Case Report-Autisme Masa Kanak
Halaman 1 dari 1
Case Report-Autisme Masa Kanak
LAPORAN KASUS
AUTISME MASA KANAK
Oleh:
Anis Rita Pratiwi, S.Ked
H1AP10046
Pembimbing:
dr. Andri Sudjatmoko, Sp.KJ
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RSKJ SOEPRAPTO BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
LAPORAN KASUS
AUTISME MASA KANAK
Oleh:
Anis Rita Pratiwi, S.Ked
H1AP10046
Pembimbing:
dr. Andri Sudjatmoko, Sp.KJ
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RSKJ SOEPRAPTO BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 5 tahun
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Serawai
Pekerjaan : Tidak ada
Alamat : Jl xxxxxxxxxxxxxx
No. RM : xxxxxxxxxxxxxxxxx
Tanggal Pemeriksaan : 12 Desember 2015
IDENTITAS IBU
Nama : Ny. NS
Umur : 38 Tahun
Alamat : Jl. xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
II. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Keluhan Utama
Belum bisa bicara sejak ????
B. Riwayat gangguan sekarang
Alloanamnesis (Ibu kandung pasien)
Diperoleh dari ibu pasien, seorang ibu rumah tangga merupakan anggota keluarga terdekat pasien yang serumah dengannya. Pasien dibawa oleh ibunya ke RSKJ dengan keluhan belum bisa bicara. Menurut ibunya pada saat usia 1,5 tahun pasien belum bisa bicara maupun mengeluarkan kata-kata seperti anak pada umunya. Ibu pasien mengatakan jika pasien diajak bicara tidak mau menatap muka lawan bicaranya. Pasien tidak suka melihat bila dipanggil oleh ibunya. Pasien lebih suka bermain sendiri dengan benda-benda atau mainan sendiri, yaitu senang bermain alat listrik milik kakek pasien dan menonton televisi. Ibu pasien mengatakan bila pasien mendapat mainan yang di sukanya pasien hanya fokus pada main itu saja, tidak memperdulikan lagi lingkungan sekitarnya. Pasien juga tidak mau bermain dengan teman-teman seumunya. Setiap berada ditempat ramai, pasien selalu meminta pulang dan ingin bermain sesuai keinginannya. Setiap menginginkan sesuatu pasien biasanya hanya menarik tangan ibunya untuk memenuhi keinginannya, jika tidak dipenuhi pasien akan menangis dan baru bisa diam jika diberikan apa yang pasien inginkan.
Pasien cenderung melakukan gerakan berulang dan terus menerus yaitu mengibaskan tangan kanannya. Kebiasaan lain yang sering pasien lakukan ialah memainkan lidah dengan tangannya dan masih suka memasukkan barang kedalam mulut selayaknya tahap tumbuh kembang anak usia 1-2 tahun. Nafsu makan pasien berubah-ubah kadang baik, kadang buruk dan hanya mau minum susu saja. Ibu pasien sudah membawa pasien berobat ke dokter anak dan dokter anak menyarankan untuk ke psikiater.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah berobat ke rumah sakit jiwa maupun ke psikiater sebelumnya.
2. Riwayat Gangguan Medik
Pasien pernah dirawat di RS saat usia 1 tahun karena demam dan diare. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, malaria, kejang demam, maupun epilepsi.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Riwayat mengkonsumsi alkohol, rokok, dan narkoba disangkal.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Pranatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak yang diharapkan, buah pernikahan dari ayah dan ibunya. Tidak ada niat ingin digugurkan.
Riwayat Kehamilan Ibu: Ibu rajin memeriksakan kandungan ke Bidan, Menurut Ibu nafsu makan baik, pada trimester pertama sempat mengalami mual muntah yang berat, Ibu pasien rajin meminum vitamin penambah darah yang diberikan bidan.
Riwayat Persalinan: Usia gestasi 38 minggu, lahir spontan, langsung menangis, BBL:2800g, PBL: 40cm
2. Riwayat Masa Kanak Awal ( Usia 1-3 tahun)
Terdapat Riwayat masuk Rumah sakit pada usia 1 dikarenakan diare dan demam. BB pada usia 1tahun hanya 3kg. Riwayat mulai duduk, tengkurap, merangkak dan tumbuh gigi, ibu lupa. Riwayat Kejang Demam disangkal ibu.
3. Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Pada usia ini pasien mulai tanggap bermain. Namun masih belum berbicara sesuai usianya. Ibu pasien menyadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan anaknya terhambat.
E. Riwayat kehidupan keluarga
Di keluarga pasien tidak terdapat keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Genogram
Keterangan :
Pasien
Laki- laki
Perempuan
Keluarga yang tinggal serumah dengan pasien
Menikah
Meninggal
F. Riwayat kehidupan sekarang
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien tinggal dengan kakek, nenek, ibu dan adiknya. Pasien lebih sering dirumah, namun apabila keluarga berencana jalan-jalan pasien selalu diikutsertakan.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Sulit dievaluasi.
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 12 Desember 2015, hasil pemeriksaan ini menggambarkan situasi keadaan pasien saat dilakukan pemeriksaan di ruang poli RSKJ.
A. Deskripsi Umum :
1. Penampilan umum :
Pasien datang digendong oleh ibunya, memakai baju kaos berkerah berwarna jingga cerah, celana jeans hitam, tampak gelisah, tidak kooperatif, kontak mata inadekuat.
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Baik, aktivitas psikomotor pasien cenderung melakukan gerakan berulang.
4. Pembicaraan : delayed speech. Pasien hanya bisa berbicara sebatas mama.
5. Sikap terhadap pemeriksa : Tidak kooperatif, kontak mata inadekuat
B. Keadaan afektif (mood), perasaan, dan empati
1. Mood : sulit dievalusi
2. Ekspresi afektif : sulit dievalusi
3. Keserasian : sulit dievalusi
4. Empati : sulit dievalusi
C. Gangguan persepsi
1. Halusinasi : sulit dievalusi
2. Ilusi : sulit dievalusi
3. Depersonaisasi : sulit dievalusi
4. Derealisasi : sulit dievalusi
D. Proses berfikir :
1. Arus pikiran : sulit dievalusi
2. Isi pikiran : sulit dievalusi
E. Fungsi intelektual :
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : sulit dievalusi
2. Orientasi (waktu, tempat, dan orang) :
a. Waktu : sulit dievalusi
b. Tempat : sulit dievalusi
c. Orang : sulit dievalusi
3. Daya ingat : pasien dapat mengingat dengan baik.
a. Panjang : sulit dievalusi
b. Sedang : sulit dievalusi
c. Pendek : sulit dievalusi
d. Segera : sulit dievalusi
4. Daya konsentrasi dan perhatian : sulit dievalusi
5. Pikiran abstrak : sulit dievalusi
6. Bakat kreatif : sulit dievalusi
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Pasien dapat menolong diri sendiri
F. Pengendalian impuls : sulit dievalusi
G. Daya nilai dan tilikan
1. Norma sosial : sulit dievalusi
2. Uji daya nilai : sulit dievalusi.
3. Penilaian realitas : sulit dievalusi
H. Tilikan
sulit dievalusi
I. Taraf dapat dipercaya : sulit dievalusi
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
- N : 120x/ menit
- P : 22x/ menit
- S : 36,80C axillar
Antropometri
- TB: 92 cm
- BB: 7 kg
- Status Gizi : 79% (gizi kurang)
B. Status Internus
Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata Edema palpebra tidak ada,sklera ikterik -/-, konjungtiva palpebra anemis -/-
Hidung Simetris, deformitas (-), deviasi (-), tidak ada sekret.
Telinga Simetris,bentuk dalam batas normal, menggantung, deformitas
(-),sekret (-), nyeri tekan tragus mastoid tidak ada
Mulut Bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher Dalam batas normal, tiroid tidak membesar
Thorax Tidak terdapat skar, spider naevi (-), simetris kiri dan kanan
Paru I: Pernapasan statis-dinamis kiri = kanan.
P: Stemfremitus simetris kiri dan kanan
P: Sonor disemua lapang paru
A: Suara nafas vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Tidak dilakukan
A: Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen I: Datar, tampak benjolan (-)
A: Bising usus (+)
P: Timpani (+) di seluruh regio abdomen
P: Nyeri tekan (-)
Ektremitas Akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2’
B. Status Neurologis :
i. Saraf kranial : dalam batas normal
ii. Refleks fisiologis : dalam batas normal
iii. Refleks Patologis : (-)
iv. Sensibilitas : dalam batas normal
v. Fungsi vegetatif : dalam batas normal
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang
VI. IKTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien datang dengan ibu kandungnya. Pasien berusia 5 tahun datang ke poli jiwa karena belum bisa bicara. Pasien jika diajak bicara tidak mau menatap muka lawan bicaranya, tidak mau melihat bila dipanggil oleh ibunya, suka bermain sendiri, sehingga terdapat hendaya sosial dan hendaya pekerjaan. Pasien juga memiliki kebiasaan menggerak-gerakkan tangannya, memasukkan barang ke dalam mulut dan adanya gangguan makan.
Pada pemeriksaan Fisik Anak didapatkan pasien termasuk dalam status gizi kurang yaitu 79%. Pemeriksaan Status Mental, pasien bersifat tidak kooperatif, Mood : Baik, Ekspresi afektif : Normal. Afek pasien sesuai dengan kondisi perasaannya, Psikomotor: aktif, Keserasian : Serasi, Empati : sulit dinilai.
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK
• Aksis I
Pasien memiliki ketidakmampuan atau hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Tidak adanya apresiasi adekuat dan kurangnya respon timbal balik sosial emosional. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada, kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi lisan. Pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, pengulangan dan stereotipik, terdapat stereotipik motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa). Pasien juga menunjukkan beberapa masalah seperti, gangguan makan. Abnormalitas perkembangan sudah tampak sejak usia 2 tahun sehingga dapat ditegakkan diagnosis Autis masa kanak..
• Aksis II
Berdasarkan uraian diatas dan berdasarkan data yang didapat bahwa pasien tidak memiliki mengalami retardasi mental atau gangguan kepribadian.
• Aksis III
Berdasarkan pengukuran antopometri menggunakan CDC pasien termasuk gizi kurang.
• Aksis IV
Tidak Ada masalah baik pada lingkungan keluarga atau manapun.
• Aksis V
GAF Scale 50-41: gejala berat (serious), disabilitas berat.
VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : -Autisme pada anak (F84.0)
DD : - Gangguan berbahasa ekspresif (F80.1)
- Gangguan berbahasa reseptif (F80.2)
- retardasi mental dengan hendaya perilaku yang bermakna dan memerlukan perhatian atau terapi (F70.1)
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Gizi kurang
Aksis IV : Tidak ada diagnosis
Aksis V : GAF 50-41
IX. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Tidak ada
2. Psikologik
Pasien tidak memiliki masalah signifikan dalam hal psikologi, kecuali mengenai perkembangan mental pasien yang tidak sesuai umur.
3. Sosiologik
Pasien kesulian dalam bergaul karena keterbatasan berbicara.
X. PROGNOSIS
1. Faktor pendukung:
• Fakor keluarga dan lingkungan dimana kondisi keluarga dan lingkuangan yang mendukung untuk perawatan dan terapi pasien.
2. Faktor penghambat :
• Faktor ekonomi dimana ayah pasien sudah meninggal dan ibu pasien seorang ibu rumah tangga sehingga untuk pengobatan dan kebutuhan sehari-hari kurang.
XI. RENCANA TERAPI
a. Psikofarmaka : (-)
b. Psikoterapi :
- Terapi wicara
- Terapi perilaku
- Terapi okupasi
- Terapi diet
- Konseling keluarga
c. Sosioterapi :
Terapi bersekolah
XII USULAN PEMERIKSAAN
a. EEG
b. Tes IQ
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Autisme berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti “sendiri”, anak Autisme seolah-olah hidup di dunianya sendiri, mereka menghindari / tidak merespon terhadap kontak sosial dan lebih senang menyendiri.Walaupun penderita Autisme sudah ada sejak dahulu, istilah Autisme baru diperkenalkan oleh Lee Kanner pada tahun 1943.
Autisme atau autisme infantil (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolaholah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi.
Pada tahun 1943, dokter Amerika Leo Kanner mempublikasikan makalahnya, di mana ia menggambarkan 11 anak-anak yang secara sosial terisolasi, dengan "gangguan autistik kontak afektif," komunikasi terganggu, dan perilaku yang kaku. Dia menciptakan istilah "autisme infantil" dan membahas penyebab dalam hal proses biologis, meskipun pada waktu itu, perhatian paling ilmiah difokuskan pada teori analisis tentang gangguan tersebut. Makalah Kanner awalnya tidak menerima pengakuan secara ilmiah, dan anak-anak dengan gejala autis terus salah didiagnosis dengan skizofrenia masa kanak-kanak. Pilihannya pada istilah "autisme" mungkin telah menciptakan kebingungan, karena kata itu pertama kali digunakan untuk menggambarkan keadaan mental fantastis, proses berpikir yang egois, yang mirip dengan gejala skizofrenia.
Selama masa-masa sekolah, kelainan anak dalam perkembangan bahasa (termasuk kebisuan atau penggunaan kata-kata aneh atau tidak tepat), penarikan diri dari lingkungan sosial, ketidakmampuan untuk bergabung dengan permainan anak-anak lain, atau perilaku yang tidak sesuai saat bermain, sering membuat guru dan orang lain menilai adanya kemungkinan jenis gangguan autis. Manifestasi autisme juga dapat berubah selama masa kanak-kanak, tergantung pada gangguan perkembangan lain, kepribadian, dan adanya masalah kesehatan medis atau mental lainnya.
Selama perkembangan gangguan ini, pada tahun pertama kehidupan biasanya ditandai dengan tidak adanya fitur diskriminatif jelas. Antara dua dan tiga tahun, anak-anak menunjukkan gangguan dalam perkembangan bahasa, khususnya pemahaman, penggunaan bahasa yang tidak biasa, respon yang buruk terhadap panggilan, komunikasi non-verbal yang kurang baik, kurang tanggap terhadap kebahagiaan orang lain atau tekanan, dan berbagai keterbatasan imajinatif bermain atau kepura-puraan, terutama imajinasi sosial.
B. DEFINISI
Autisme berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Autisme pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943, seorang psikiatri Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut dengan sindroma Kanner.
Autisme adalah salah satu gangguan perilaku pada awal kehidupan anak yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak yang ditandai dengan ciri pokok yaitu terganggunya perkembangan komunikasi sosial, interaksi sosial, dan imajinasi sosial. Mereka dengan gejala autisme menampilkan perilaku yang bersifat repetitive.
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).
Pada awalnya istilah “autisme” diambilnya dari gangguan schizophrenia, dimana Bleuer memakai autisme ini untuk menggambarkan perilaku pasien skizofrenia yang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Namun ada perbedaan yang jelas antara penyebab dari autisme pada penderita skizofrenia dengan penyandang autisme infantile. Pada skizofrenia, autisme disebabkan dampak area gangguan jiwa yang didalamnya terkandung halusinasi dan delusi yang berlansung minimal selama 1 bulan, sedangkan pada anak-anak dengan autisme infantile terdapat kegagalan dalam perkembangan yang tergolong dalam kriteria Gangguan Pervasif dengan kehidupan autistic yang tidak disertai dengan halusinasi dan delusi ( DSM IV, 1995 ).
C. EPIDEMIOLOGI
Autisme mempengaruhi sekitar 0,5 -1 dalam 1000 anak dengan dengan rasio antara laki-laki dan wanita 4:1. Menurut suatu studi, autisme meningkat di populasi kanak-kanak. Pada tahun 1966, 4-5 bayi per 10.000 kelahiran dikembangkan autisme, sedangkan pada tahun 2003, dua studi menunjukkan bahwa antara 14-39 bayi per 10.000 mengembangkan gangguan tersebut. Meskipun tidak ada pertanyaan yang lebih banyak kasus klinis yang terdeteksi, peningkatan prevalensi autisme di perdebatkan sebagai praktek diagnostik telah berubah selama bertahun-tahun dan telah berubah evaluasi kasus yang sebelumnya tidak dikenal.
D. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Saat ini penyebab dan patofisiologi tepat autisme tidak diketahui, namun tampaknya bahwa setidaknya ada beberapa kasus faktor genetik yang terlibat. Teori penyebab yang paling kontemporer sangat menyarankan gangguan genetik atau gangguan neuro developmental awal dengan manifestasi klinis yang berpotensi untuk dimodifikasi oleh kondisi sosial atau pengalaman lingkungan.
Disfungsi serotonin telah terlibat sebagai faktor dalam asal-usul gangguan autis sejak ditemukan kenaikan signifikan kadar 5-HT pada pemeriksaan darah. Hyperserotonemia adalah sebuah temuan yang kuat dalam gangguan autis. Pada anak-anak nonautistic, kapasitas serotonin, diukur dengan tomografi emisi positron (PET), lebih dari 200% meningkat sampai usia 5, dan mulai menurun saat menuju dewasa; pada anak autis, sintesis serotonin telah terbukti meningkatkan secara bertahap antara usia 2 hingga 15, dan mencapai 1,5 kali pada tingkat dewasa yang normal. Dalam studi lain yang terkait, telah menunjukkan bahwa kadar serotonin tampak stabil setelah usia 12 tahun.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa seluruh kadar serotonin darah memiliki korelasi positif antara autis dan orang tua mereka dan saudara-saudara. Hal ini jelas bahwa serotonin dalam trombosit yang bertanggung jawab. Lebih dari 99% dari seluruh darah serotonin yang terkandung dalam trombosit. Hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan autisme menunjukkan peningkatan penyerapan serotonergik atau penurunan pelepasan serotonergik. Ada bukti untuk korelasi positif antara kadar serotonin dan tingkat transportasi serotonin.
E. GAMBARAN KLINIS
Perkembangan abnormal terlihat sebelum usia 3 tahun dengan konstelasi gangguan dalam interaksi sosial dan komunikasi, terbatas dan berulang kepentingan dan perilaku.
1. Terganggu interaksi sosial
Ada ketidakmampuan untuk membentuk hubungan dengan teman sebaya usia, dan kurang mengembangkan keterampilan empati (kemampuan untuk memahami bagaimana orang lain merasa dan berpikir). Bermain imitasi kurang dan biasanya kontak mata dihindari. Selain itu pada kualitas tatapan berbeda, menjadi lebih tetap ("kaku") dan lebih tahan lama dibandingkan non-autistik individu. Banyak anak yang menolak dipegang atau disentuh, meskipun mereka bisa menikmati kontak tubuh jika mereka memulainya. Kesulitan anak-anak ini dalam berinteraksi sering membuat sulit bagi orang lain untuk hangat dengan mereka. Orang tua mungkin merasa bersalah tentang kurangnya kehangatan yang mereka hadirkan sendiri. Kelainan komunikasi pembangunan dari usia dini adalah masalah memahami isyarat dan pidato, dengan penundaan yang pasti dalam pengembangan dan pemahaman bahasa lisan. Satu dari dua anak dengan autis gagal untuk mengembangkan bahasa lisan yang bermanfaat, dan melakukannya dalam bentuk yang normal. Tidak memiliki komunikasi sosial ke sana kemari, seringkali diulang-ulang atau mengambil bentuk monolog. Sebagai hasil dari ketidakmampuan mereka untuk berkomunikasi dengan "dunia batin" orang lain, mereka belajar melalui menyalin apa yang mereka lihat dan dengar. Mereka mungkin mengacu pada diri mereka sebagai "Anda" atau "dia", ulangi kata-kata dalam arti cara (echolalia), atau mengambil pada pidato stereotip terdengar di lain dan digunakan dalam konteks yang salah. Kelainan pada intonasi, ritme dan lapangan juga dapat hadir (Dysprosidy). Pemahaman bahasa lisan dikompromikan. Meskipun banyak memahami kata-kata individu, masalah yang timbul saat ini diurutkan bersama-sama. Tidak ada pemahaman metafora, sarkasme ironi, dan berlebihan, namun penggunaan ujaran orang dewasa dan tidak adanya ekspresi perasaan dapat memberikan kualitas pseudomature atau bahkan pseudoprofound untuk pidato. Masalah komunikasi non-verbal termasuk kurangnya penilaian jarak interpersonal, tatapan mata yang lama, atau tidak pantas melihat mulut daripada mata. Mungkin ada sesuatu dari tubuh dibatasi untuk hadir dan gerakan wajah. Obyek berbagi dan menunjuk ini terutama terbatas. Orangtua dan guru mungkin mengalami kesulitan komunikasi sebagai ketidakmampuan untuk "melewati mereka" atau pengalaman menjadi "dikunci".
2. Terbatas dan berulang kepentingan dan perilaku
Anak-anak autis menunjukkan perilaku stereotip dan kepentingan mereka mungkin menjadi disibukkan oleh bagian tertentu dari mainan, atau tertarik dalam properti sensorik tertentu dari objek seperti rasa, tekstur, warna, atau bau. Mungkin mainan berbaris selama berjam-jam. Bermain biasanya tidak simbolik atau imajinatif dengan kekakuan dan membatasi bermain pola dan kepentingan. Anak mungkin mengalami diet yang sangat terbatas dan dari waktu ke waktu berhenti makan sepenuhnya tanpa alasan yang jelas. Rutinitas tertentu ditaati dengan cara yang kaku dengan perubahan kecil menyebabkan ekstrim reaksi. Sebaliknya, peristiwa besar dalam hidup mungkin tidak terdaftar. Selama keasyikan tahun sekolah atau minat khusus seperti peta, laporan cuaca dan jadwal kereta api dapat berkembang. Stereotypies sederhana seperti tangan mengepak, berjingkat berjalan, jari berputar, berputar dan sering goyang dipamerkan. Orangtua sering bingung mengenai apakah mereka harus mengakomodasi perilaku ini atau mencoba untuk memodifikasi mereka.
3. Abnormal terhadap respon rangsangan sensorik
Dari usia yang sangat muda respon abnormal sensorik stimulus dapat hadir, kadang-kadang menyesatkan klinisi ke mencurigai bahwa anak ini baik buta atau tuli. Ekstrim respon dan kepekaan terhadap suara dapat dilihat, seperti mengabaikan ledakan untuk menutupi telinga ketika pembungkus dari manis dihapus. Meskipun sentuhan ringan atau stroke dapat mengakibatkan penarikan, anak sengaja dapat menggigit dan membakar bagian tubuh atau Bang kepala mereka. Jika nuansa kotoran terutama yang menarik bagi anak, mengolesi feses mungkin ketegangan yang menonjol atau bahkan melegakan. Tanggapan terhadap rangsangan visual yang mungkin termasuk pesona dengan kontras cahaya dan mengintip pada objek dalam cara yang tidak biasa dan dengan visi perifer. Hiperaktif bersamaan dan mode makanan yang umum. Fitur mencolok adalah hilangnya commensurability dari menanggapi rangsangan-kehilangan "fine tuning".
4. Intelijen
Sekitar tiga perempat dari individu autis memiliki IQ di bawah ini 70, dengan IQ sebagai prediktor yang paling kuat hasil. Terlepas dari IQ ada profil kognitif yang berbeda dengan kemampuan visuospatial kuat dan symbolisation miskin, pemahaman tentang ide-ide abstrak dan keterampilan kreatif. Sebuah minoritas menunjukkan pulau kemampuan khusus ("autistik sarjana"), seperti keterampilan numerik, kalender dan keterampilan di bidang musik dan seni.
F. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik untuk gangguan autistik
A. Total enam atau lebih hal dari 1, 2 dan 3 dengan sekurangnya dua dari 1 dan masing-masing satu dari 2 dan 3.
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial seperti ditujukan oleh sekurangkurangnya dua dari berikut:
a) Gangguan jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal multipel seperti tatapan mata, ekspresi wajah, postur tubuh dan gerak-gerik untuk mengatur interaksi sosial.
b) Gagal untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sesuai menurut tingkat perkembangan.
c) Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau pencapaian dengan orang lain (misalnya tidak memamerkan, membawa, atau menunjukkan benda yang menarik minat).
d) Tidak ada timbal balik sosial atau emosional.
2. Gangguan kualitatif dalam komunikasi seperti yang ditujukkan oleh sekurangnya satu dari berikut:
a) Keterlambatan dalam atau sama sekali tidak ada, perkembangan bahasa ucapan (tidak disertai oleh usaha untuk berkompensasi melalui cara komunikasi lain seperti gerak-gerik atau mimik).
b) Pada individu dengan bicara yang adekuat gangguan jelas dalam kemampuan untuk memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain.
c) Pemakaian bahasa atau bahasa idiosinkratik secara stereotipik dan berulang.
d) Tidak adanya berbagai permainan khayalan atau permainan pura-pura sosial yang spontan yang sesuai menurut tingkat perkembangan.
3. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang, dan stereotipik, seperti ditunjukkan oleh sekurangnya satu dari berikut :
a) Preokupasi dengan satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan terbatas, yang abnormal baik dalam intensitas maupun fokusnya.
b) Ketaatan yang tampaknya tidak fleksibel terhadap rutinitas atau ritual yang spesifik dan nonfungsional.
c) Manerisme motorik stereotipik dan berulang (misalnya menjentikkan, atau memuntirkan tangan atau jari atau gerakan kompleks seluruh tubuh).
B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sekurangnya satu bidang berikut dengan onset sebelum usia 3 tahun :
1. Interaksi sosial.
2. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial.
3. Permainan simbolik atau imaginatif.
C. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegratif masa anak-anak.
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Skizofrenia dengan onset masa anak-anak
Skizofrenia jarang pada anak-anak di bawah 5 tahun. Skizofrenia disertai dengan halusinasi atau waham, dengan insidensi kejang dan retardasi mental yang lebih rendah dan dengan I.Q yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak autistik.
Kriteria Gangguan Autistik Skizofrenia dengan onset
masa anak-anak
Usia onset <38 bulan >5 tahun
Insidensi 2-5 dalam 10.000 Tidak diketahui,
kemungkinan sama atau
bahkan lebih jarang
Rasio jenis kelamin
(L:P) 3-4:1 1,67:1
Riwayat keluarga
skizofrenia Tidak naik atau kemungkinan tidak naik Naik
Status sosioekonomi Terlalu mewakili kelompok SSE tinggi (artefak) Lebih sering pada SSE
Rendah
Penyulit prenatal dan
perinatal dan
disfungsi otak Lebih sering pada gangguan autistik Lebih jarang pada
skizofrenia
karakteristik perilaku Gagal untuk
mengembangkan hubungan
: tidak ada bicara (ekolalia);
frasa stereotipik; tidak ada
atau buruknya pemahaman
bahasa; kegigihan atas
kesamaan dan stereotipik. Halusinasi dan waham,
gangguan pikiran
fungsi adaptif Biasanya selalu terganggu Pemburukan fungsi
Tingkat inteligensi Pada sebagian besar kasus
subnormal, sering terganggu parah (70%) Dalam rentang normal,
sebagian besar normal bodoh (15%-70%)
Pola I.Q. Jelas tidak rata Lebih rata
Kejang Grand mal 4-32% Tidak ada atau insidensi
Rendah
2. Retardasi mental dengan gangguan emosional/perilaku
Kira-kira 40% anak autistik adalah teretardasi sedang, berat atau sangat berat, dan anak yang teretardasi mungkin memiliki gejala perilaku yang termasuk ciri autistik. Ciri utama yang membedakan antara gangguan autistik dan retardasi mental adalah :
1. Anak teretardasi mental biasanya berhubungan dengan orang tua atau anak-anak lain dengan cara yang sesuai dengan umur mentalnya.
2. Mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain.
3. Mereka memilki sifat gangguan yang relatif tetap tanpa pembelahan fungsi.9
3. Gangguan bahasa reseptif /ekspresif campuran
Sekelompok anak dengan gangguan bahasa reseptif/ekspresif memiliki ciri mirip autistik.
Kriteria Gangguan autistik
Gangguan bahasa
reseptif/ekspresif
campuran
Insidensi 2-5 dalam 10.000 5 dalam 10.000
Ratio jenis kelamin (L:P) 3-4 : 1 sama atau hampir sama
Riwayat keluarga adanya
keterlambatan bicara /
gangguan bahasa 25 % kasus 25 % kasus
Ketulian yang
Berhubungan sangat jarang tidak jarang
Komunikasi nonverbal (gerak gerik, dll) tidak ada/rudimenter Ada
Kelainan bahasa
(misalnya ekolalia, frasa
stereotipik diluar
konteks) lebih sering lebih jarang
Gangguan artikulasi lebih jarang lebih sering
Tingkat intelegensia sering terganggu parah Walaupun mungkin
terganggu, seringkali
kurang parah
Pola test IQ tidak rata, rendah pada
skor verbal, rendah pada
sub test pemahaman lebih rata, walaupun IQ
verbal lebih rendah dari
IQ kinerja
Perilaku autistik,
gangguan kehuidupan
sosial, aktivitas
stereotipik dan ritualistik lebih sering dan lebih
parah
tidak ada atau jika ada,
kurang parah
Permainan imaginatif tidak ada/rudimenter biasanya ada
4. Afasia didapat dengan kejang
Afasia didapat dengan kejang adalah kondisi yang jarang yang kadang sulit dibedakan dari gangguan autistik dan gangguan disintegratif masa anak-anak. Anak-anak dengan kondisi ini normal untuk beberapa tahun sebelum kehilangan bahasa reseptif dan ekspresifnya selama periode beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebagian akan mengalami kejang dan kelainan EEG menyeluruh pada saat onset, tetapi tanda tersebut biasanya tidak menetap. Suatu gangguan yang jelas dalam pemahaman bahasa yang terjadi kemudian, ditandai oleh pola berbicara yang menyimpang dan gangguan bicara. Beberapa anak pulih tetapi dengan gangguan bahasa residual yang cukup besar.
5. Ketulian kongenital atau gangguan pendengaraan parah
Anak-anak autistik sering kali dianggap tuli oleh karena anak-anak tersebut sering membisu atau menunjukkan tidak adanya minat secara selektif terhadap bahasa ucapan. Ciri-ciri yang membedakan yaitu bayi autistik mungkin jarang berceloteh sedangkan bayi yang tuli memiliki riwayat celoteh yang relatif normal dan selanjutnya secara bertahap menghilang dan berhenti pada usia 6 bulan – 1 tahun. Anak yang tuli berespon hanya terhadap suara yang keras, sedangkan anak autistik mungkin mengabaikan suara keras atau normal dan berespon hanya terhadap suara lunak atau lemah. Hal yang terpenting, audiogram atau potensial cetusan auditorik menyatakan kehilangan yang bermakna pada anak yang tuli. Tidak seperti anak-anak autistik, anak-anak tuli biasanya dekat dengan orang tuanya, mencari kasih sayang orang tua dan sebagai bayi senang digendong.
6. Pemutusan psikososial
Gangguan parah dalam lingkungan fisik dan emosional (seperti pemisahan dari ibu, kekerdilan psikososial, perawatan di rumah sakit, dan gagal tumbuh) dapat menyebabkan anak tampak apatis, menarik diri, dan terasing. Keterampilan bahasa dan motorik dapat terlambat. Anak-anak dengan tanda tersebut hamper selalu membaik dengan cepat jika ditempatkan dalam lingkungan psikososial yang menyenangkan dan diperkaya, yang tidak terjadi pada anak autistik.
H. PENANGANAN AUTISME
Penanganan anak-anak autisme sangat sukar untuk disembuhkan. Bukan saja oleh karena isolasi mentalnya sudah merupakan dunia anak yang sudah mantap dan yang disenangi, akan tetapi semua anggota rumah tangga harus ikut serta dalam terapi kelompok. Gangguan autisme tidak bisa disembuhkan secara total tetapi gejala-gejala yang timbul dapat dikurangi semaksimal mungkin agar anak tersebut dapat berbaur dalam lingkungan yang normal.
Penanganan yang baik untuk gangguan autisme adalah dengan terapi terpadu. Terapi terpadu ini melibatkan keluarga ,psikiater,psikolog,neurolog, dokter anak,terapis bicara dan pendidik.
Beberapa terapi yang dapat dijalankan antara lain:
a. Terapi medikamentosa
b. Terapi psikolog
c. Terapi wicara
d. Dll.
a. Terapi medikamentosa
Pemberian obat pada anak harus didasarkan pada diagnosis yang tepat, pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek samping dan mengenali cara kerja obat. Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat dan efek samping. Oleh karena itu perlu ada kehati-hatian dari orang tua dalam pemberian obat yang umumnya berlangsung jangka panjang. Saat ini pemakaian obat diarahkan untuk memperbaiki respon anak sehingga diberikan obat-obat psikotropika jenis baru seperti obat-obat antidepressan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) yang bisa memberikan keseimbangan antara neurotransmitter serotonin dan dopamin. Yang diinginkan dalam pemberian obat ini adalah dosis yang paling minimal namun paling efektif dan tanpa efek samping. Pemakaian obat akan sangat membantu untuk memperbaiki respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima tata laksana terapi lainnya. Bila kemajuan yang dicapai cukup baik, maka pemberian obat dapat dikurangi bahkan dihentikan.
b. Terapi psikolog
Pada umumnya pengobatan difokus pada inti dari gangguan. Penyandang autisme biasanya kurang motivasi untuk menanggapi rangsangan yang kompleks, ini merupakan inti masalah dan intervensi yang diberikan harus ditujukan untuk memotivasi agar dapat memulai berinteraksi sosial.
Beberapa pendekatan yang komprehensif dalam intervensi autisme memiliki tujuan :
1. Membantu perkembangan kognitif, bahasa dan sosial yang normal.
2. Meningkatkan kemampuan belajar anak autistik.
3. Mengurangi kekakuan dan perilaku stereotype dengan meningkatkan interaksi penyandang autis dengan orang lain dan tidak membiarkannya “hidup sendiri” . Interaksi yang kurang justru akan menyebabkan munculnya perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki. Dalam hal ini pemberian mainan yang bervariasi juga dapat mengurangi kekakuan ini.
4. Mengurangi perilaku maladaptive seperti temper tantrum dan melukai diri sendiri.
5. Mengurangi stress pada keluarga penderita autisme
Setelah seorang anak didiagnosa autisme, orang tua perlu diberikan pengertian mengenai kondisi anak dan mampu menerima anak mereka yang menderita autis. Mereka juga dilibatkan dalam proses terapi (Home training). Konsep yang ada dalam home training ini adalah orang tua belajar dan dilatih untuk dapat melakukan sendiri terapi yang dilakukan psikolog/terapis. Terapi tidak hanya dilakukan oleh terapis tetapi juga oleh keluarga di rumah. Terapi yang intensif akan meminimalisir kemungkinan hilangnya kemampuan yang telah dilatih dan dikuasai anak.
c. Terapi wicara
Umumnya hampir semua penyandang autisme menderita gangguan bicara dan berbahasa. Oleh karena itu terapi wicara pada penyandang autisme merupakan keharusan. Penanganannya berbeda dengan penderita gangguan bicara oleh sebab lain. Terapi wicara ini diberikan agar kemampuan berkomunikasi pada penyandang autis dapat bertambah begitu pula agar terciptanya interaksi dengan orang lain.
I. PROGNOSIS
Prognosis untuk penyandang autis tidak selalu buruk. Bagi banyak anak, gejala autisme membaik dengan pengobatan dan tergantung pada umur. Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehidupan normal atau mendekati normal. Anak-anak dengan kemunduran kemampuan bahasa di awal kehidupan, biasanya sebelum usia 3 tahun, mempunyai resiko epilepsi atau aktivitas kejang otak. Selama masa remaja, beberapa anak dengan autisme dapat menjadi depresi atau mengalami masalah perilaku. Dukungan dan layanan tetap dibutuhkan oleh penderita autis walaupun umur bertambah, tetapi ada pula yang dapat bekerja degan sukses dan hidup mandiri dalam lingkungan yang juga mendukung.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Diskusi Pembahasan (PPDGJ-III dan DSM V)
Autisme masa kanak berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ III, antara lain:
a. Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi jika dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun.
b. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini berbentuk tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio emosional yang tampak bagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat social dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya, kurangnya respon timbal balik sosial emosional.
c. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam kreativitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respons emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau tekanan modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau mengartikan komunikasi lisan.
d. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecendrungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tak lembut. Anak dapat memaksa suatu kegiatan rutin seperti upacara dari kegiatan yang sebetulnya tidak perlu; dapat menjadi preokupasi yang stereotipik dengan perhatian pada tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipik motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam tata ruang dari lingkungan pribadi (seperti perpindahan dari hiasan dalam rumah).
e. Anak autisme sering menunjukkan beberapa masalah yang tak khas seperti ketakutan/fobia, gangguan tidur dan makan, mengadat (terpertantrum) dan agresivitas. Mencederai diri sendiri (seperti menggigit tangan) sering kali terjadi, khususnya jika terkait dengan retardasi mental. Kebanyakan individu dengan autis kurang dalam spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu luang dan mempunyai kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan sesuatu dalam pekerjaan (meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan baik).
Abnormalitas perkembangan harus tampak dalam usia 3 tahun untuk dapat menegakkan diagnosis, tetapi sindrom ini dapat didiagnosis pada semua usia.
Menurut DSM Vkriteria diagnosis gangguan autisme adalah:
A. Sejumlah enam hal atau lebih dari 1, 2, dan 3, paling sedikit dua dari 1 dan satu masing-masing dari 2 dan 3:
1. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi social sebagai manifestasi paling sedikit dua dari yang berikut:
a. Hendaya di dalam perilaku non verbal seperti pandangan mata ke mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, dan gerak terhadap rutinitas dalam interaksi social.
b. Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai tingkat perkembangannya.
c. Kurang kespontanan dalalm membagi kesenangan, daya pikat atau pencapaian akan orang lain, seperti kurang memperlihatkan, mengatakan atau menunjukkan objek yang menarik.
d. Kurang sosialisasi atau emosi yang labil.
2. Secara fluktuatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai menifestasi paling sedikit satu dari yang berikut:
a. Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan berbicara (tidak menyertai usaha mengimbangi cara komunikasialternatif seperti gerak isyarat atau gerak meniru-niru)
b. Individu berbicara secara adekuat, hendaya dalam menilai atau meneruskan oembicaraan orang lain.
c. Menggunakan kata berulang kali dan stereotip dan kata-kata aneh.
d. Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah atau pura-pura bermain seuai tingkat perkembangan.
3. Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut:
a. Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotip atau kelainan dalam intensitas maupun focus perhatian akan sesuatu yang terbatas.
b. Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas atau ritual pun tidak fungsional.
c. Gerakan stereotip dan berulang misalnya memukul, memutar arah jari dan tangannya serta meruwetkan gerakan seluruh tubuhnya.
d. Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotip.
B. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang berikut ini dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun :
1. Interaksi sosial
2. Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial
3. Permainan simbol atau imaginatif.
C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegrasi masa anak.
B. Diagnosis Banding
1. Retardasi mental dengan gangguan emosional/perilaku
Kira-kira 40% anak autistik adalah teretardasi sedang, berat atau sangat berat, dan anak yang teretardasi mungkin memiliki gejala perilaku yang termasuk ciri autistik. Ciri utama yang membedakan antara gangguan autistik dan retardasi mental adalah
4. Anak teretardasi mental biasanya berhubungan dengan orang tua atau anak-anak lain dengan cara yang sesuai dengan umur mentalnya.
5. Mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6. Mereka memilki sifat gangguan yang relatif tetap tanpa pembelahan fungsi
2. Gangguan bahasa reseptif /ekspresif campuran
Sekelompok anak dengan gangguan bahasa reseptif/ekspresif memiliki ciri mirip autistik
3. Afasia didapat dengan kejang
Afasia didapat dengan kejang adalah kondisi yang jarang yang kadang sulit dibedakan dari gangguan autistik dan gangguan disintegratif masa anak-anak. Anak-anak dengan kondisi ini normal untuk beberapa tahun sebelum kehilangan bahasa reseptif dan ekspresifnya selama periode beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebagian akan mengalami kejang dan kelainan EEG menyeluruh pada saat onset, tetapi tanda tersebut biasanya tidak menetap. Suatu gangguan yang jelas dalam pemahaman bahasa yang terjadi kemudian, ditandai oleh pola berbicara yang menyimpang dan gangguan bicara. Beberapa anak pulih tetapi dengan gangguan bahasa residual yang cukup besar.
4. Skizofrenia dengan onset masa anak-anak
Skizofrenia jarang pada anak-anak di bawah 5 tahun. Skizofrenia disertai dengan halusinasi atau waham, dengan insidensi kejang dan retardasi mental yang lebih rendah dan dengan IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak autistik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Campbell JM, Morgan SB, Jackson JN. 2004. Autism Spectrum Disorder and Mental Retardation.
2. Chamberlin, Stacey; Narins, Brigham.2005. The Gale Encyclopedia of Neurological Disorders volume 1.USA; p 122-26
3. Elvira, Sylvia & Hadisukanto, Gitayanti. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FKUI
4. Jerald Kay;Allan Tasman. 2006. Essentials of Psychiatry. John Wiley & Sons, Ltd. ISBN: 0-470-01854-2
5. National institute of Neurological Disorder and Stroke. Autism Fact Sheet.
6. Practical Child Psychiatry: The clinician’s guide; John M Leventhal, MD
7. Sidharta P. 1994. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat.
8. Yusuf, EA. 2003. Autisme: Masa Kanak. Universitas Sumatra Utara: Sumatra Utara.
9. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New york; p 1192-99.
Anis Rita Pratiwi- Posts : 5
Reputation : 0
Join date : 09.01.16
Similar topics
» Case Report - PTSD
» case report insomnia
» case report gangguan cemas menyeluruh
» Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa
» GANGGUAN KEPRIBADIAN DAN PERILAKU MASA DEWASA
» case report insomnia
» case report gangguan cemas menyeluruh
» Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa
» GANGGUAN KEPRIBADIAN DAN PERILAKU MASA DEWASA
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik