Referat ADHD
:: Tugas dan Presentasi :: Referat
Halaman 1 dari 1
Referat ADHD
BAB I
PENDAHULUAN
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan perilaku sulit memusatkan perhatian, perilaku impulsif dan hiperaktif yang biasanya terjadi pada anak-anak.1Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kelainan neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan suatu keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia sekolah, dan merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak. ADHD ditandai oleh 3 gejala utama yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas. Angka prevalensi ADHD di dunia sebesar 2% sampai 9,5% dari semua anak usia sekolah.1 Angka kejadiannya di Amerika Serikat pada anak di usia sekolah dasar berkisar antara 2% hingga 20%, sedangkan pada anak sekolah dasar prapubertas berkisar antara 3% sampai 7%.1,2
Gejala yang satu bisa jadi menonjol dibandingkan gejala lainnya, atau bisa juga terjadi kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Dulu seringkali diagnosis ADHD diabaikan, hal ini terjadi karena informasi mengenai ADHD sangatlah terbatas. Bahkan peranan neurologis pada terjadinya ADHD masih diragukan. Dikatakan juga kriteria diagnosis ADHD terlalu luas, dan tidak ada tes yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ADHD. Namun saat ini, informasi mengenai ADHD semakin berkembang, dan adanya peranan neurologis pada ADHD sudah dapat dibuktikan.
Dampak ADHD tidak hanya dirasakan oleh anak tersebut, namun juga dirasakan oleh keluarga. Dampak pada anak bisa berupa prestasi sekolah yang buruk, gangguan sosialisasi, status pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan meningkat. Sedangkan dampak pada keluarga adalah menimbulkan stres dan depresi pada keluarga, keharmonisan keluarga terganggu dan perubahan status pekerjaan.
Anak dengan ADHD mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Anak-anak ini memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengertian baik dari orang tuanya, pembimbing, dan sistem pendidikan umum. Prognosis dari ADHD ini umumnya baik, terutama bila pasien cepat didiagnosis sehingga segera mendapatkan terapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
A. Definisi
Gangguan defisit atensi/hiperaktifitas (attention-deficit/hyperactivity disorder-ADHD) adalah suatu keadan yang terdiri atas pola tidak menunjukkan atensi yang persisten dan/atau perilaku yang impulsive serta hiperaktif, yang bersifat lebih berat daripada yang diharapkan pada anak dengan usia dan dalam tingkat perkembangan yang sama. Untuk memenuhi kriteria diagnosis ADHD, beberapa gejala harus terdapat saat usia anak kurang dari 7 tahun, meskipun banyak yang baru terdiagnosis setelah berusia 7 tahun, saat perilaku mereka menimbulkan masalah di sekolah maupun tempat lain yang terkat dengan aktifitas anak sehari-hari. Kondisi dimana tidak adanya atensi dan/atau hiperaktifias-impulsivitas harus sedikitnya mengganggu fungsi secara sosial, dan akademik yang sesuai dengan perkembangan anak. Gangguan ADHD ini tidak boleh tumpang tindih dengan diagnosis gangguan kejiwaan lain seperti skizofrenia, maupun disebabkan oleh gangguan jiwa lain.2
B. Klasifikasi
Klasifikasi ADHD berikut dibagi berdasarkan presentasinya pada individu, berikut ini dibagi menjadi tiga jenis:3
- Combined presentation: terdapat adanya enam atau lebih manifestasi klinis dalam satu cluster
- Predominantly Innattentive: terdapat enam atau lebih gejala inattentive, dengan 3-5 gejala hiperaktivitas-impulsivitas
- Innattentive presentation (Restrictive): terdapat gejala inattentive sejumlah enam atau lebih, dengan kurang dari 2 gejala hiperaktivitas-impulsivitas
- Predominently hiperaktif: terdapat gejala inattentive sejumlah kurang dari atau sama dengan 5 dengan lebih dari 6 gejala hiperaktivitas-impulsivitas.
C. Epidemiologi
Prevalensi ADHD secara global adalah sekitar 5,3 % terjadi pada anak dan 2,5 % terjadi pada dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena anak-anak yang mengalami ADHD pada usia anak-anak akan memiliki kecemderungan sebesar 40-60 % untuk tetap berkembang menjadi ADHD pada saat usia dewasa.4 Di Amerika Serikat sendiri angka kejadian ADHD bervariasi mulai dari 2 sampai dengan 20 persen terjadi pada anak anak yang duduk di sekolah dasar. Angka konservatif adalah 3 hingga 7 persen pada anak anak sekolah dasar prapubertas. Gejala ADHD sering mucul pada usia 3 tahun, tetapi diagnosis umumnya belum ditegakkan sampai anak tersebut masuk ke dalam lingkungan yang terstruktur seperti taman kanak-kanak dan sekolah dasar, dimana pada kondisi itu mulai tampak gejala anak yang hiperaktif-impulsif dan kurang perhatian terhadap pelajaran dibandingkan teman sebayanya yang normal.2
Poli jiwa anak dan remaja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mencatat pada tahun 2003, terdapat 51 anak yang didiagnosis ADHD dari 215 anak sekolah dasar yang datang.1 Sedangkan menurut Saputro (2005) di Indonesia, populasi anak Sekolah Dasar yang menderita ADHD adalah 16,3% dari total populasi yaitu 25,85 juta anak. Berdasarkan data tersebut diperkirakan tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Sebagian besar orang tua ataupun guru masih menganggap anak dengan gangguan tersebut sebagai anak nakal atau malas. Padahal anak dengan gangguan tersebut apabila tidak mendapat pertolongan yang tepat, akan mengalami kesulitan belajar, prestasi belajar buruk, gagal sekolah, tingkah lakunya menganggu, sikapnya tampak sulit diterima oleh lingkungannya dan bahkan cenderung tidak disukai oleh orang tua ataupun guru.5
D. Etiologi ADHD
Telah banyak diteliti dan dipelajari, namun belum ada penyebab pasti yang dapat dijadikan penyebab ADHD.2 sebagian anak dengan ADHD tidak menunjukan tanda-tanda cedera struktural yang besar pada SSP. Sebaliknya, sebagian besar anak dengan gangguan neurologisyang diketahui yang disebabkan oleh cedera otak tidak menunjukan defisit atensi dan hiperaktivitas. Faktor penyumbang yang diajukan untuk ADHD adalah pemaparan toksin prenatal, prematuritas, dan kerusakan mekanis prenatal pada SS janin.
Berbagai teori seperti, faktor genetika, faktor kerusakan otak, faktor neurokimiawi dan faktor psikososial. Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi penyebab terjadinya ADHD, secara umum karena ketidakseimbangan kimiawi atau kekurangan zat kimia tertentu di otak yang berfungsi untuk mengatur perhatian dan aktivitas. Beberapa penelitian menunjukan adanya kecenderungan faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula penelitian yang menyebutkan bahwa faktor-faktor sosial dan lingkunganlah yang lebih berperan.2
Penyedap makanan, zat pewarna, zat pengawet, dan gula telah juga diperkirakan sebagai kemungkinan penyebab untuk perilaku hiperaktif. Tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut meyebabkan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas 6
1. Faktor Genetik
Bukti adanya dasar genetik untuk ADHD mencakup corcodance yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. Saudara kandung anak hiperaktif juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki gangguan dibandingkan populasi umum. Gejala kandung tersebut bisa memiliki gejala hiperaktif yang menonjol, sedangkan saudara kandung yang lain dapat mempunyai gejala defisit yang menonjol. Pola biologis pada anak-anak dengan gangguan ini memiliki resiko yang lebih tinggi untuk ADHD dibanding orang ta adoptif.2
2. Faktor Kerusakan Otak
Disebutkan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD memiliki kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama masa periode janin dan perinatal. Kerusakan ini diduga disebabkan oleh gangguan sirkulasi, toksik, metabolik, mekanik atau fisik pada otak.2 Rapoport dkk dalam penelitiannya menyebutkan bahwa anak dengan ADHD mengalami pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan serta pada vermis.1
Lobus prefrontal terlibat dalam proses editing perilaku, mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang. Nukleus kaudatus dan globs palidus menghambat respon otomatis yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal.2
Gambar 1. Dopamin di Otak
3. Faktor Neurokimia
Pada pasien ADHD diperkirakan terjadi mutasi gen, sehingga terjadi peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron di sitem limbik dan lobus prefrontal akibat perubahan aktivitas Dopamine Transporter Gene.1,2
4. Faktor neurofisiologis
Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai pola elektroensefalogram (EEG) abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan dengan kontrol normal.
Sejumlah studi yang menggunakan positron emmision tomography (PET) menemukan aliran balik serta laju metabolik di area laju frontalis anak-anak dengan ADHDdibandingkan dengan kontrol. Pemindaian PET juga menunjukan bahwa remaja perempuan dengan gangguan ini memiliki metabolismeglukosa yang berkurang secara global dibandingkan dengan kontrol normal perempuan. Dan laki-laki serta dengan laki-laki dengan gangguan ini. Satu teori menjelaskan temuan ini delobus frontalis anak-anak dengan menganggap bahwa anak-anak dengan ADHD melakukan mekanisme inhibisinyab dengan tidak adekuat pada struktur yang lebih rendah, suatu efek yang menghasilkan inhibisi.2
5. Faktor Psikososial
ADHD dipengaruhi kemunculan dan keterlanjutannya bisa karena peristiwa siklik yang memberikan stress, gangguan keseimbangan keluarga.1,2
E. Manifestasi Klinis
Ciri khas anak dengan gangguan ini yang paling sering disebutkan, dalam urutan frekuensi, hiperaktivitas, hendaya motorik perspektual, labilitas emosi, defisit koordinasi umum, defisit atensi (rentang atensi singkat, mudah teralih perhatiannya, perseverasi, gagal menyelesaikan tugas, inatensi, konsentrasi buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, pergeseran tiba-tiba dalam aktivitas, kurang teratur, melompat di kelas), defisit daya ingat dan berpikir, ketidakmampuan belajar spesifik, defisit pendengaran dan bicara, serta tanda neurologis ekuifokal dan ketidakteraturan EEG.
Kesulitan di sekolah, baik dalambelajar atau berperilaku, adalah masalah lazim yang sering timbul bersama dengan ADHD; kesulitan ini kadang-kadang datang akibat gangguan komunikasiatau gangguan belajar yang ada atau akibat mudahteralih perhatian atau atensi yang berfluktuasi, dan menghambat perolehan, retensi, dan penunjukan pengetahuan. Kesulitan ini terutama diamati secara khusus pada tes kelompok.2
F. Diagnosis
Diagnosis ADHD dapat dilakukan berdasarkan pedoman yang di keluarkan oleh American Psychiatric Association, yang menerapkan kriteria untuk menentukan gangguan pemusatan perhatian dengan mengacu kepada DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.6
A I . Kurang Perhatian
Pada kriteria ini, anak ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
a) Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah clan kegiatan - kegiatan lainnya,
b) Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain,
c) Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,
d) Seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan,atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti instruksi),
e) Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan,
f) Seringkali kehilangan barang benda penting untuk tugas-tugas clan kegiatan, misalnya kehilangan permainan;kehilangan tugas sekolah;kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lain,
g) Seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang didukung, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah,
h) Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan
i) Seringkali cepat lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.
A2. Hiperaktivitas Impulsifitas
Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
a) Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di kursi,
b) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,
c) Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang subjektif),
d) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara tenang,
e) Sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah 'dikendalikan oleh motor', dan sering berbicara berlebihan.
Impulsivitas
a) Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
b) Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.
c) Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya rnemotong pembicaraan atau permainan.
d) Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang menyebabkan gangguan muncul sebelum anak berusia 7 tahun.
e) Ada suatu gangguan di dua atau lebih seting/situasi.
f) Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosia!, akademik, atau pekerjaan.
g) Gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya PDD, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya, dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya.6
Kesulitan diagnosis biasanya dialami pada pasien dengan gejala yang muncul sebelum usia 3 tahun. Sulit membedakan ADHD dengan gangguan perkembangan pervasif seperti autis. Kita dapat membedakannya dengan mengetahui gejala yang diamali pasien. Berikut adalah pedoman diagnosis autisme pada anak menurut PPDGJ III.7
1. Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan dan atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam 3 bidang, yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang.
2. Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya, tetapi bila ada, kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun, sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala – gejalanya dapat didiagnosis pada semua kelompok umur.
3. Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio-emosional, yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain atau kurangnya modulasi perilaku dalam konteks sosial, yaitu buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan integrasi yang lemah dalam perilaku sosial, emosional dan komunikatif dan khususnya kurangnya respon timbal balik sosio-emosional.
4. Terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Kurangnya penggunaan keterampilan bahasa yang dimiliki dalam hubungan sosial, hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial, keserasian buruk dan kurangnya timbal balik dalam percakapan, buruknya keluwesan dalam berbahasa, ekspresif dan kreativitas dan fantasi dalam proses pikir yang relatif kurang, kurangnya respon emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain, hendaya dalam menggunakan variasi irama atau penekanan sebagai modulasi komunikatif, kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau memberi arti tambahan dalam komunikasi lisan.
5. Pola perilaku minat yang terbatas, berulang dan streotipik. Kecenderungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari – hari. Ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru dan kebiasaan sehari – hari serta pola bermain. Terutama pada masa kanak – kanak dini, dapat terjadi kelekatan yang khas terhadap benda – benda yang aneh, khususnya benda yang tidak lunak. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang sebetulnyya tidak perlu, dapat terjadi preokupasi yang streotipik pada suatu minat seperti tanggal atau jadwal, sering terdapat streotipi motorik, sering menunjukan minat khusus terhadap segi – segi nonfungsional dar benda – benda ( misal bau dan rasanya), terdapat penolakan terhadap perubahan rutinitas atau dalam detail dari lingkungan hidup pribadi ( misal perpindahan lemari ).
6. Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme, terdapat tiga perempat kasus yang terdapat retardasi mental.7
G. Diagnosis Banding
Kelompok tempramental yang terdiri atas tingkat aktivitas yang tinggi serta rentang perhatian yang singkat, tetapididalam kisaran normal yang diharapkan untuk usia anak, pertama kali harus dipertimbangkan. Membedakan ciri temperamental ini dengan gejala utama ADHD sebelum usisa 3 tahun sulit dilakukan, terutama karena gambaran sistem saraf yang imatur normal dan adanya tanda hendaya visual-persepsi-motorik yang tumpang tindih, sering ditemukan pada ADHD. Ansietas pada anak harus dievaluasi. Ansietas dapat menyertai ADHD sebagai gambaran sekunder, dan ansietass sendiri dapat ditunjukan dengan overaktivitas dan mudah teralihnya perhatiannya.
Banyak anak dengan ADHD memiliki depresi sekunder di dalam reaksi terhadap frustasi mereka yang berkelanjutan akibat kegagalan mereka untuk belajar dan rendahnya harga diri yang atensi berkurang, anak dapat belajar denganlebih efektif dibandingkann di masa lalu. Disamping itu obat dapat emmperbaiki harga diri ketika anak tidak lagi terus menerus mebncela perilaku mereka.2
H. Tatalaksana
Farmakoterapi
Agen farmakologi untuk ADHD adalah stimulan SSP, terutama detroamphetamine (dexedrine), methylphenidate, dan pemoline (cylert). Food and drug administration (FDA) mengizinkan dekstroamphetamine pada anak berusia 3 tahun dan lebih dan methylpenidate pada anak yang berusia 6 tahun atau lebih; keduanya adalah obat yang paling sering digunakan.
Mekanisme kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui. Mendapat respon paradoksikal oleh anak hiperaktif tidak lagi diterima. Methylpenidate telah terbukti sangat efektif pada hampir ¾ anak dengan ADHD dan memiliki efek samping yang relatif kecil. Methylpenidate adalah medikasi kerja singkat yang biasanya digunakan secara efektif pada jam-jam sekolah, sehingga anak dengan gangguan defisit-atensi atau hiperaktivitas dapat memperhatikan tugasnya dan tetap berada di ruang kelas. Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung, nyeri lamung, mual, dan insomnia. Beberpa anak mengalami efek rebound dimana mereka menjadi agak mudah marah dan tampak agak hiperaktif selama waktu yang singkat saat mesikasi dihntikan. Banyak anak-anak dengan riwayat tic motorik, harus digunakan dengan berhati-hati, karena, pada beberapa kasus, methylpenidate dapat menyebabkan eksaserbasi gangguan tic. Permasalahan ain yang sering tentang metylphenodate adalah apakah obat akan menyebabkan supresi pertumbuhan. Selama periode pemakaian metylpenidate adalah disertai dengan supresi pertumbuhan, tetapi anak cendrung tumbuh saat mereka diberikan libur obat pada musimpanas atau pada akhir minggu. Pertanyaan penting tentang pemakaian metylpenidate adalah bagaimana obat menormalkan prestasi sekolah. Penelitian terkahir menumukan bahwa kira-kira 75% anak dengan hiperaktif menunjukan perbaikan bermakna dalam kemampuan mereka untuk memperhatikan dikelas dan pada pengukuran efisiensi akademik saat diobati dengan metylpenidate. Obat telah ditunjukan memperbaiki skor anak hiperaktif pada tugas yang membutuhkan kegigihan, seperti kinerja kontinyu dan asosiasi berpasangan.6
Antidepresan.
Antidepresan termasuk imipramin (tofranil), desipramine dan notriptyline (pamelor), telah digunkan untuk mengobati ADHDdengan suatu keberhasilan. Pada anak-anak dengan gangguan kecemasan dan komorbid dan pada anak-anak dengan gangguan tic yang menghalangi pemakaian stimulan, antidepresan mungkin berguna, walaupun, untuk hiperaktivitasnya sendiri, stimulan adalah lebih manjur. Antidepresan memerlukan monitoring yang cermat pada fungsi jantung. Beberapa penelitian melaporkan kematian mendadak anak pada ADHD yang sedang dobati dengan desipramine. Mengapa kematian terjadi, adalah tidak jelas, tetapi kematian mendorong perlunya follow up yang ketat pada setiap anak yang mendapatkan trisiklik.
Memonitor terapi stimulan2
Pada tingkat dasar, bersamaan dengan parameter praktek Aerican Academy of Child and adolescent Psychiatry (AACP) yang paling kini, sebelum memulai pengobatan stimulan, dianjurkan pemeriksaan berikut ini:
- Pemeriksaan fisik
- Tekanan darah
- Denyut nadi
- Berat badan
Dianjurkan bahwa anak dan remaja yang akan diterapi dengan stimulan diperiksa tinggi, berat badan dan tekanan darah setiap tga bulan dan ppemeriksaan fisiksetiap tahun.2
Evaluasi perkembangan terapetik
Monitor dimulai saat dimulainya obat. Pada sebagian besar pasien, stimulan mengurangi overaktivitas, perhatian yang mudah teralih, impulsivitas, meledak-ledak dan iritabilitas. Tidakada bukti yang menunjukan bahwa obat secara langsung memperbaiki hendaya belajar yang sebelumnya telah ada, meskipun jika defisit atensi menghilang, anak dapat belajar dengan lebih efektif dibandingkan sebelumnya. Disamping itu, anak-anak dengan ADHD tidak lagi secara terus menerus ditegur karena perilaku mereka. 7
Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara teratur untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat badan dan tekanan darah. Keadaan berat badan ideal serta pengukuran tinggi badan dan penghitungan centil velocity memungkinkan untuk deteksi dini masalah pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini jarang terjadi.
1. Terapi Psikososial1
a. Pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD
Anak dengan ADHD memiliki ggejala agresivitas dan impulsitas sehingga tidak dapat menjalin relasi yang optimal dengan teman sebayanya. Dampaknya, anak ini sering dikucilkan oleh teman sebayanya dan kesulitan mencari teman baru. Tanpa sadar lingkungan telah memberikan label negatif terhadap anak tersebut seperti nakal atau bodoh. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan keterampilan bagi anak ini, dengan harapan ia akan mengerti norma – norma sosial yang berlaku dan berperilaku serta bereaksi sesuai norma.1
b. Edukasi bagi orangtua dan guru1
Banyak orangtua yang belum mengerti tentang gangguan ADHD, sehingga membuat mereka ragu untuk mendiagnosis dan menterapi anaknya. Untuk itu, perlu dilakukan modifikasi perilaku pada orangtua anak dengan ADHD ini.1
c. Modifikasi perilaku
Menggunakan prinsip Antecedents Behaviour and Consequences (ABC) . Antecedents yaitu semua bentuk sikap, perilaku dan kondisi sebelum anak melakukan perilaku tertentu, misalnya cara orangtua menginstruksikan pada anak. Behaviour adalah perilaku yang ditampilkan anak. Consequences adalah reaksi orangtua setelah anak melakukan sesuatu.1
Modifikasi perilaku anak dapat dilakukan sesegera mungkin setelah anak didiagnosis menderita ADHD, untuk mengurami masalah anak. Contoh terapi perilaku yang dapat digunakan seperti :
- Ciptakan rutinitas, berusaha untuk mengikuti jadwal yang sama setiap hari dari bangun tidur hingga tidur lagi,
- Menata Rumah, letakkan perlengkapan sekolah, sepatu, baju dan mainan di tempat yang sama setiap hari, sehingga ia tidak pernah merasa kehilangan.
- Jauhkan gangguan, matikan tv, radio, komputer ketika anak sedang belajar.
- Mempersempit pilihan, misalnya hanya memberi pilihan antara dua benda saja, sehingga anak tidak teroverstimulasi.
- Menerapkan tujuan perilaku dan penghargaan, gunakan sebuah papan tulis tentang list goal yang akan dilakukan oleh anak dan berikan penghargaan jika ia sudah melaksanakannya.
- Disiplin, tidak dengan membentak, tetapi dengan memberikan hukuman yang baik jika anak melakukan perilaku yang tidak baik.
- Membantu anak menemukan bakat atau talenta mereka, temukan minat dan bakat anak – anak, misalnya musik, olahraga dan lain– lain.9
d. Edukasi dan pelatihan pada guru
Peran guru sangat penting, karena biasanya masalah terbesar anak dengan ADHD adalah pada bidang akademis. Kita harus mengedukasi guru untuk menghindari pandangan negatif terhadap anak ADHD. Harus perlu diingat untuk menghindari stigmatisasi anak ADHD seperyi anak nakal, anak bodoh atau anak malas.1
e. Dukungan kelompok dan keluarga
Penelitian menyebutkan bahwa dukungan orangtua dan kelompok yang lebih nyaman akan membuat anak secara terbuka mengemukakan masalah mereka serta lebih mudah mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Dengan cara seperti ini mereka akan mendapatkan dukungan emosional untuk menjadi lebih baik.1
2. Diet atau Nutrisi
Diet yang baik sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak. Nutrisi yang tepat, termasuk berbagai vitamin, mineral, asam amino, dan asam lemak esensial (EFA), terutama sangat diperlukan pada tahun – tahun pertama kehidupan demi mendukung perkembangan otak dan mencegah gangguan neurologis. Pada anak – anak, kurangya komponen makanan seperti protein dan kurangnya kalori dapat mempengaruhi kemampuan belajar dan kemampuan anak dalam berperilaku. Kekurangan vitamin dan mineral juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak selama satu tahun.8
Sampai saat ini, belum ada bukti yang menyebutkan bahwa pola makan dapat menyebabkan ADHD, ataupun terapi nutrisi dapat mengatasi ADHD. Namun, makanan sehat dalam keluarga seperti asupan protein yang baik setiap harinya, jumlah kalori yang mencukupi kebutuhan anak dengan ADHD merupakan pola gaya hidup yang umumnya disetujui oleh American Academy of Pediatric (AAP).8
a. Terapi Megavitamin
Pada tahun 1970, dr. Allan Cott mengatakan bahwa hiperaktivitas dan gangguan belajar merupakan salah satu hasil dari defisiensi vitamin dan dapat diatasi dengan pemberian megavitamin dan mineral dengan dosis besar. Terapi gejala ADHD pada anak dapat dilakukan dengan suplemen yang setidaknya mengandung 10 kali lipat dosis harian yang direkomendasikan, misalnya vitamin, mineral dan lain-lain.8
b. Vitamin lain dan suplemen minerals
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah besi, seng, magnesium dan piridoksin. Semua zat ini telah diketahui dibutuhkan untuk perkembangan fungsi otak yang optimal. Namun, dari berbagai penelitian, baik pada anak ADHD maupun yang tidak ADHD, didapatkan tidak ada perbedaan kadar seng, besi, magnesium dan B6. Tidak ditemukan penurunan gejala yang signfikan antara gangguan perilaku pasien ADHD dengan ketersediaan suplemen – suplemen di atas. Sama dengan semua anak yang lainnya, jika terjadi kekurangan gizi, maka harus diperbaiki dengan suplemen standar atau diet sehari – hari. Tetapi suplemen tetap tetap tidak boleh melebihi dosis yang telah direkomendasikan, karena dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan toksisitas.8
c. Suplemen tambahan untuk meningkatkan kinerja
Beberapa suplemen diet telah diusulkan untuk menggantikan terapi stimultan pada ADHD, diantaranya Nootropics, antioksidan dan herbal. Contoh Nootropics yaitu piracetam yang telah dianjurkan sebagai terapi untuk meningkatkan kognisi pada pasien Sindrom Down, disleksia dan ADHD. Piracetam dapat menurunkan gejala perilaku pada ADHD berdasarkan hipotesis bahwa piracetam diyakini dapat meningkatkan transmisi kimia otak yang kerjanya sama dengan kerja obat stimultan (dopamin dan noradrenalin). Namun, belum terdapat studi yang jelas mengenai terapi ini, sehingga belum dapat direkomendasikan.8
Anak – anak dengan ADHD mungkin memiliki tingkat EFA yang rendah (termasuk EPA dan DHA). Dalam sebuah penelitian pada hampir 100 anak laki – laki, anak yang memiliki tingkat omega – 3 yang rendah menunjukkan masalah belajar dan masalah perilaku yang lebih banyak dibandingkan anak dengan kadar omega – 3 yang normal. Asam lemak omega – 3 membantu memperbaiki gejala perilaku. Walaupun penelitian lebih lanjut belum dilakukan, namun asam lemak omega – 3 dapat digunakan.8
Antioksidan dan herbal digunakan sebagai obat tradisional selama bertahun – tahun. Beberapa zat yang telah dipasarkan dan dikenal untuk terapi ADHD adalah termasuk pycnogenol, yaitu antioksidan yang berasal dari kulit kayu pinus. Selain itu ada juga melatoin, yaitu antioksidan yang telah berhasil mengatasi gangguan tidur pada anak – anak. Gingko biloba ekstrak, sering digunakan di Eropa sebagai obat ganggan peredaran darah dan memori otak, serta obat – obatan herbal seperti chamomile, valerian, lemon balm, kava, hop, dan gairah bunga dapat digunakan untuk gangguan tidur ringan.8
Teori lain tentang penyebab dan untuk pengobatan ADHD telah dikemukakan bahwa beberapa zat dapat menyebabkan dan memperburuk gejala ADHD. Zat berbahaya yang diduga berkaitan adalah zat – zat pewarna buatan, pengawet, gula atau unsur lain yang dapat menyebabkan alergi. Menurut teori, menghilangkan unsur – unsur tersebut dapat mengurangi gejala ADHD.8
a. Pemberian Karbohidrat yang tepat
Karbohidrat merupakan asupan nutrisi utama. Karbohidrat sangat mempengaruhi hiperaktifitas anak. Jenis karbohidrat yang dianjurkan untuk anak dengan ADHD adalah jenis karbohidrat kompleks, seperti gandum utuh, kacang – kacangan, nasi dan lain-lain. Jenis karbohidrat lain yang harus dihindari adalah karbohidrat sederhana seperti roti, makanan cepat saji, dan lain – lain.
Karbohidrat komples tidak dapat langsung dicerna, memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga tidak dapat cepat menjadi gula. Hal tersebut baik, karenagula dapat menyebabkan anak lebih aktif. Takaran karbohidrat untuk anak sarapan misalnya, 30 - 40% karbohidrat, sdangkan sisanya protein, atau dapat juga karbohidrat sebanding dengan protein yaitu sama-sama 50%.8
b. Diet tinggi Protein
Diet untuk anak ADHD harus kaya protein. Diet semacam ini baik untuk otak dan menjadi pilihan yang baik untuk anak ADHD. Sumber protein yang dapat diberikan seperti telur, daging, keju dan kacang – kacangan.8
c. Diet Feingold
Pada tahun 1970, telah dikemukakan mengenai efek dari zat – zat pewarna buatan, perasa buatan, dan pengawet makanan. Makanan tambahan ini, serta zat yang disebut salisilat dapat menyebabkan hiperaktifdan ketidakmampuan belajar pada anak.8
d. Diet bebas aspartat
Aspartam, pemanis buatan, terdiri dari asam amino yang melintasi aliran darah menuju otak untuk mempengaruhi fungsi otak. Aspartam dapat menyebabkan kejang dan gangguan perilaku pada ADHD. Pengapusan aspartat untuk anak dengan ADHD tidak dianggap sebagai pengobatan yang efektif untuk ADHD, kecuali untuk anak – anak dengan fenilketonuria, gangguan kimia untuk memetabolisme aspartat.8
e. Mengurangi diet gula
Gula merupakan sumber energi yang tinggi, sehingga dapat memicu anak sangat aktif. Oleh karena itu, jauhkan anak-anak dari makanan yang mengandung gula, biasanya merupakan camilan seperti ice cream, donat, coklat, dan lain-lain. Minuman yang banyak mgandung gula juga dikurangi, seperti soda, jus, bahkan susu juga harus dikurangi.8
f. Diet tanpa gluten dan Kasein
Gluten merupakan protein tepung terigu dan kasein merupakan protein susu. Anak dengan autisme atau hiperaktif sering mengalami gangguan dalam mencerna gluten dan kasein. Anak dengan hiperaktif dan autis banyak mengalami kebocoran usus (leaky guts). Secara normal sebenarnya sejumlah kecil peptida memang dapat merembes ke aliran darah, namun dapat langsung diatasi oleh sistem imun. Peptida yang berasal dari gluten (glutemorphin) dan peptida kasein (caseomorphin) yang tidak tercerna sempurna masuk ke aliran darah sampai ke otak, lalu ke reseptor opiod. Akibatnya mengganggu susunan distem saraf pusat yang berpengaruh terhadap persepsi, emosi, perilaku dan sensitivitas. Opioid adalah zat yang bekerja mirip morphin yang secara alami dikenal sebagai beta endorphin yang bertanggung jawab dalam penekanan rasa sakit yang secara alami diproduksi tubuh. Jika berlebihan maka akan menyebabkan ketahanan terhadap rasa sakit yang berlebihan.8
I. PrognosisPerjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala dapat menetap sampai masa remaja atau kehidupan dewasa, gejala dapat menghilang pada pubertas atauhiperaktivitas mungkin menghilang, tetapi penurunan rentang atensi dan masalah pengendalian impuls mungkin menetap.
Overeaktivitas biasanya merupakan gejala pertama yang menghilang, dan distraktibilitas adalah yang terakhir. Remisi kemungkinan tidak terjadi sebelum usia 12 tahun. Jika remisi memang terjadi , biasanya terjadi antara usia 12 dan 20 tahun. Remisi dapat disertai dengan masa remaja dan kehidupan dewasa yang produktif, huungan interpersonal yang memuaskan, dan relatif sedikit sekuele yang bermakna. Tetapi sebagian besar pasien dengan ADHDmengalami remisi parsial dan rentan terhadap gangguan kepribadian antisosial dan gangguan kepribadian lain dan gangguan mood.9
Pasien dengan ADHD memiliki risiko terkena gangguan bipolar dan skizofrenia namun risiko yang lebih tinggi terkena gangguan bipolar dibandingkan skizofrenia.9
Faktor genetik merupakan faktor risiko yang lebih dominan terjadinya ADHD disertai dengan gangguan bipolar dan ADHD disertai dengan skizofrenia dibandingkan dengan faktor lingkungan..
Hasil penelitian menggambarkan peningkatan risiko gangguan bipolar & skizofrenia pada kerabat dari kelompok probandus. Risiko antara saudara yg tidak sekandung lebih rendah daripada saudara sekandung tetapisamaantara saudara satu ayah maupun satu ibu.
Pada kira-kira 15-20 persen kasus,gejala ADHD menetap sampai masa dewasa. Mereka dengan gangguan mungkin menunjukan penurunkan hiperaktivitas tetapitetap imppulsif dan rentan terhadap kecelakaan. Walaupun pencapain pendidikan mereka lebih rendahdaripada orang tanpa ADHD,riwayat pekerjaan awal mereka tidak berbeda dari orang dengan pendidikanyang sama.6
Anak-anak dengan ADHD yang gejalanya menetap sampai masaremaja adalah berada dalam isiko tinggi untuk mengalami gangguan konduksi.. kira-kira 50% anakdengan gangguan konduksi akan berkembang dengan kepribadian antisosial di masa dewasanya. Anak-anak dengan ADHD dan konduksi juga berada dalam resiko mengalami gangguan berhuungan dengan zat.6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Gangguan defisit atensi/hiperaktifitas (attention-deficit/hyperactivity disorder-ADHD) adalah suatu keadan yang terdiri atas pola tidak menunjukkan atensi yang persisten dan/atau perilaku yang impulsive serta hiperaktif
2. Prevalensi ADHD secara global adalah sekitar 5,3 % terjadi pada anak dan 2,5 % terjadi pada dewasa
3. Belum ada penyebab pasti yang dapat dijadikan penyebab ADHD, namun terkait dengan faktor genetik, faktor neurokimiawi, faktor neurologis dan faktor psikososial.
4. Pilihan utama terapi farmakologis adalah golongan psikostimultan, yaitu metilfenidat. Selain itu, dapat pula diberikan golongan obat nonstimultan, seperti Atomoxetine.
5. Terapi psikososial yang dapat dilakukan berupa :
a. Pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD
b. Edukasi bagi orangtua dan guru
c. Modifikasi perilaku
d. Edukasi dan pelatihan pada guru
e. Dukungan kelompok dan keluarga
6. Perjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala dapat menetap sampai masa remaja atau kehidupan dewasa.
7. Pasien dengan ADHD memiliki risiko terkena gangguan bipolar dan skizofrenia namun risiko yang lebih tinggi terkena gangguan bipolar dibandingkan skizofrenia.9
8. Faktor genetik merupakan faktor risiko yang lebih dominan terjadinya ADHD disertai dengan gangguan bipolar dan ADHD disertai dengan skizofrenia dibandingkan dengan faktor lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Utama H. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta. Badan Penerbit FKUI: 2010
2. Kaplan & Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri klinis Edisi 2. Jakarta: EGC
4. 5. Rusmawati D, Dewi EK. 2011. Pengaruh Terapi Musik dan Gerak terhadap Penurunan Kesulitan Perilaku Siswa Sekolah Dasar dengan Gangguan ADHD. Semarang: Universitas Diponegoro.
6. Kaplan Hi, Sadock BJ and Grebb JA.2010. Sinopsis psikiatri. Jilid 2. Binarupa Aksara: Jakarta
7. Maslim R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ – III. Jakarta: FK Unika Atma Jaya
rahayu wiwit- Posts : 7
Reputation : 0
Join date : 26.11.15
Similar topics
» komorbiditas ADHD
» contoh posting referat
» TERAPI PSIKOSOSIAL ANAK DENGAN ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
» referat autism
» Referat Alzheimer
» contoh posting referat
» TERAPI PSIKOSOSIAL ANAK DENGAN ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
» referat autism
» Referat Alzheimer
:: Tugas dan Presentasi :: Referat
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik