Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Referat Gangguan Afektif Bipolar Episode Manik

Go down

Referat Gangguan Afektif Bipolar Episode Manik Empty Referat Gangguan Afektif Bipolar Episode Manik

Post by Selfianti Mon Feb 22, 2016 7:44 am

BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan afektif atau mood merupakan suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood yang meninggi (yaitu, mania) menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan meloncat-loncat, penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Pasien dengan mood terdepresi (yaitu, depresi) merasakan hilangnya energi-energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.  Tanda dan gejala gangguan afektif lainnya adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi vegetatif. Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan. (Elvira, 2010) (Kaplan, 1997)
Insiden gangguan afektif bipolar adalah 10/100.000 orang per tahun. Usia puncak onset adalah 15 sampai 19 tahun, diikuti dengan rentang usia 20 sampai 24 tahun. Sekitar 90% kasus menjadi jelas pada usia 30. Riwayat keluarga merupakan faktor risiko utama. Risiko gangguan bipolar meningkat sebesar 19% untuk keluarga tingkat pertama. Dari 4% sampai 24% dari orang dengan orangtua atau saudara yang terkena juga mengalami gangguan afektif bipolar. Seseorang dengan dua orang tua yang terkena memiliki kesempatan 75% untuk terkena gangguan ini. (Elsevier, 2012)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gangguan bipolar adalah suatu gangguan yang ditandai dengan perubahan mood antara rasa girang yang ekstrim dan depresi yang parah. Orang dengan gangguan bipolar (bipolar disorder) seperti mengendarai suatu roller coaster emosional, berayun dari satu ketinggi rasa girang ke kedalaman depresi tanpa adanya penyebab eksternal. (Sadock, 2010)

B. Epidemiologi
Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%. Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000 pasien. (NIMH, 2016) (Merck Manuals, 2016)
Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa. Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak - anak.  (DSM-IV-TR, 2000)

C. Berbagai Faktor Penyebab Gangguan Bipolar
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan bipolar episode manik saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri. Adapun faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
1. Faktor Genetik
Penelitian keluarga telah menemukan bahwa gangguan mood menurun pada generasi keluarga yang lebih jauh. Sebagai contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih kecil kemungkinannya dari pada sanak saudara derajat pertama. Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien Gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu orangtua dengan suatu Gangguan mood, paling sering Gangguan depresif berat. Jika satu orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 25 persen bahwa anaknya menderita suatu Gangguan mood. Jika kedua orangtua menderita Gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 50-75 persen anaknya menderita Gangguan mood.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara Gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) beresiko rendah menderita Gangguan bipolar. (Sadock, 2010) (NIMH, 2016)

2. Faktor Biologis
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar. (Sadock, 2010) (NIMH, 2016)

3. Faktor Lingkungan
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan.  Stress yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal. (Sadock, 2010) (NIMH, 2016)

4. Faktor Neurokimia Lain
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan Gangguan bipolar. Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin, noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, cathecol-ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT). Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat tiga penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan Gangguan bipolar dan hasilnya positif. (Sadock, 2010) (NIMH, 2016)

D. Pedoman Gangguan Afektif Episode Manik
F30 Episode Manik
Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal (yang pertama), termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal. Jikaada episode afektif (depresi, manik atau hipomanik) sebelumnya atau sesudahnya, termasuk gangguan afektif  bipolar. (F31). (Elvira, 2010) (PPDGJ III, 2001)

Pedoman diagnostik episode manik menurut DSM-IV:
a. Periode terpisah mood yang secara abnormal dan persisten meningkat, ekspansif, atau iritabel yang berlangsung hingga setidaknya 1 minggu (atau berapa pun lama waktunya jika memerlukan rawat inap).
b. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah ada (empat gejala jika mood hanya iritabel) dan signifikan:
1) Harga diri membumbung atau rasa kebesaran
2) Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa telah beristirahat setelah tidur hanya 3 jam)
3) Lebih banyak berbicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk terus berbicara
4) Flight of ideas atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya saling berlomba
5) Perhatian mudah teralih (perhatian terlalu mudah ditarik ke stimulus eksternal yang tidak penting dan tidak relevan)
6) Meningkatnya aktivitas yang berorientasi tujuan (baik secara sosial, di tempat kerja atau sekolah, maupun secara seksual) atau agitasi psikomotor
7) Keterlibatan yang berlebihan di dalam aktivitas yang menyenangkan dan berpotensi tinggi memiliki akibat menyakitkan (terlibat di dalam kegiatan berbelanja yang tidak bisa ditahan, tindakan seksual yang tidak bijaksana, atau investasi bisnis yang bodoh)
c. Gejala tidak memeuhi kriteria episode campuran.
d. Gangguan mood cukup berat hingga menyebabkan hendaya nyata fungsi pekerjaan maupun aktivitas atau hubungan sosial yang biasa dengan orang lain, atau memerlukan rawat inap untuk mencegah mencelakakan diri sendiri atau orang lain, atau terdapat ciri psikotik.
e. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung suatu zat (cth. Obat yang disalahgunakan, obat, atau terapi lain) atau kondisi medis umum (hipertiroidisme). (Sadock, 2010) (DSM-IV-TR, 2000)

F30.0  Hipomania
a. Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1),afek yang meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan melebihiapa yang digambarkan bagi siklotimia (F34.0), dan tidak disertai halusinasi atau waham.
Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kakacauan itu berat atau menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1 atau F30.2) harus ditegakkan. (PPDGJ III, 2001)
Pedoman diagnostik episode hipomania menurut DSM-IV:
a. Periode terpisah mood yang secara persisten meningkat, ekspansif, atau iritabel, berlangsung hingga setidaknya 4 hari.
b. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah ada (empat gejala jika mood hanya iritabel) dan signifikan:
1) Harga diri membumbung atau rasa kebesaran
2) Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa telah beristirahat setelah tidur hanya 3 jam)
3) Lebih banyak berbicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk terus berbicara
4) Flight of ideas atau pengalaman subjektif bahwa pikirannya saling berlomba
5) Perhatian mudah teralih (perhatian terlalu mudah ditarik ke stimulus eksternal yang tidak penting dan tidak relevan)
6) Meningkatnya aktivitas yang berorientasi tujuan (baik secara sosial, di tempat kerja atau sekolah, maupun secara seksual) atau agitasi psikomotor
7) Keterlibatan yang berlebihan di dalam aktivitas yang menyenangkan dan berpotensi tinggi memiliki akibat menyakitkan (terlibat di dalam kegiatan berbelanja yang tidak bisa ditahan, tindakan seksual yang tidak bijaksana, atau investasi bisnis yang bodoh)
c. Episode ini disertai perubahan jelas fungsi yang tidak khas pada orang tersebut ketika tidak bergejala.
d. Gangguan mood dan perubahan fungsi dapat diamati orang lain.
e. Episode ini tidak cukup berat untuk menimbulkan hendaya nyata fungsi pekerjaan dan sosial, atau memerlukan rawat inap, dan tanpa ciri psikotik.
f. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung suatu zat (cth. Obat yang disalahgunakan, obat, atau terapi lain) atau kondisi medis umum (hipertiroidisme). (Sadock, 2010) (DSM-IV-TR, 2000)

F30.1  Mania Tanpa Gejala Psikotik
a. Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu,dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dankebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ “grandiose ideas” dan terlalu optimistik. (PPDGJ III, 2001)



F30.2  Mania Dengan Gejala Psikotik
a. Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (mania tanpa gejala psikotik).
Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesarandapat berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of  grandeur), irritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut (mood congruent). (PPDGJ III, 2001)
F30.8  Episode Manik Lainnya
F30.9  Episode Manik YTT

E. Pedoman Diagnosis Gangguan Bipolar (DSM-IV-TR, 2000)
Berdasarkan DSM-IV, Gangguan bipolar digolongkan menjadi 4 kriteria:
• Gangguan bipolar I
Terdapat satu atau lebih episode manik. Episode depresi dan hipomanik tidak diperlukan untuk diagnosis tetapi episode tersebut sering terjadi.
• Gangguan bipolar II
Terdapat satu atau lebih episode hipomanik atau episode depresif mayor tanpa episode manik.
• Siklotimia
Adalah bentuk ringan dari Gangguan bipolar. Terdapat episode hipomania dan depresi yang ringan yang tidak memenuhi kriteria episode depresif mayor.
• Gangguan bipolar YTT
Gejala-gejala yang dialami penderita tidak memenuhi kriteria Gangguan bipolar I dan II. Gejala-gejala tersebut berlangsung tidak lama atau gejala terlalu sedikit sehingga tidak dapat didiagnosa Gangguan bipolar I dan II.

Gangguan Bipolar I
 Gangguan mood bipolar I, episode manik tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manik dan tidak ada riwayat depresi mayor sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapt diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medis umum.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, dan aspek fungsi penting lainnya.

 Gangguan mood bipolar I, episode manik sekarang ini
A. Saat ini dalam episode manik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik, depresi, atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan dan aspek fungsi penting lainnya.

 Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan waham, atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.
 Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau hendaya sosial, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

 Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguanwaham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna ataumenimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

 Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik, campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik ataucampuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagaiskizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapatdiklasifikasikan di tempat lain.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Ganggguan Mood Bipolar II
A. Adanya (riwayat) satu atau lebih episode depresif berat.
B. Adanya (riwayat) setidaknya satu episode hipomanik.
C. Sebelumnya ada setidaknya satu episode manik atau campuran.
D. Gejala mood kriteria A dan B sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan skizoafektif dan tidak tumpang tindih dengan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak tergolongkan.
E. Gejala secara klinis menimbulkan penderitaan yang bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.

Gangguan Siklotimia
A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling sedikit satu tahun.
B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-gejala padakriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran, selama dua tahun Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan manik atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II dengan Gangguan siklotimia dapat ditegakkan).
D. Gejala-gejala pada kriteria A bukan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.

F. Pedoman Diagnosis Gangguan Afektif Bipolar (PPDGJ III, 2001)
Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31):
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan
F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasanaperasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan energi dan aktivitas depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode, dan insidensi pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding dengan gangguan suasana perasaan (mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang ditemukan pasien yang menderita hanya episode mania yang berulang-ulang,dan karena pasien-pasien tersebut menyerupai (dalam riwayat keluarga, kepribadianpramorbid, usia onset, dan prognosis jangka panjang) pasien yang mempunyai juga episode depresi sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai bipolar.

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik (F30.1)
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau
 


F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik (F30.2)  
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik ataucampuran di masa lampau.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat gejala mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulanterakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

G. Penatalaksanaan Gangguan Bipolar
1. Penentuan Kegawatdaruratan (Sadock, 2010)
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.
 Rawat Inap
a. Berbahaya untuk diri sendiri
Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.
b. Berbahaya bagi orang lain
Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.
c. Hendaya Berat
Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat berbahaya dan tidak menyembuhkannya.
d. Kondisi medis yang harus dimonitor
Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

 Rawat inap parsial atau program perawatan sehari
Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil. Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu berada dirumah setiap malam dan harus peduli terhadap penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.

 Rawat jalan
Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.
a. Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya.
Stressor ini dapat berasal dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong penderita menjadi depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.
b. Memonitor dan mendukung pemberian obat.
Pengobatan membuat perubahan yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan pengobatan.
c. Membangun sekumpulan orang yang peduli.
Hal ini merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahankan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat.
d. Edukasi.
Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa. Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.

2. Farmakoterapi (Sadock, 2010)
Pasien dengan gangguan bipolar membutuhkan dorongan untuk mencari dan mempertahankan pengobatan dan tindak lanjutnya dengan segala keterbatasannya lithium merupakan pengobatan untuk gangguan bipolar yang telah lama digunakan meskipun banyak obat-obat generasi baru yang ditemukan, namun efektifitas pencegahan bunuh diri masih belum jelas.
Antipsikotik mulai digunakan sebagai antimanik sejak tahun 1950-an. Antipsikotik lebih baik daripada lithium pada penderita bipolar dengan agitasi psikomotor. Perhatian ekstra harus dilakukan bila hendak merencanakan pemberian antipsikotik jangka panjang terutama generasi pertama (golongan tipikal) sebab dapat menimbulkan beberapa efek samping seperti ekstrapiramidal, neuroleptik malignant syndrome, dan tardive dyskinesia.
Valproat menjadi pilihan ketika penderita bipolar tidak memberi respon terhadap lithium. Bahkan valproat mulai menggeser dominasi lithium sebagai regimen lini pertama. Salah satu kelebihan valproat adalah memberikan respon yang baik pada kelompok rapid cycler. Penderita bipolar digolongkan rapid cycler bila dalam 1 tahun mengalami 4 atau lebih episode manik atau depresi. Efek terapeutik tercapai pada kadar optimal dalam darah yaitu 60-90 mg/L. Efek samping dapat timbul ketika kadar melebihi 125 mg/L, di antaranya mual, berat badan meningkat,gangguan fungsi hati, tremor, sedasi, dan rambut rontok. Dosis akselerasi valproat yang dianjurkan adalah loading dose 30 mg/kg pada 2 hari pertama dilanjutkan dengan 20 mg/kg pada 7 hari selanjutnya.
Pencarian obat alternatif terus diupayakan. Salah satunya adalah lamotrigine. Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati epilepsi. Beberapa studi acak, buta ganda telah menyimpulkan, lamotrigine efektif sebagai terapi akut pada gangguan bipolar episode kini depresi dan kelompok rapid cycler. Sayangnya, lamotrigine kurang baik pada episode manik.
Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Bila putus, fase normal akan memendek sehingga kekambuhan semakin sering. Adanya fase normal pada gangguan bipolar sering mengakibatkan buruknya compliance untuk berobat karena dikira sudah sembuh. Oleh karena itu, edukasi sangat penting agar penderita dapat ditangani lebih dini.

OBAT ANTI MANIA (Maslim, 2007)
KLASIFIKASI OBAT ANTI MANIA
 Mania Akut
Carbamazepine
Valproic Acid
Divalproex
 Profilaksis Mania
Lithium Carbonate


Indikasi Penggunaan
Sindrom Mania
- Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu hamper setiap hari terdapat keadaan afek (mood, suasana perasaan) yang meningkat, ekpresi atau iritabel
- Gejala Tambahan plaing sedikit 4 dari di bawah ini :
• Peningkatan aktivitas
• Lebih banyak berbicara dari lazimnnya
• Lompat gagasan (flight of ideas)
• Rasa harga diri melambung
• Kurang kebutuhan tidur
• Mudah teralih perhatian
• Keterlibatan berlebihan dgn aktivitas- aktivitas yg kemngkinan beresiko tggi, tgkh laku seksual terbuka
• Hendaya dlm kehidupan seharian

Mekanisme Kerja
 Hipotesis : Disebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam celah sinaps neuron, khususnya pd sistem limbik, yg berdampak terhadap “dopamine receptor supersensitivity”
Lithium carbonate
Obat pilihan utama, meredakan Sindrom Mania Akut atau Profilaksis thdp serangan Sindrom Mania yang kambuhan pd Gangguan Afektif Bipolar.2,9
Efek Anti Mania :
 Mengurangi “dopamin receptor supersentivity”
 Meningkatkan “cholinergic- muscarinic activity”
 Menghambat “Cyclic AMP & phosphoinositides”
Gejala Intoksikasi (kadar serum lithium > 1,5 mEq/ L)
• Gejala Dini : muntah, diare, tremor kasar, mngantuk, konsentrasi pikira menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas dan gaya berjalan tidak stabil
• Gejala memberat: kesadaran menurun smpai koma dengan hipertoni otot dan kedutan, oliguria dan kejang
• Penting sekali monitor kadar lithium dalam darah (mEq/L)
Faktor Predisposisi terjadinya intoksikasi Lithium :
 Demam (keringat berlebihan)
 Diet rendah garam (pasien dengan hipertensi)
 Diare dan muntah- muntah
 Diet utk menurunkan berat badan
 Pemakaian bersama diuretika, anti rematika dan NSAID
Tindakan untuk mengurangi intoksikasi Lithium :
 Mengurangi factor predisposisi
 Forced dieresis dengan Garam Fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan IV sebanyak 10 cc 1 ampul bila perlu hemodialisis
Tindakan pencegahan intoksikasi Lithium dengan edukasi tentang actor predisposisi, minum secukupnya sekitar 2500cc perhari, bila berkeringat dan dieresis banyak harus diimbangi minum lebih banyak, mengenal gejala dini intoksikasi, kontol rutin kadar serum Lithium.9
Obat-obat yang digunakan untuk terapi gangguan bipolar antara lain:
1. Litium
Indikasi: Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi rumatan GB.
Dosis: Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari.Dosis awal yaitu 20mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.


2. Valproat
Indikasi: Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut,terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.
Dosis: Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar antara 45 -125 ug/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50 ug/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 ± 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125ug/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 ug/mL.
Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum 100ug/mL.

3. Lamotrigin
Indikasi: Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. Dosis: Berkisar antara 50-200 mg/hari.

ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL (Maslim, 2007)
1. Risperidon
Indikasi: Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan.
Dosis: Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 6-8 mg/hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Iran, kombinasi risperidon dengan sodium valproat efektif untuk mengobati episode manik. (Moosavi et al, 2014)
Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yangdianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.

2. Olanzapin
Indikasi: Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.
Dosis: Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.

3. Quetiapin
Indikasi: Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran,siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
Dosis: Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg,100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.

4. Aripiprazol
Indikasi: Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.
Dosis: Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.
3. Psikoterapi (Sadock, 2010) (Soreff, 2016)
Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah satu pendekatan psikoterapi dibandingkan yang lain dalam terapi gangguan mood. Terapi keluarga diperlukan untuk mengajarkan keluarga tentang gangguan mood serius yang dapat terjadi pada anggota keluarga saat terjadinya stress keluarga yang berat. Pada beberapa program terapi, modeling dan permainan peran dapat membantu menegakkan keterampilan memecahkan masalah yang baik. Psikoterapi adalah pilihan utama dalam pengobatan gangguan afektif episode manik.
Beberapa jenis psikoterapi yaitu:
a. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan bipolar untuk mengubah pola pikir dan perilaku negative.
b. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan masalah.
c. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan bipolar meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur aktivitas harian mereka.
d. Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai penyakit yang mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi ini membantu penderita mengenali gejala awal dari episode baik manik maupun depresi sehingga mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin.

H. Prognosis (Sadock, 2010)
Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk. Didalam 2 tahun pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasienmengalami serangan manik lain.
Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi gejalanyadengan lithium. 7% pasien ini, gejala tidak terulang. 45% Persen pasienmengalami lebih dari sekali kekambuhan dan lebih dari 40% mempunyaisuatu gejala yang menetap.
Faktor yang memperburuk prognosis:
• Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan
• Disertai dengan penyalahgunaan alkohol
• Disertai dengan gejala psikotik
• Gejala depresi lebih menonjol
• Jenis kelamin laki-laki
Prognosis lebih baik bila:
• Masih dalam episode manik
• Usia lanjut
• Sedikit pemikiran bunuh diri
• Tanpa atau minimal gejala psikotik
• Sedikit masalah kesehatan medis.















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan bipolar episode manik merupakan gangguan perasaan yang berhubungan dengan kepercayaan diri yang terlalu tinggi, banyak bicara, kebutuhan tidur yang kurang, minat berlebih terhadap suatu kesenangan yang berlebihan dengan akhir menyakitkan si pasien, fokus mudah teralih dan aktivitas yang meningkat serta pikiran yang melompat-lompat dan tidak konsisten. Gejala harus timbul setiap hari sekurang-kurangnya 1 minggu bisa dengan didahului episode hipomanik atau depresi sebelumnya maupun tidak.
Pengobatan dari episode manik ini sangat berhubungan dengan mood stabilizer seperti litium, karbamazepin, asam valproat, sodium bivalproat dan lamotrigin. Untuk ibu hamil lebih efektif dan aman adalah karbamazepin. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikotik atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut. Kombinasi antipsikotik atipikal dengan mood stabilizer efektif untuk mengobati episode manik baik tunggal maupun dengan gejala psikotik. Selanjutnya, terapi pemeliharaan dan pencegahan juga harus diberikan. Intervensi psikoterapi yang dapat dilakukan, antara lain terapi perilaku-kognitif (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, dan psikoedukasi. Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I atau episode manik ini lebih buruk daripada penderita dengan depresi berat.

B. Saran
1. Pentingnya wawancara dan pemeriksaan psikiatri untuk menegakkan diagnosis gangguan bipolar episode manic untuk mengetahui adanya hendaya yang dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien.
2. Pengobatan episode manic yaitu jangka panjang. Hampir seluruh pasien tidak patuh minum obat sehingga dibutuhkan peran keluarga dalam pengawasan tersebut.
DAFTAR PUSTAK A

Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2001.
Elsevier, 2012. Bipolar Disorder. American Journal
lvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Edisi Ketujuh. Jilid Dua. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.
Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta: FK Unika Atma Jaya; 2007.
Merck Manuals: The Merck Manual for Healthcare Professionals. Bipolar 2016.
Mood disorders. In: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders DSM-IV-TR. 4th ed. Arlington, Va.: American Psychiatric Association; 2000
Moosavi SM, Ahmadi M, Monajemi MB. Risperidone versus risperidoneplus sodium valproat for treatment of bipolar disorder, double-blind, clinical-trial. 2014
National Institute of Mental Health. Bipolar disorder. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan dan sadock Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta: Penerit Buku EGC; 2010.
Soreff S. Bipolar affective disorder. 2012

Selfianti

Posts : 3
Reputation : 0
Join date : 20.02.16

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik