Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR EPISODE KINI MANIK DENGAN GEJALA PSIKOTIK

Go down

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR  EPISODE KINI MANIK DENGAN GEJALA PSIKOTIK Empty GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR EPISODE KINI MANIK DENGAN GEJALA PSIKOTIK

Post by Arsy Prestica Rosadi Sun Nov 29, 2015 3:11 pm

Laporan Kasus

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
EPISODE KINI MANIK DENGAN GEJALA PSIKOTIK


Oleh
Arsy Prestica Rosadi
H1A010032

Pembimbing
dr. Lucy Marturia Bangun, SpKJ


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PSIKIATRI
RSKJ SOEPRAPTO BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NA
Usia : 14 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
Agama : Islam
Pendidikan : SMP kelas 8
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. xxxxxxxxxxxxxxxxx Bengkulu
No RM : xxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Tanggal Pemeriksaan : 22 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB

II. Riwayat Psikiatri
A. Keluhan Utama
Bicara kacau, gelisah dan tidak tidur sejak + 3 hari yang lalu

B. Riwayat Gangguan Sekarang
Heteroanamnesis
Diperoleh dari ibu kandung pasien, Ny. TS, berusia 38 tahun, bekerja sebagai PNS yang tinggal serumah dengan pasien dari pasien lahir hingga sekarang. Menurut Ny TS, anaknya seorang yang pendiam dan pemalu. Pasien tidak suka bercerita tentang pengalamannya di sekolah, Ny TS mengatakan anaknya mengalami perubahan perilaku sejak ± 3 minggu sebelum pasien datang ke poli RSKJ Soeprapto. Pasien terlihat sangat bersemangat dan ia mengatakan bahwa banyak teman laki-lakinya yang menyukainya, sehingga banyak teman wanitanya yang iri. Guru pasien di sekolah melaporkan kepada ibunya bahwa pasien menjadi anak yang pemberani dan banyak berbicara. Ia pernah mengoreksi gurunya di depan kelas yang menurutnya salah.
2 minggu sebelum pasien datang ke poli RSKJ Soeprapto, pasien terlihat banyak belajar. Ia membaca buku hingga tidak tidur. Pasien beralasan ia melakukan hal ini karena ingin menjadi juara. I minggu sebelum pasien datang ke poli RSKJ Soeprapto, pasien berkelahi dengan seorang teman wanitanya di sekolah. Pasien merasa teman wanitanya ini tidak senang dengannya dan sering mengejeknya.
3 hari sebelum pasien datang ke poli RSKJ Soeprapto, pasien terlihat gelisah, banyak bicara namun bicaranya kacau. Ia mengatakan bahwa tetangganya tidak menyukai keluarganya dan berniat jahat terhadap keluarganya. Pasien juga tidak tidur selama 3 hari terakhir. Kadang-kadang pasien merasa ketakutan karena menurut pasien banyak pocong di rumahnya.

Autoanamnesis
Pasien mengaku bernama NA berusia 14 tahun dan saat ini masih bersekolah kelas 8 SMP. Saat ditanya apa yang dirasakannya saat ini, pasien menjawab bahwa ia merasa sedih, bingung dan ketakutan. Ia merasa sedih karena ia tidak diperbolehkan ibunya untuk bersekolah di SMP islam. Ia juga sedih karena ibunya tidak pernah menegurnya saat ia tidak sholat. Pasien juga merasa ketakutan karena di rumahnya banyak pocongnya.
Pasien bercerita bahwa tetangganya jahat dan terlibat G 30 S PKI. Menurut pasien, tetangganya tersebut berniat ingin mencelakakan keluarganya. Pasien juga menceritakan bahwa teman wanitanya disekolah banyak yang iri dengan dirinya karena banyak teman laki-lakinya yang menyukainya. Pasien juga mengakui ia bertengkar dengan seorang teman wanitanya karena menurutnya teman wanitanya tersebut sering mengejeknya dan iri padanya. Pasien juga terganggu karena mendengar suara berisik ditelinganya. Terkadang suara-suara tersebut mengomentari dirinya dan mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang berhati mulia namun tidak mampu berbuat apa-apa. Menurut pasien, ia tidak bisa melakukan kebaikkan karena ada kekuatan yang mengunci dirinya. Pasien merasa bingung terhadap dirinya sendiri. Ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.
Pasien menceritakan keluhannya sambil menangis dan sesekali marah-marah sesuai dengan isi ceritanya.    

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah ada gangguan psikiatri sebelumnya, pasien belum pernah berobat ke psikiater maupun berobat dengan ustad untuk dirukiah.
2. Riwayat Gangguan Medik
Pasien tidak ada riwayat gangguan medis, dan pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Riwayat mengkonsumsi alkohol, rokok, dan narkoba tidak ada.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat pranatal
Pasien lahir cukup bulan dengan persalinan normal ditolong bidan dirumah. Selama kehamilan dan kelahiran tidak ada masalah, ibu pasien sering mengontrol kehamilannnya dengan bidan di posyandu.
b. Riwayat masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita normal. Pasien minum ASI sejak 0 bulan sampai usia 1 tahun didampingi dengan susu formula. Saat bayi hingga balita pasien diasuh oleh ibunya dan saat ibunya bekerja pasien dititip di rumah neneknya.
c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini normal. Prestasi pasien di Tk dan Sekolah Dasar biasa saja, ia tidak pernah mendapat peringkat 3 besar di kelas namun selalu naik kelas. Pasien merupakan anak yang pendiam, tidak banyak berbicara, jarang bermain keluar rumah. Namun pasien tetap memiliki beberapa teman sebaya yang tinggal disekitar rumahnya
d. Riwayat masa remaja
Pasien tetap berkembang menjadi gadis yang pendiam dan pemalu. Akhir-akhir ini, pasien meenjadi giat belajar karena pasien percaya diri jika ia lebih dari orang lain dan bisa menjadi juara kelas. Pasien memiliki seorang teman dekat disekolah, pasien dalam bergaul memilih- milih teman. Kegiatan pasien sehari- hari pasien belajar, membaca novel serta membantu pekerjaan rumah. Pasien juga tidak mempunyai pacar atau teman laki-laki.
e. Riwayat pendidikan
Pasien sekolah SD dan SMP. Awalnya pasien ingin bersekolah di sekolah islam namun ibunya melarang karena pulangnya terlalu sore dan khawatir nanti pasien terlalu letih.
f. Riwayat pekerjaan: tidak ada
g. Riwayat pernikahan
Pasien belum menikah dan belum memiliki anak
h. Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam dan rajin beribadah, pasien sering sholat tetapi tidak tepat waktu.
i. Riwayat Psikoseksual
Pasien belum pernah menikah. Pasien belum pernah pacaran hingga sekarang. Saat ini pasien merasa dirinya banyak ditaksir oleh teman laki-lakinya di kelas. Pasien juga naksir dengan salah seorang teman laki-lakinya namun pasien malu-malu menceritakannya.
j. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum
k. Aktivitas sosial
Pasien jarang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tetangga. Pasien jarang keluar rumah. Pasien hanya tersenyum jika ada tetangga yang menegurnya saat ia menyapu teras rumah. Namun pasien memiliki beberapa teman sebaya yang tinggal di sekitar rumahnya. Terkadang teman-temanya tersebut main ke rumahnya.

E. Riwayat Keluarga
Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien memiliki 1 kakak laki-laki. Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan kakak laki-lakinya di rumah. Hubungan pasien dengan dengan ayah dan kakakya cukup baik. Namun pasien tidak suka bercerita tentang kehidupan pribadinya dengan ayah, ibu maupun kakaknya.
Genogram







Keterangan :

 Pasien

 Laki- laki

 Perempuan

     Menikah
                               
F. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien sekarang tinggal bersama ayah, ibu dan kakak laki-lakinya. Keluarga  pasien cukup terrbuka dan mendukung kesembuhan pasien dengan berkomitmen untuk selalu mendampingi pasien dan mengingatkan pasien untuk rutin minum obat dan kontrol bila obat habis.

G. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya dan Lingkungannya
Pasien sadar bahwa dirinya sakit dan perlu pengobatan sehingga ia mau diajak pergi ke Poli RSKJ Soeprapto Bengkulu untuk berobat. Setelah 2 minggu pengobatan, pasien merasa dirinya lebih baik, ia bisa mengontrol emosinya, beribadah tepat waktu dan pocong-pocong di rumahnya sudah berkurang. Pasien berobat atas anjuran dari ibunya, namun pasien berkomitmen minum obat sesuai anjuran dokter dan bila obat habis pasien mau kontrol secara teratur.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Perempuan berusia 14 tahun, paras sesuai umur dengan postur tubuh yang astenikus (kurus), kesan gizi pasien cukup. Rambut pasien panjang dikuncir, dengan poni yang dipotong pendek. Kuku pasien bersih dipotong, tidak menggunakan kutex. Pasien tampak tenang, namun  sesekali tampak bingung.
2. Kesadaran
Kompos mentis, secara kualitas berubah
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.
4. Pembicaraan
Pasien dapat menjawab pertanyaan, namun kadang-kadang jawaban pasien tidak nyambung dengan pertanyaan pemeriksa. Pasien  bercerita dengan spontan tetapi kadang-kadang melamun tampak agak kebingungan, volume bicara terkadang kuat tetapi kadang lemah, intonasi pasien berbicara agak cepat, pengucapan kata jelas dan pembicaraan dapat dimengerti. Tidak ada hendaya berbahasa
5. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien cukup kooperatif, namun terkadang pasien bersikap kurang sopan terhadap pemeriksa. Kontak mata cukup adekuat.
Keadaan Afektif
1. Mood : ekspansif
2. Afek : campuran  
3. Keserasian   : serasi

B. Gangguan Persepsi
- Halusinasi auditorik ada  pasien mendengar suara- suara yang mengganggunya, mengomentarinya dan kadang-kadang menyuruhnya berbuat baik.
- Halusinasi visual ada, pasien melihat dirumahnya ada pocong.
- Ilusi tidak ada

C. Proses Pikir
1. Bentuk pikir : non realistik
2. Arus pikir : flight of idea, logorea
3. Isi pikiran : Waham kontrol (+), pasien merasa bahwa pikirannya dikontrol oleh suara bisikan yang terus mengganggunya hingga sekarang; Waham curiga, pasien bercerita bahwa tetangga jahat; Waham kebesaran, pasien merasa dirinya orang yang baik dan berhati mulia.

D. Fungsi Intelektual / Kognitif
1. Orientasi
• Waktu : Baik, pasien mengetahui wawancara dilakukan pada pagi hari.
• Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada di RSKJ Bengkulu
• Orang : Baik, pasien mengetahui ibunya, dokter dan perawat yang ada di ruang pemeriksaan
2. Taraf pendidikan dan daya konsentrasi
• Taraf pendidikan
Pasien masih bersekolah di kelas 8 SMP, saat ini sedang izin sekolah. Pasien sudah izin sekolah selama 2 minggu
• Daya konsentrasi
Daya konsentrasi pasien kurang, pasien terlihat agak lama mengulangi 3 benda yang disebutkan pemeriksa yakni baju, sepatu dan tas sekolah.
• Situasi: Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan  wawancara.
3. Daya Ingat
• Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat dimana pasien bersekolah TK
• Daya ingat jangka menengah
Baik, pasien dapat mengingat dimana ia bersekolah SD
• Daya ingat jangka pendek
Baik, pasien dapat mengingat makan apa tadi pagi
• Daya ingat segera
Baik, pasien dapat mengingat nama pemeriksa  dan dapat mengulang 6 angka yang disebutkan oleh pemeriksa
• Akibat hendaya daya ingat pasien
Tidak terdapat hendaya daya ingat pada pasien saat ini.
6. Kemampuan baca tulis: baik
7. Kemampuan visuospatial: baik
8. Berpikir abstrak: baik, pasien dapat menjelaskan persamaan apel dan pir
9. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat melakukan perawatan diri sehari- hari secara mandiri seperti mandi, makan, minum, dan melakukan pekerjaan rumah sendiri.

E. Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien terganggu. Uji daya nilai realitas pasien terganggu.

F. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien terganggu, selama wawancara pasien tidak dapat mengontrol emosinya, kadang-kadang pasien marah dan menangis)

G. Tilikan
Tilikan saat pertama kali wawancara: Tilikan derajat 1
Tilikan setelah 2 minggu pengobatan: Tilikan derajat 4 karena pasien menyadari bahwa dirinya sakit tetapi tidak mengetahui penyebab mengapa ia sakit.

H. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur mengenai peristiwa yang terjadi, dan di cross check juga dengan keterangan dari ibu pasien yang menceritakan kejadian yang serupa.

IV. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
• KU : Tampak Sehat
• Sensorium : CM   (GCS: E4 V5 M6)
Vital Sign
• TD : 110/70 mmHg
• Nadi : 72 x/menit
• RR : 20 x/menit
b. Status Internus
Kepala Normocephali, rambut tidak mudah dicabut, pertumbuhan rambut merata, dan warna rambut hitam.
Mata Sklera ikterik -/-, conjungtiva palpebra anemis -/-, edema palpebra -/-
Hidung deformitas (-), tidak ada sekret.
Telinga deformitas (-), liang lapang, pengeluaran sekret (-).
Mulut bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher Dalam batas normal
Thorax Tidak terdapat scar, simetris kiri dan kanan
Paru I Pernapasan Statis-Dinamis kiri = kanan.
P Tidak dilakukan
P Dalam batas normal
A Dalam batas normal
Jantung I iktus kordis tidak  terlihat
P Tidak dilakukan
P Tidak dilakukan
A Bunyi jantung normal
Abdomen I Datar, tampak benjolan (-)
A Bising usus (+)
P Timpani (+) di seluruh regio abdomen
P Nyeri tekan di reg epigastrium
Ektrimitas Pitting edema (-/-) pada ekstrimitas, akral teraba hangat.

c. Status Neurologis
i. Saraf motorik : dalam batas normal
ii. Sensibilitas : dalam batas normal
iii. Susunan saraf vegetatif : dalam batas normal
iv. Fungsi luhur : dalam batas normal

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT
- Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang
- disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah rutin

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
 Perempuan 14 tahun, seorang pelajar
 Menurut ibunya, pasien adalah seorang anak yang pendiam dan pemalu.
 Pasien mengalami perubahan tingkah laku menjadi bersemangat dan banyak bicara ± 3 minggu sebelum datang ke poli RSKJ Bengkulu.
 Pasien cukup kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan kadang-kadang kurang nyambung dengan pertanyaan pemeriksa.
 Mood: ekspansif, afek: campuran, keserasian: serasi
 Gangguan persepsi: halusinasi audiotorik, halusinasi visual
 Gangguan pikir:
 Bentuk pikir : non realistik
 Arus pikir : flight of idea, logorea
 Isi pikiran : Waham kontrol, waham curiga, waham kebesaran

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK
 Dari hasil wawancara, tidak ditemukan kelainan fisik yang berhubungan dengan gejala-gejala psikiatrik yang dialami pasien, seperti riwayat trauma atau gangguan otak.  Dengan demikian, diagnosis  gangguan mental organik (F0) dapat disingkirkan.
 Tidak ditemukan riwayat konsumsi alkohol, merokok dan zat psikoaktif. Dengan demikian, diagnosis gangguan mental akibat penggunaan zat (F1) dapat disingkirkan.
 Pada pasien, perubahan tingkah laku baru dialami ± 3 minggu sebelum konsultasi ke poli RSKJ Bengkulu. Pasien menjadi bersemangat, banyak berbicara, lebih pemberani, merasa dirinya banyak ditaksir teman laki-lakinya, lebih giat belajar (terus-terusan membaca buku), tidak bisa tidur. Dari pemeriksaan status mental, didapatkan mood pasien ekspansif. Hal ini sesuai dengan Pedoman Diagnostik Mania DSM IV:
a. Mood elasi, ekspansif atau iritabel yg menetap, secara abnormal, selama periode tertentu, berlangsung paling sedikit 1 minggu (atau kurang 1 minggu jika dirawat inap.
b. Selama gangguan mood, terdapat tiga atau lebih gangguan berikut:
1. Meningkatnya kepercayaan diri
2. Berkurangnya kebutuhan tidur
3. Banyak bicara
4. Loncat gagasan
5. Distraktibilitas/ perhatian mudah teralih
6. Meningkatnya aktivitas atau agitasi psikomotor
7. Keterlibatan berlebih dlm aktivitas yg berpotensi merugikan
 Pada pasien ditemukan gejela depresi yang tidak terlalu menonjol. Dari hasil Autoanamnesis pasien merasa sedih karena ibunya tidak menegurnya saat ia tidak sholat. Dari hasil Heteroanamnesis diketahui bahwa dulu psien berkeinginan untuk sekolah di SMP islam namun ibunya tidak menyetujui.
 Dari hasil Anamnesis dan Pemeriksaan status mental didapatkan gejala Psikotik pada pasien, yakni:
 Gangguan persepsi: halusinasi audiotorik, halusinasi visual
 Gangguan pikir:
 Bentuk pikir : non realistik
 Arus pikir : flight of idea, logorea
 Isi pikiran : Waham kontrol, waham curiga, waham kebesaran
 Jadi berdasarkan PPDGJ III, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis:
Gangguan Afektif bipolar episode kini manik dengan gejala psikotik
Atau berdasarkan DSM IV, diagnosis pasien ini adalah Gangguan Bipolar I.
 Dipikirkan diagnostik banding Skizoafektif karena pada pasien terdapat gejala psikotik berupa delusion of control atau waham kontrol, waham curiga, waham kebesaran, gangguan persepsi berupa halusinasi visual dan audiotorik disertai gangguan mood berupa manik. Namun, gejala ini belum berlangsung dan menetap selama 1 bulan sehingga diagnostik skizoafektif belum bisa ditegakkan.

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
• Aksis I
F 31.2 Gangguan Afektif bipolar episode kini manik dengan gejala psikotik
Dd/ F 25.0 Skizoafektif tipe manic.
• Aksis II
• Tidak ada
• Ciri kepribadian: intropert
• Aksis III
Tidak ada
• Aksis IV
Masalah psikososial (Pasien Ingin bersekolah di SMP islam)
• Aksis V
GAF scale 40-31: beberapa disabilitas dalam hubungan komunikasi dan realitas. Disabilitas berat dalam beberapa fungsi.
VII. PROGNOSIS
Menurut Kaplan dan Sadock, 2010 dalam textbook Sinopsis Psikiatri terdapat beberapa factor yang menentukan prognosis pasien bipolar I, yakni:
1. Faktor yang memberikan pengaruh baik pada gangguan bipolar I:
a. Durasi episode manik yang singkat
b. usia onset yang lanjut
c. sedikit masalah psikiatrik
d. sedikit masalah medis
e. sedikit pikiran bunuh diri
2. Faktor yang memberikan pengaruh buruk pada gangguan bipolar I :
a. Status pekerjaan pramorbid yang buruk
b. Ketergantungan alkohol
c. Ciri psikotik
d. Ciri depresif
e. Jenis kelamin laki-laki
f.  usia onset yang awal

Pada pasien ini, faktor yang menentukan prognosis pasien adalah:
1. Faktor yang memberikan pengaruh baik pada gangguan bipolar I:
a. Durasi episode manik yang singkat
b. Sedikit masalah psikiatrik
c. Sedikit masalah medis
d. Tidak ada pikiran bunuh diri
e. Status pekerjaan pramorbid yang cukup baik
f. Tidak ada ketergantungan alkohol
g. Jenis kelamin perempuan.
2. Faktor yang memberikan pengaruh buruk pada gangguan bipolar I :
a. Ciri psikotik
b. Ciri depresif
c. usia onset yang awal
Jadi, kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara diatas sebagai berikut :
• Quo Ad Vitam        : Ad bonam
• Quo Ad Functionam : Ad bonam
• Quo Ad Sanationam : Dubia Ad malam

VIII. Terapi
• Rawat inap: pasien menolak
• Psikofarmaka
o Risperidone tablet 2 x 1 mg
o Sertralin tablet 2 x 25 mg (pagi)
• Psikoterapi & Edukasi
Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan terapi kognitif-perilaku.
Edukasi
o Menyarankan kepada keluarga tentang pentingnya dukungan dari pasien, jangan terlalu membatasi aktivitas pasien, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor.
o Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi
Menurut Diagnostik and Statiscal Manual of Mental Disorder edisi keepat (DSM IV), gangguan Bipolar I adalah gangguan pada pasien dengan episode manik dan depresif atau pasien dengan episode manik saja. Gangguan bipolar II ditandai oleh adanya episode depresif berat yang berganti-ganti dengan episode hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.

b. Etiopatofisiologi
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 25% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 50% sampai 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 8-18 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (50%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 5-25%.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 5,11, dan X Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin.

c. Neurotransmiter Pada Gangguan Bipolar
Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, dan GABA. GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan hiperaktivitas dan agresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia. Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang memblok reseptor dopamin yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania, seperti juga pada skizofrenia.
1) Monoamin dan Depresi
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi. Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE  dan  serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.
2) Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi. Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan. Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi

d. Epidemiologi
Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 2%. Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Gangguan pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa. Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anak- anak.

e. Gambaran Klinis
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar I yaitu, episode depresi dan episode mania.
Episode manik:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang meninggi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:
1. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
2. Berkurangnya kebutuhan tidur
3. Cepat dan banyaknya pembicaraan
4. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
5. Perhatian mudah teralih
6. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
7. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang matang)
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi.
Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panik, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan.
Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu:
• Halusinasi (auditorik, visual,atau bentuk sensasi lainnya)
• Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian sosial pramorbid yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat berupa episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode manik.
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh episode hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala- gejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial.
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak. Tanda manik lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga meracau), dan biasanya disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.

f. Diagnosis Dan Klasifikasi
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi. DSM IV membagi gangguan bipolar I menjadi:
1. Gangguan bipolar I, episode manik tunggal
Pasien harus hanya mengalami satu episode manik dan tidak ada episode depresif berat sebelumnya.
2. Gangguan bipolar I, rekuren
Episode dianggap terpisah jika dipisahkan oleh sekurangnya dua bulan tanpa gejala penting mania atau hipomania. Diagnostik bipolar I rekuren didasarkan pada gejala episode yang paling akhir, yakni:
a. Gangguan bipolar I, episode paling akhir hipomanik
b. Gangguan bipolar I, episode paling akhir manik
c. Gangguan bipolar I, episode paling akhir campuran.
d. Gangguan bipolar I, episode paling akhir depresi
e. Gangguan bipolar I, episode paling akhir tidak ditentukan
PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.
Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan

F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode, dan insidensi pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding dengan gangguan suasana perasaan (mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang ditemukan pasien yang menderita hanya episode mania yang berulang-ulang, dan karena pasien-pasien tersebut menyerupai (dalam riwayat keluarga, kepribadian pramorbid, usia onset, dan prognosis jangka panjang) pasien yang mempunyai juga episode depresi sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai bipolar.
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik (F30.1) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik (F30.2) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala somatic dalam episode depresif yang sedang berlangsung.
F31.30 Tanpa gejala somatik
F31.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afeknya.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Pedoman diagnostic
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanikdan depresif yangtercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
g. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi

1) Litium
Garam Lithium (carbonate) merupakan antidepresan yang dianjurkan untuk gangguan depresi bipolar (terdapatnya episode depresi dan mania) dan penderita gangguan depresi. Lithium tidak bersifat sedative, depresan ataupun eforian, inilah yang membedakannya dari antidepresan lain.
Mekanis aksi lithium mengendalikan alam perasaan belum diketahui, diduga akibat efeknya sebagai membrana biologi. Sifat khas ion lithium dengan ukuran yang amat kecil tersebar melalui membrana biologik, berbeda dari ion Na dan K. Ion lithium menggantikan ion Na mendukung aksi potensial tunggal di sel saraf dan melestarikan membrana potensial itu. Masih belum jelas betul makna interaksi antara lithium (dengan konsentrasi 1 mEq per liter) dan transportasi monovalent atau divalent kation oleh sel saraf.  Aksi lithium disusunan saraf pusat dispekulasikan merubah distribusi ion di dalam sel susunan saraf pusat, perhatian terpusat pada efek konsentrasi ionnya yang rendah dalam metabolisme biogenik amin yang berperanan utama dalam patofisiologi gangguan alam perasaan.
Indikasi:
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi  rumatan GB.
Dosis:
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis hingga  mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari.Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
2) Valproat.
Valproat menjadi pilihan ketika penderita bipolar tidak memberi respon terhadap lithium. Bahkan valproat mulai menggeser dominasi lithium sebagai regimen lini pertama. Salah satu kelebihan valproat adalah memberikan respon yang baik pada kelompok rapid cycler. Penderita bipolar digolongkan rapid cycler bila dalam 1 tahun mengalami 4 atau lebih episode manik atau depresi.
Efek terapeutik tercapai pada kadar optimal dalam darah yaitu 60-90 mg/L. Efek samping dapat timbul ketika kadar melebihi 125 mg/L, di antaranya mual, berat badan meningkat, gangguan fungsi hati, tremor, sedasi, dan rambut rontok. Dosis akselerasi valproat yang dianjurkan adalah loading dose 30 mg/kg pada 2 hari pertama dilanjutkan dengan 20 mg/kg pada 7 hari selanjutnya. Pencarian obat alternatif terus diupayakan. Salah satunya adalah lamotrigine.
Dosis:
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar antara 45 -125 ug/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma 50 ug/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500  mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 ug/mL. Efek  samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum 100 ug/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 ug/mL.
Indikasi:
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan  GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.
3) Lamotrigin
Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati epilepsi. Beberapa studi acak, buta ganda telah menyimpulkan, lamotrigine efektif sebagai terapi akut pada gangguan bipolar episode kini depresi dan kelompok rapid cycler. Sayangnya, lamotrigine kurang baik pada episode manik.


Indikasi:
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis:
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
4) Antipsikotika Atipik
Antipsikotik lebih baik daripada lithium pada penderita bipolar dengan agitasi psikomotor. Perhatian ekstra harus dilakukan bila hendak merencanakan pemberian antipsikotik jangka panjang terutama generasi pertama (golongan tipikal) sebab dapat menimbulkan beberapa efek samping seperti ekstrapiramidal, neuroleptic malignant syndrome, dan tardive dyskinesia
a) Risperidon
Dosis:
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.
Indikasi:
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan
b) Olanzapin
Indikasi:
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.
Dosis:
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
c) Quetiapin.
Dosis:
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi:
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
d) Aripiprazol
Dosis:
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.
Indikasi:
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.
5) Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik
6) Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan remisi.
h. Prognosis
Pada kasus mengarah ke buruk
Prognosis Buruk Prognosis Baik
Akut Fase manik (dalam durasi pendek)
Onset terjadi pada usia muda Onset terjadi pada usia yang lanjut
Riwayat kerja yang buruk Pemikiran untuk bunuh diri yang rendah
Penyalahgunaan alcohol Gambaran psikotik yang rendah
Gambaran psikotik Masalah kesehatan (organik) yang rendah.
Gambaran depresif di antara episode manik dan depresi
Adanya bukti keadaan depresif
Jenis kelamin laki-laki.

i. Komplikasi
Komplikasi dari gangguan ini antara lain bunuh diri, pembunuhan, dan adiksi.


BAB III
PEMBAHASAN

Dari hasil wawancara, tidak ditemukan kelainan fisik yang berhubungan dengan gejala-gejala psikiatrik yang dialami pasien, seperti riwayat trauma atau gangguan otak.  Dengan demikian, diagnosis  gangguan mental organik (F0) dapat disingkirkan.
Tidak ditemukan riwayat konsumsi alkohol, merokok dan zat psikoaktif. Dengan demikian, diagnosis gangguan mental akibat penggunaan zat (F1) dapat disingkirkan.
Pada pasien, perubahan tingkah laku baru dialami ± 3 minggu sebelum konsultasi ke poli RSKJ Bengkulu. Pasien menjadi bersemangat, banyak berbicara, lebih pemberani, merasa dirinya banyak ditaksir teman laki-lakinya, lebih giat belajar (terus-terusan membaca buku), tidak bisa tidur. Dari pemeriksaan status mental, didapatkan mood pasien ekspansif. Hal ini sesuai dengan Pedoman Diagnostik Mania DSM IV:
• Mood elasi, ekspansif atau iritabel yg menetap, secara abnormal, selama periode tertentu, berlangsung paling sedikit 1 minggu (atau kurang 1 minggu jika dirawat inap.
• Selama gangguan mood, terdapat tiga atau lebih gangguan berikut:
• Meningkatnya kepercayaan diri
• Berkurangnya kebutuhan tidur
• Banyak bicara
• Loncat gagasan
• Distraktibilitas/ perhatian mudah teralih
• Meningkatnya aktivitas atau agitasi psikomotor
• Keterlibatan berlebih dlm aktivitas yg berpotensi merugikan
Pada pasien ditemukan gejela depresi yang tidak terlalu menonjol. Dari hasil Autoanamnesis pasien merasa sedih karena ibunya tidak menegurnya saat ia tidak sholat. Dari hasil Heteroanamnesis diketahui bahwa dulu psien berkeinginan untuk sekolah di SMP islam namun ibunya tidak menyetujui.
Dari hasil Anamnesis dan Pemeriksaan status mental didapatkan gejala Psikotik pada pasien, yakni:
• Gangguan persepsi: halusinasi audiotorik, halusinasi visual
• Gangguan pikir:
• Bentuk pikir : non realistik
• Arus pikir : flight of idea, logorea
• Isi pikiran : Waham kontrol, waham curiga, waham kebesaran
Jadi berdasarkan PPDGJ III, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis: Gangguan Afektif bipolar episode kini manik dengan gejala psikotik. Atau berdasarkan DSM IV, diagnosis pasien ini adalah Gangguan Bipolar I.
Dipirkan diagnostik banding Skizoafektif karena pada pasien terdapat gejala psikotik berupa delusion of control atau waham kontrol, waham curiga, waham kebesaran, gangguan persepsi berupa halusinasi visual dan audiotorik disertai gangguan mood berupa manik. Namun, gejala ini belum berlangsung dan menetap selama 1 bulan sehingga diagnostik skizoafektif belum bisa ditegakkan

BAB IV
LAPORAN HOME VISIT

A. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG
Autoanamnesis
Setelah 2 minggu pengobatan,  Pasien mengatakan kondisinya saat ini terasa lebih baik. Ketakutannya di rumah sudah berkurang karena pocong-pocong yang dilihatnya tinggal sedikit. Pasien juga semakin rajin beribadah. Ia merasa senang karena teman-temannya mengunjunginya di rumah. Pada malam hari, pasien dapat tidur nyenyak. Pasien mengaku bahwa suara-suara yang mengomentari dirinya juga sudah berkurang. Saat ditanya tentang tetangganya yang terlibat G 30 S PKI, pasien terlihat bingung dan mengatakan bahwa tetangganya tidak jahat.
Heteroanamnesis
Diperoleh dari ibu pasien bernama Ny. TS, 38 tahun. Menurut Ny. TS, setelah 2 minggu pengobatan pasien terlihat lebih tenang. Pasien juga bersikap lebih terbuka dengan ibunya. Pasien sudah mau curhat tentang ketertarikannya dengan teman laki-lakinya di sekolah. Pasien juga terlihat tidak ketakutan lagi di rumah. Pasien terlihat dapat tidur nyenyak pada malam hari.

B. IDENTIFIKASI KELUARGA PASIEN
Keluarga pasien merupakan keluarga inti yang harmonis, dimana ibu dan ayah pasien sangat mendukung pengobatan pasien. Hubungan antar keluarga harmonis, saling mengasihi dan menyayangi. Ibu pasien bekerja sebagai PNS sedangkan Ayah pasien bekerja Swasta. Ibu pasien selalu mengingatkan pasien untuk minum obat dan menjadi lebih dekat dengan pasien.

C. KEADAAN SOSIAL EKONOMI
Keadaaan sosial ekonomi pasien pada tingkat menengah, pasien tinggal di rumah bersama Ayah, Ibu dan kakaknya. Rumah pasien merupakan rumah milik sendiri, keadaan rumah bersih dan rapi, rumah berada di lingkungan yang baik, Pasien mengenal tetangga di sekitar rumah, hubungan pasien dengan tetangga cukup baik.

D. EDUKASI KEPADA KELUARGA
- Memberikan informasi mengenai penyebab penyakit yang dialami pasien sehingga keluarga dapat membantu dalam proses pengobatan pasien yaitu dengan cara memberi motivasi kepada pasien untuk sembuh serta membantu mengontrol kepatuhan pasien minum obat.
- Menyarankan kepada keluarga tentang pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi aktivitas pasien, ajak pasien bergembira, dan hindari hal-hal yang dapat memberi tekanan bagi pasien.

E. LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
2. Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari  PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
3. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

Arsy Prestica Rosadi

Posts : 7
Reputation : 0
Join date : 26.11.15

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik