Tidak memiliki atensi sosial
Halusinasi
Dengar
Suara yg mengomentari
Suara yg bercakap-cakap
Somatik-taktil
Cium
Lihat
Waham
Kejar
Cemburu
Bersalah, dosa
Kebesaran
Keagamaan
Dikendalikan
Insertion
Perilaku aneh
Berpakaian, penampilan
Perilaku agresif
Gangguan pikiran formal positif
Tangensial
Inkoherensia
Sirkumtansia
Skizofrenia hebefrenik : diagnose ini ditegakkan pada penderita usia remaja atau dewasa muda. Pedoman diagnostic PPDGJ-III:
• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
• Sebagai tambahan :
- Halusianasi dan/atau waham harus menonjol;
Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whisting). Mendengung (humming), atau bunyi tawa (loughing)
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusianasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delution of control), dipengaruhi (delution of inflution), atau passivity 9delution of passivity) dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas
- Gangguan afektif, dorongan kehendak atau pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata atau menonjol.
2.2 Penatalaksanaan Skizofrenia
Tiga pengamatan dasar tentang skizofrenia yang memerlukan perhatian saat mempertimbangkan pengobatan gangguan. Pertama, terlepas dari penyebabnya, skizofrenia terjadi pada seseorang yang mempunyai sifat individual, keluarga dan sosial psikologis yang unik. Pendekatan pengobatan harus disusun sesuai bagaimana pasien tertentu telah terpengaruhi oleh gangguan dan bagaimana pasien tertentu akan tertolong oleh pengobatan. Kedua, kenyataan bahwa angka kesesuaian untuk skizofrenia pada kembar monozigot adalah 50 persen telah diperhitungkan oleh banyak peneliti untuk menyarankan bahwa faktor lingkungan spesifik telah berperan dalam perkembangan gangguan. Jadi, seperti agen farmakologis digunakan untuk menjawab ketidakseimbangan kimiawi yang diperkirakan, strategi nonfarmakologis harus menjawab masalah non biologis. Ketiga, skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan teraupetik tunggal jarang mencukupi untuk menjawab secara memuaskan gangguan yang memiliki berbagai segi.
2.2.2 Terapi Biologi
Pemakaian terapi biologi yang menggunakan antipsikotik pada skizofrenia harus mengikuti lima prinsip utama yaitu1:
1. Klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati.
2. Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus digunakan lagi. Jika tidak ada informasi tersebut, pemilihan antipsikotik biasanya didasarkan pada sifat efek samping. Data yang sekarang tersedia menyatakan bahwa risperidon, remoxipride, dan obat-obat yang mirip dengannya yang akan diperkenalkan di tahun-tahun mendatang mungkin menawarkan suatu sifat efek samping yang unggul dan kemungkinan kemanjuran yang unggul.
3. Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis yang adekuat. Jika percobaan tidak berhasil, suatu antipsikotik, yang biasanya dari kelas lain, dapat dicoba. Tetapi, pengalaman yang tidak menyenangkan yang dirasakan pasien pada dosis pertama obat antipsikotik adalah berhubungan erat dengan respons buruk dan ketidakpatuhan di masa depan. Pengalaman negatif dapat termasuk perasaan negatif subjektif yang aneh, sedasi berlebihan, atau suatu reaksi distonik akut. Jika reaksi awal yang parah dan negatif ditemukan, klinisi dapat mempertimbangkan untuk mengganti obat menjadi obat antipsikotik yang berbeda dalam waktu kurang dari empat minggu.
4. Pada umumnya, penggunaan lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang diindikasikan, walaupun beberapa dokter psikiatrik menggunakan thioridazine untuk mengobati insomnia pada pasien yang mendapatkan antipsikotik lain untuk pengobatan gejala skizofrenia. Pada pasien yang diikat pengobatan secara khusus, kombinasi antipsikotik dan obat lain sebagai contoh carbamazepine mungkin diindikasikan.
5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama episode psikotik.
2.2.2.1 Obat Antipsikosis
Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamine receptor antagonis (DRA) atau antipsikotika generasi 1 (APG-1) dan serotonin-dopamine antagonis (SDA) atau antipsikotika generasi II (APG-II).
Obat antipsikotik generasi I dan II bermanfaat pada fase akut pengobatan skizofrenia (gejala dalam beberapa minggu atau bulan) yang didiagnosis episode psikotik akut, mencegah beratnya gejala psikosis (agitasi, agresif, gejala negatif, dan gejala afek) .
a. Antipsikosis Psikosis Generasi – I (APG-I)
Obat APG-I disebut juga antipsikotika konvensional atau tipikal. berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif sedangkan untuk gejala negatif hampir tidak bermanfaat. Obat-obat Tipikal yang sering di gunakan adalah Klorpromazine dan Haloperidol.
1. Klorpromazine
Farmakodinamik. Efek farmakologik klorpromazin dan antipsikosis lainnya meliputi efek pada susunan saraf pusat, sistem otonom, dan sistem endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai reseptor diantaranya dopamin, reseptor α-adrenergik, muskarinik, histamin H1 dan reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. Klorpromazin misalnya selain memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor α-adrenergik, sedangkan risperidon memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin 5HT2 .
Susunan Saraf Pusat. CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi. Timbulnya sedasi amat tergantung dari status emosional pasien sebelum minum obat .
Neurologik. Pada dosis berlebihan, semua derivat fenotiazin dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada parkinsonisme. Dikenal 6 gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini. Empat diantaranya biasa terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme dan sindrom neuroleptic malignant, yang terakhir jarang terjadi. Dua sindrom yang lain terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, berupa tremor perioral (jarang) dan diskinesia tardif 7.
Efek Endrokrin. CPZ dan beberapa antipsikosis lama lainnya mempunyai efek samping terhadap sistem reproduksi. Pada wanita dapat terjadi amenorea, galaktorea, dan peningkatan libido, sedangkan pada pria dilaporkan adanya penurunan libido dan ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek sekunder dari hambatan reseptor dopamin yang menyebabkan hiperprolaktinemia, serta kemungkinan adanya peningkatan perubahan androgen menjadi estrogen di perifer. Pada antipsikosis yang batu misalnya olanzapin, quetiapin dan aripriprazol, efek samping ini minimal karena afinitasnya yang rendah terhadap reseptor dopamin .
Kardiovaskular. Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya sering terjadi dengan derifat fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer, curah jantung menurun dan frekuensi denyut jantung meningkat. Efek ini diperkirakan karena efek otonom dari obat antipsikosis. Abnormalitas EKG dilaporkan terjadi pada pemakaian tioridazin berupa perpanjangan interval QT, abnormalitas segmen ST dan gelombang T. Perubahan ini biasanya bersifat reversibel .
Farmakokinetik. Kebanyakan antipsikosis diabsorpsi sempurna, sebagian diantaranya mengalami metabolisme lintas pertama. Bioavabilitas klorpromazin dan tioridazin berkisar antara 25-35%, sedangkan haloperidol mencapai 65%. Kebanyakan antipsikosis bersifat larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma (92-99%) 7.
Sediaan. CPZ tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan 100 mg. Selain itu juga tersedia dalam bentuk larutan suntik 25 mg/ml. Larutan CPZ dapat berubah warna menjadi merah jambu oleh pengaruh cahaya .
2. Haloperidol
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin. Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol .
Farmakodinamik. Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin. Pada orang normal, efek haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia. Efek haloperidol selain menghambat efek dopamin, juga meningkatkan turn over ratenya .
Susunan saraf pusat. Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibanding dengan CPZ. Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan ambang rangsang konvulsi. Haloperidol menghambat sistem dopamin dan hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin .
Sistem kardiovaskular. Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat akibat CPZ. Haloperidol menyebabkan takikardia meskipun kelainan EKG belum pernah dilaporkan .
Farmakokinetik. Haloperidol cepat diserap di saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 4 hari sesudah pemberian dosis tunggal .
Efek samping. Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi, terutama pada pasien usia muda. Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania atau sebagai efek samping yang sebenarnya. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat bukti bahwa obat ini tidak menimbulkan efek teratogenik.
Sediaan. Haloperidol tersedia dalam benttuk tablet 0,5 mg dan 1,5 mg .
b. Antipsikosis Generasi -II (APG-II)
APG-II disebut juga antipsikotika baru atau atipikal. Sebaiknya skizofrenia diobati dengan APG-II. Pemeliharaan dengan dosis rendah antipsikotika diperlukan, setelah kekambuhan pertama. Dosis pemeliharaan sebaiknya diteruskan untuk beberapa tahun. Obat APG-II bermanfaat baik untuk gejala positif maupun negatif . Beberapa Obat APG-II yang sering di gunakan adalah Clozapine dan Resperidone yang mempunyai efek klinis yang besar dengan efek samping yang minimal .
1. Clozapine
Clozapine merupakan antipsikotika pertama yang efek samping ekstrapiramidalnya dapat diabaikan. Dibandingkan dengan obat-obat generasi pertama, semua APG-II mempunyai rasio blokade serotonin (5 hidroksitriptamin) (5-HT) tipe 2 (5-HT2) terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2) lebih tinggi. Ia lebih banyak bekerja pada sistem dopamin mesolimbik daripada striatum. Semua obat-obat baru, kecuali clozapine karena efek samping dan butuh pemeriksaan darah tiap minggu, adalah obat pilihan pertama (first-line drug). Sebaliknya, clozapine, efektivitasnya sudah tercapai meskipun hanya 40%-60% D2 yang dihambat. Ada dugaan bahwa efektivitas clozapine sebagai antipsikotika di dapat karena ia juga bekerja pada reseptor lain terutama 5-HT2A .
Clozapine efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitas) maupun yang negatif (social disinterest dan incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien refrakter terhadap obat standar. Selain itu, karena efek samping ekstrapiramidal yang sangat rendah, oobat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala ekstrapiramidal berat pada pemberian antipsikosis tipikal. Namun karena klozapin memiliki risiko timbulnya agranulositosis yang lebih tinggi dibandingkan antipsikosis yang lain, maka penggunaannya dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi klozapin perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu .
Farmakokinetik. Clozapine diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral, kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Klozapin secara ekstensif diikat protein plasma (> 95%), obat ini dimetabolisme hampir sempurna sebelum diekskresi lewat urin dan tinja, dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam.
Sediaan. Klozapin tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan 100 mg .
2. Risperidon
Farmakodinamik. Risperidon yang merupakan derivat dari benzisoksazol mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2), dan aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin (D2), alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor histamin. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap reseptor serotonin dan dopamin .
Farmakokinetik. Bioavabilitas oral sekitar 70%, volume distribusi 1-2 L/kg. Di plasma risperidon terkait dengan albumin dan alfa 1 glikoprotein. Ikatan protein plasma sekitar 90%. Risperidon secara ekstensif di metabolisme di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi metabolitnya 9-hidroksirieperidon. Risperidon dan metabolitnya dieliminasi lewat urin dan sebagian kecil lewat feses .
Indikasi. Indikasi risperidon adalah untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif. Di samping itu diindikasikan pula untuk gangguan bipolar, depresi dengan ciri psikosis .
Efek samping. Secara umum risperidon dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal umumnya lebih ringan dibanding antipsikosis tipikal .
Tabel 2.1 Sediaan obat Antipsikosis generasi I dan II 5.
Golongan Obat Potensi Klinik Toksisitas
ekstrapiramidal Efek Sedatif Efek hipotensi
Fenotiazin
- Alifatik
- Piperazin
Tioxanten
Butirofenon
Dibenzodiazepin
Benzisoksazol
Tienobenzodiazepin
Dibenzotiazepin
Dihidroindolon
Dihidrokarbostiril
Klorpromazin
Flufenazin
Thiotixene
Haloperidol
Klozapin
Risperidon
Olanzapin
Quetiapin
Ziprasidon
Aripriprazol
+ +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + +
+ + + +
+ + + +
+ +
+ + +
+ + + +
+ + +
+ + + +
+ + +
+ + + + +
+
+ +
+
+
+
+
+ + + +
+ +
+ + +
+ +
+ +
+ +
+ + +
+ + +
+ +
+
+ + +
+
+ + +
+
+ + +
+ +
+ +
+ +
+
+ +
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis yang multi episode, terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit 5 tahun. Pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5 kali. Efek obat antipsikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan. Biasanya satu bulan kemudian baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali. Hal ini disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan antipsikosis .
c. Antipsikosis Long Acting Injection
Obat anti-psiksosis “long acting” (Fluphenazine Decanoat 24 mg/cc atau Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2-4 minggu, sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian baru ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan 7. Dari hasil penelitian penatalaksanaan jangka panjang pada pasien skizofrenia di Canada menunjukkan bahwa pasien yang diberikan antipsikosis long acting injeksi menunjukkan perbaikan klinis signifikan, perbaikan fungsi sosial dan menurunkan hospitalisasi pasien .
2.2.3 Efek samping dan obat yang di gunakan untuk mengatasi efek samping dari Antipsikotik
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat antipsikotik adalah sebagai berikut8:
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun)
2. Gangguan otonomik hipotensi, antikolinergik/parasimpatololitik, mulut kering, kesulitan defekasi, mata kabur, gangguan irama jantung
3. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor, bradikinesia, rigiditas)
4. Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynecomastia), metabolik (jaundice), hematologik (agranulositosis) biasanya pada pemakaian jangka panjang.
Bia terjadi efek samping sindrom ekstra piramida seperti distonia akut, akhitasia atau parkinsonism, biasanya terlebih dhuu di lakukan penurunan dosis dan bila tidak dapat di tanggulangi di berikan obat-obat antikolinergik seperti triheksifinidil, benztropin, sulfas atropine atau definhidramin, yang paing sering di gunakan adalah triheksilfenidin dengan dosis 3 kali 2 mg per hari. Jika tetap tidak berhasil mengatasi efek samping tersebut maka di saranan untuk mengganti jenis anti psikotik lainnya .
2.2.4 Interaksi Obat
1. Antipsikosis + atipsikosis = potensiasi efek samping dan tidak ada bukti lebih efektif.
2. Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat
3. Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat
4. Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan kejang meningkat. Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah haloperidol
5. Antipsikosis + antasida = efektifitas antipsikosis menurun karena gangguan absorbsi
2.2.5 Terapi Psikososial
Terapi psikosoial terdiri dari terapi perilaku dan terapi berorientasi keluarga.
1. Terapi Perilaku.
Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latuhan praktis dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah di dorong dengan pujian atau hadiah yang dapaat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladapatif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh yang aneh dapat diturunkan 1.
Latihan keterampilan perilaku (behavioral skills training) sering kali dinamakan terapi keterampilan sosial (social skills therapy), terlepas dari namanya, terapi dapat secara langsung membantu dan berguna bagi pasien dan merupakan tambahan alami bagi terapi farmakologis. Di samping gejala personal dari skizofrenia, beberapa gejala skizofrenia yang paling terlihat adalah menyangkut hubungan pasien dengan orang lain, termasuk kontak mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah yang aneh, tidak adanya spontanitas dalam situasi sosial, dan persepsi yang tidak akurat atau tidak adanya persepsi emosi terhadap orang lain. Perilaku tersebut secara spesifik dipusatkan di dalam latuhan keterampilan perilaku. Latihan keterampilan perilaku melihatkan penggunaan kaset video orang lain dan pasien, permainan simulasi (role playing) dalam terapi, dan pekerjaan rumah tentang keterampilan yang telah dilakukan 1.
2. Terapi berorientasi keluarga.
Berbagai terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia. Karena pasien skizofrenia sering kali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluarga di mana pasien skizofrenia kembali sering kali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat tetapi intensif (setiap hari). Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasi dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di dalam keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara cepat.
Tabel 2.2 Tujuan dan Perilaku Sasaran untuk Terapi Keterampilan sosial 1.
Fase Tujuan Perilaku Sasaran
Stabilitasi dan penilaian
Kinerja sosial dalam keluarga
Persepsi soaial dalam keluarga
Hubungan di luar keluarga
Pemeliharaan Menegakkan ikatan terapeutik
Menilai kinerja sosial dan keterampilan persepsi
Menilai perilaku yang memprovokasi emosi yang diekspresikan
Mengekspresikan perasaan positif dalam keluarga
Mengajarkan strategi efektif untuk menghadapi konflik
Mengidentifikasi isi, konteks, dan arti pesan secara benar
Meningkatkan keterampilan sosial
Meningkatkan keterampilan perakejuruan dan kejuruan
Generalisasi keterampilan ke dalam situasi baru Empati dan rapport
Komunikasi verbal dan nonverbal
Kepatuhan, penghargaan, minat pada yang lain
Respons menghindar terhadap kritik, menyatakan kesukaan dan penolakan
Membaca pesan
Melabel suatu gagasan
Meningkatkan maksud orang lain
Keterampilan bercakap-cakap
Bersahabat
Aktivitas rekresional
Wawancara kerja, kebiasaan kerja
2.2.6 Perawatan Skizofrenia di Rumah
Lingkungan dan keluarga mempunyai andil yang besar dalam mencegah terjadinya kekembuhan pada penderita dengan gangguan, oleh karena itu pemahaman keluarga mengenai kondisi penderita serta kesediaan keluarga dan lingkungan menerima penderita apa adanya dan memperlakukannya secara manusiawi dan wajar merupakan hal yang mendasar dalam mencegah kekambuhan penderita..
Beberapa hal yang perlu di perhatikan oleh keluarga dan lingkungan dalam merawat penderita gangguan jiwa di rumah:
1. Memberikan kegiatan/kesibukan dengan membuatkan jadwal sehari-hari.
2. Berikan tugas yang sesuai dengan kemampuan penderita dan secara bertahap tingkatkan sesuai perkembangan
3. Menemani dan tidak membiarkan penderita sendiri saat melakukan kegiatan, mis: makan bersama, reksreasi bersama, bekerja bersama.
4. Minta keluarga dan teman menyapa saat bertemu penderita dan jangan mendiamkan penderita berbicara sendiri
5. Mengajak dan mengikut sertakan penderita dalam kegiatan bermasyarakat misal; kerja bakti
6. Berikan pujian yang realitas terhadap keberhasilan penderita atau dukungan untuk keberhasilan sosial penderita
7. Mengontrrol dan mengingatkan dengan cara yang baik dan empati untuk selalu minum obat untuk prinsip benar, benar nama obat, benar dosis, benar cara pemberian.
8. Mengenali adanya tanda-tanda kekambuhan seperti: suit tidur, bicara sendiri, marah-marah, senyum sendiri, menyendiri, murung , bicara kacau.
9. Kontrol suasana lingkungan yang dapat memancing terjadinya marah.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis maka pasien ini didiagnosis banding dengan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan dan1 alkohol dan Skizofrenia paranoid. Gejala yang dialami pasien ini cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien dan menganggu kemampuan sosialnya dan beresiko untuk mencederai diri sendiri.
Penanganan pada pasien sebaiknya dilakukan oleh satu dokter, hal ini berguna untuk membantu pasien mengerti secara jelas mengenai pasiennya, sebab apabila dilakukan oleh beberapa dokter yang berbeda, maka pasien akan memilki kesempatan untuk menjelaskan kembali mengenai keluhan – keluhan yang terjadi. Interval pertemuan dengan dokter juga harus dibatasi, jagan terlalu sering, sehingga pasien bisa merasa lebih tenang. Psikotererapi baik yang dilakukan secara individu atau perkelompok dapat membantu pasien, baik menghilangkan kecemasannya, atau mengurangi biaya perawatan rumah sakit, ataupun rawat inap.
Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi aktivitas pasien secara wajar, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor. Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003
Marlia Novelia Safitri- Posts : 2
Reputation : 0
Join date : 18.03.16
Similar topics
» Skizofrenia Paranoid
» Skizofrenia Paranoid
» SKIZOFRENIA PARANOID
» F 20.0 Gangguan Skizofrenia Paranoid
» LAPORAN KASUS SKIZOFRENIA PARANOID
» Skizofrenia Paranoid
» SKIZOFRENIA PARANOID
» F 20.0 Gangguan Skizofrenia Paranoid
» LAPORAN KASUS SKIZOFRENIA PARANOID
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik