EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK
Halaman 1 dari 1
EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK
Laporan Kasus
EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK
Disusun oleh:
Yuzana Tiarasia, S.Ked
Pembimbing:
dr. Andri Sudjatmoko, Sp.KJ
SMF/ Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu
Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Daerah Bengkulu
Bengkulu
2015
Disusun oleh:
Yuzana Tiarasia, S.Ked
Pembimbing:
dr. Andri Sudjatmoko, Sp.KJ
SMF/ Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu
Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Daerah Bengkulu
Bengkulu
2015
BAB I
LAPORAN KASUS
I. LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. LN
Usia : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : 1 dari 7 bersaudara
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Suku : Lembak
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx Panorama
Tanggal Pemeriksaan : 04/4/2015 pukul 11.00 WIB
II. Riwayat Psikiatri
A. Keluhan Utama
Mudah marah dan sulit tidur sejak + 4 bulan yang lalu.
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Autoanamnesis:
Perempuan berusia 32 tahun, merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara dan sudah menikah. Pasien merupakan pasien baru di poli rawat jalan RSKJ Soeprapto Bengkulu tanggal 4 Mei 2015. Selama 4 bulan terakhir ini pasien mengeluh menjadi mudah marah dan sulit tidur serta badan terasa lemas Pasien mudah marah jika tersinggung dan merasa dirinya tertekan oleh sesuatu hal. Pasien mudah marah dengan siapa saja terutama orang lain dari luar rumahnya seperti tamu dan keluarga lainnya. Pasien menganggap orang tersebut sengaja mencari, mengejar dan mengancam dirinya. Sebelumnya suami pasien mengalami masalah dalam pekerjaannya sebagai developer perumahan yang secara langsung menyebabkan masalah perkenomian keluarga menjadi buruk secara drastis. Setelah kejadian tersebut banyak konsumen perumahan berdatangan ke rumah pasien untuk mencari suaminya dan meminta penjelasan serta klarifikasi mengenai keadaan perkembangan rumah yang mereka percayakan pada perusahaan suami pasien. Menurut pasien semua orang tersebut terlalu sering datang ke rumahnya untuk menanyakan suaminya mengenai pekerjaan dan mengganggu kenyamanan hidup pasien sehingga membuat pasien merasa tertekan seolah-olah dikejar masalah terus menerus. Sejak saat itu pasien merasa sering cemas berada di rumah dan sulit tidur. Pasien sering terbangun pada tengah malam dan tidak dapat tidur lagi serta merasa lemas dan mudah letih.
Selain itu pasien juga mengaku menjadi pelupa terhadap hal-hal yang dilakukan sebelumnya seperti lupa dimana meletakkan uang, lupa apakah sudah menaruh garam dimasakan dan lain-lain. Sehingga pasien sudah tidak dibiarkan untuk memasak dan melakukan kegiatan rumah tangga lainnya di rumahnya. Pasien juga pernah bertelanjang busana di dalam rumah tanpa rasa malu. Pasien mengaku tidak sadar ketika melakukan hal tersebut dan tersadar ketika ditegur oleh suaminya. Setelah kejadian tersebut pasien mendadak lupa dengan orang-orang terdekatnya seperti suami dan anak-anak kecuali anak laki-lakinya. Saat itu pasien juga mengusir keluarganya termasuk suami dan anak-anak yang mencoba masuk ke dalam kamarnya karena mengaku tidak kenal dengannya. Kejadian tersebut terjadi dalam 1 hari. Pasien juga seringkali merasa tidak tahan dengan kehidupannya saat ini yang dirasakan sangat berat dan juga pasien beberapa kali mengakui memiliki gagasan untuk bunuh diri.
Pasien sering mendengar bisikan suara-suara orang yang tidak dikenalnya setiap hari. Suara yang didengar kadang berupa perintah yang menyuruhnya memukul seseorang yang menurut sumber suara yang didengar adalah orang jahat yang berniat buruk. Kadang suara tersebut terdengar seperti mengejek dirinya atau membicarakannya.
Sekitar 2 minggu SMRS pasien melakukan tindak kekerasan pada seorang tamu yang datang ke rumahnya dengan menampar pipinya. Saat itu pasien mengaku dirinya merasa marah dan emosi karena orang tersebut datang dan tiba-tiba langsung memarahinya sehingga membuat pasien refleks untuk menampar. Pasien mengaku tidak dapat mengontrol emosinya saat itu.
Heteroanamnesis
Diperoleh dari suami pasien, Tn. BD, berusia 37 tahun yang bekerja sebagai wiraswasta dibidang developing dan merupakan keluarga terdekat pasien yang serumah dengannya. Suami pasien mengatakan bahwa pasien memang menjadi lebih sering marah dan tersinggung serta menjadi sulit tidur sejak 4 bulan yang terakhir. Selain itu pasien juga merasa cemas yang berlebihan serta badan terasa lemas. Pasien juga menjadi sering lupa sehingga saat ini suami memegang peran pengganti istri di rumah untuk kegiatan seperti memasak, membersihkan rumah dan lainnya. Suami pasien mengaku istrinya juga pernah telanjang di dalam rumah tanpa rasa malu dan saat itu istrinya baru menyadari hal tersebut setelah ditegur suaminya. Emosi pasien menjadi sering labil terutama jika berhadapan dengan tamu atau orang lain yang bertamu ke rumahnya, baik yang merupakan konsumen perumahan maupun keluarga pasien yang sedang berkunjung ke rumahnya. Suami pasien mengaku saat ini istrinya tidak dapat lagi menerima tamu karena pasti akan diusirnya setelah beliau memarahi balik tamu yang berbicara atau menanyakan suaminya. Selain itu suami juga mengaku istrinya menjadi sering termenung di rumah. 2 minggu SMRS suami mendapatkan laporan bahwa pasien melakukan tindak kekerasan pada tamu di rumahnya yaitu dengan menampar tamu tersebut dan pasien dituntu oleh tamu tersebut yang merupakan konsumen perumahan yang dibuat oleh perusahaan suaminya. Suami pasien juga mengakui bahwa keluhan istrinya bermunculan setelah masalah pekerjaannya dan perekonomian keluarga memburuk.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah memiliki gangguan psikiatri sebelumnya, pasien belum pernah berobat ke rumah sakit jiwa maupun ke psikiater sebelumnya.
2. Riwayat Gangguan Medik
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan medis sebelumnya dan pasien belum pernah dirawat di rumah sakit. Tidak ada riwayat trauma kepala, kejang dan demam sebelumnya.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Riwayat mengkonsumsi alkohol, rokok, dan narkoba disangkal.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat prenatal
Pasien lahir cukup bulan dengan presentasi bokong dan ditolong oleh dukun dirumah. Selama kehamilan dan kelahiran pasien tidak ada masalah.
2. Riwayat masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita normal. Pasien minum ASI sejak lahir.
3. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini normal. Pasien berkembang menjadi anak seperti seumurannya. Pasien merupakan anak yang periang dan memiliki banyak teman.
4. Riwayat masa remaja
Pasien saat remaja berkembang menjadi remaja perempuan yang ceria. Pasien memiliki beberapa teman dekat di sekolah dan lebih sering berada di rumah sehari-harinya.
5. Riwayat dewasa muda
Pasien menikah pada usia dewasa muda dan langsung memiliki anak. Pasien merasa bahagia dengan kondisi barunya saat itu dan menikmati waktunya menjadi seorang istri dan ibu.
6. Riwayat pendidikan
Prestasi pasien saat bersekolah SD dan SMP tidak.terlalu menonjol. Pasien hanya menempuh pendidikannya hingga tingkat SMP.
7. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak pernah bekerja, pasien hanya membantu sesekali suaminya diperusahaan milik suaminya.
8. Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah dan memiliki empat orang anak. Pasien menikah tidak lama setelah dirinya lulus dari SMP dengan laki-laki yang dicintainya. Pasien mengaku langsung hamil setelah menikah dan dikarunia seorang anak laki-laki. Anak kedua, ketiga dan keempat berjenis kelamin perempuan.
9. Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam dan rajin beribadah.
10. Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah menikah dan memiliki empat orang anak.
11. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum.
12. Aktivitas sosial
Pasien saat ini sudah tidak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tetangga. Pasien hanya berada didalam rumah. Sebelumnya pasien memiliki interaksi sosial yang baik dengan tetangga di lingkungan tempat tinggalnya.
E. Riwayat Keluarga
Di keluarga pasien terdapat keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Hubungan pasien dengan keluarga inti seperti suami, anak dan keluarga besarnya baik.
Genogram
F. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien sekarang tinggal dengan suami dan keempat anaknya. Lingkungan tempat tinggal terkesan cukup baik. Pasien tinggal di daerah yang cukup padat penduduk dan berdekatan dengan tetangga. Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga dikenal cukup baik. Saat ini pasien tidak lagi membantu suaminya dalam bekerja serta aktivitas lainnya di rumah sehari-hari saat ini sudah berkurang seperti menyapu, mengepel dan memasak.
Dalam biaya pengobatan pasien sebagai pasien umum dan sedang dalam poses menggunakan kartu BPJS. Keadaan ekonomi keluarga saat ini sedang mengalami masalah berat karena pekerjaan suami sedang bermasalah. Hubungan pasien dengan adik-adik dan orangtua baik. Pasien juga sampai saat ini memiliki hubungan yang baik dengan suami dan anak-anaknya. Pasien merasa anak laki-lakinya yang pertama lebih dekat dengannya. Sejak 4 bulan SMRS pasien sehari-hari berada di rumah ditemani oleh ibu atau adik perempuannya pada waktu semua anggota keluarga lainnya beraktivitas di luar rumah.
G. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya dan Lingkungannya
Pasien mengakui bahwa dirinya saat ini sedang mengalami masalah berat dan berbagai tekanan dari luar yang berdampak terhadap kondisi perasaan atau emosi yang labil serta tidak dapat dikontrol. Namun pasien tidak menyadari adanya gangguan atau masalah kejiwaan padanya saat ini.
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 08 Mei 2015, hasil pemeriksaan ini menggambarkan situasi keadaan pasien saat dilakukan pemeriksaan home visite.
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Perempuan berusia 32 tahun, paras wajah melebihi umur dengan postur tubuh yang piknikus, kesan gizi pasien berlebih. Rambut pasien dikuncir acak dan agak berantakan. Pasien menggunakan baju terusan berwarna biru denim. Kebersihan cukup baik. Wajah pasien tampak murung.
2. Kesadaran
Compos mentis, secara kualitas tidak berubah.
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.
4. Pembicaraan
• Kuantitas: pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan cukup jelas.
• Kualitas: pasien dapat menjawab pertanyaan jika ditanya dan menjawab pertanyaan dengan spontan, namun kadang pasien juga membutuhkan waktu beberapa menit untuk mejawab pertanyaan pemeriksa dengan alasan berusaha mengingat terlebih dulu. Pasien sering bercerita dengan spontan mengenai keadaan dirinya saat ini. Intonasi berbicara pasien cukup jelas dengan nada suara yang rendah. Pembicaraan dapat dimengerti.
• Tidak ada hendaya berbahasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif, kontak mata adekuat. Pasien selalu menjawab pertanyaan dengan melihat kearah pemeriksa. Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan cukup baik.
B. Keadaan Afektif
1. Mood : Depresif
2. Afek : Dalam rentang sempit
3. Keserasian : Serasi
C. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik ada pasien mendengar suara-suara berupa perintah untuk melakukan sesuatu yang jahat seperti menyuruh mengusir seseorang atau bahkan memukul. Kadang pasien juga mendengarkan suara orang yang menganggunya dengan suara mengejek.
D. Proses Pikir
1. Bentuk pikir : realistik
2. Arus pikir
a. Produktivitas : pasien dapat menjawab spontan saat diajukan pertanyaan.
b. Kontinuitas : koheren, mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan.
c. Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
3. Isi pikiran : Thought of echo, waham curiga (+): pasien merasa bahwa orang-orang disekitarnya dan tamu yang datang kerumahnya selalu mencari dan mengejar dirinya dan menyalahkan dirinya meskipun orang yang dating tersebut adalah keluarganya sendiri. Waham kontrol (+), pasien merasa dirinya di kontrol oleh bisikan-bisikan yang menyuruhnya dan pasien secara refleks dan tidak sadar melakukan hal tersebut.
E. Fungsi Intelektual / Kognitif
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
• Taraf pendidikan
Pasien lulusan SMP
• Pengetahuan Umum
Baik, pasien dapat menjawab dengan tepat ibukota Negara Indonesia dan Presiden Indonesia.
2. Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien baik, pasien dapat menghitung dengan benar angka-angka yang diberikan pemeriksa seperti 45 x 7 dan 56 x 5.
3. Orientasi
• Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu wawancara dilakukan yaitu sore hari.
• Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada dirumahnya, dan menjalani pengobatan di RSKJ Bengkulu
• Orang : Baik, pasien mengetahui nama suami dan anak-anaknya serta saudara dan orangtuanya. Selain itu pasien juga mengetahui dirinya diwawancarai oleh siapa.
• Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan wawancara.
4. Daya Ingat
• Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat dimana pasien dulu menempuh pendidikan sekolah dasar.
• Daya ingat jangka menengah
Baik, pasien dapat mengingat kapan beliau menikah.
• Daya ingat jangka pendek
Kurang baik, pasien tidak dapat mengingat secara cepat dan tepat apa aktivitas yang dilakukannya kemarin malam, pasien membutuhkan waktu beberapa menit hingga dapat menjawab pertanyaan pemeriksa.
• Daya ingat segera
Kurang baik, pasien tidak dapat mengingat nama pemeriksa.
• Akibat hendaya daya ingat pasien
Kemampuan daya ingat jangka pendek dan segera mengalami gangguan meskipun daya ingat lainnya tampak tidak ada gangguan.
6. Kemampuan baca tulis: baik
7. Kemampuan visuospasial: baik
8. Berpikir abstrak: baik, pasien dapat menjelaskan persamaan jeruk dan apel.
9. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat melakukan perawatan diri sehari - hari secara mandiri seperti mandi, makan dan minum.
F. Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik. Uji daya nilai realitas pasien juga baik.
G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien kurang baik, selama wawancara pasien kurang dapat mengontrol emosinya dengan baik dan tampak selama pemeriksaan dilakukan pasien menceritakan kondisinya dengan emosi yang berlebihan.
H. Tilikan
Tilikan derajat 2, karena pasien menyadari bahwa dirinya sedang mengalami tekanan/ stress, namun disisi lain pasien tidak menyadari bahwa dirinya saat ini mengalami masalah kejiwaan, meskipun pasien mengetahui penyebab atau faktor terkait dengan keluhannya saat ini yaitu masalah pekerjaan suami yang berdampak pada keadaan ekonomi keluarga tetapi pasien tetapi tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya.
I. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur mengenai peristiwa yang terjadi, dan di cross check juga dengan keterangan dari suami pasien yang menceritakan kejadian yang serupa.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
• KU : Tampak Sehat
• Sensorium : Compos mentis
Vital Sign
• TD : 150/80 mmHg
• Nadi : 86 x/menit
• RR : 22 x/menit
• Suhu : 36,8oC
b. Status Internus
Kepala Normosefali, deformitas tidak ada.
Mata Edema palpebra tidak ada, sklera ikterik -/-, konjungtiva palpebra anemis -/-
Hidung Simetris, deformitas (-), deviasi (-), tidak ada sekret.
Telinga Simetris, bentuk dalam batas normal, menggantung, deformitas
(-), sekret (-), nyeri tekan tragus mastoid tidak ada
Mulut Bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher Dalam batas normal, tiroid tidak membesar
Thorax Tidak terdapat skar, spider naevi (-), simetris kiri dan kanan
Paru I: Pernapasan statis-dinamis kiri = kanan.
P: Stemfremitus simetris kiri dan kanan
P: Sonor disemua lapang paru
A: Suara nafas vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Tidak dilakukan
A: Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen I: Datar, tampak benjolan (-)
A: Bising usus (+)
P: Timpani (+) di seluruh regio abdomen
P: Nyeri tekan (-)
Ektremitas Superior, inferior, dekstra, sinistra dalam batas normal
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang, sehingga disarankan untuk
melakukan pemeriksaan darah rutin dan urin lengkap.
VI. FORMULASI DIAGNOSIS
1. Perempuan berusia 32 tahun, sudah menikah dan memiliki empat orang anak.
2. Penampilan rambut agak berantakan dan dikuncir dengan baju terusan yang rapi dan bersih serta muka tampak kurang terawat.
3. Riwayat stressor : perusahaan yang dimiliki mengalami masalah berat yang menyebabkan kondisi keuangan rumah tangga menjadi buruk secara drastis.
4. Pasien kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan pasien koheren. Mood pasien depresif, afek pasien dalam rentang sempit dan serasi.
5. Terdapat halusinasi auditorik, waham curiga dan waham kontrol.
6. Keluhan pertama kali muncul sekitar 4 bulan yang lalu tepatnya setelah muncul masalah ekonomi keluarga yang terpuruk.
VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
• Aksis I
F.32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
• Aksis II
Tidak ada diagnosis
• Aksis III
I.01.0 Hipertensi grade I
• Aksis IV
Masalah perekonomian keluarga (perusahaan suami mengalami masalah)
• Aksis V
GAF scale 60-51
VII. PROGNOSIS
1. Faktor yang memberikan pengaruh baik:
• Indikator psikososial: mempunyai teman akrab selama masa remaja, fungsi keluarga stabil dan beberapa tahun sebelum sakit secara umum fungsi sosial baik.
• Tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya.
2. Faktor yang memberikan pengaruh buruk:
• Depresi berat dengan gejala psikotik (gejala positif yaitu adanya halusinasi dan waham)
• Ditemukan gejala gangguan cemas.
Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia ad bonam. Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara diatas
sebagai berikut :
• Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
• Quo Ad Functionam : dubia ad malam
• Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
VIII. Terapi
• Farmakoterapi
Fluoxetine 1 x 20 mg
Risperidone tablet 2 x 2 mg
• Psikoterapi & Edukasi
Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan terapi kognitif-perilaku.
Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan) pasien terhadap stres.
Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakitnya serta mengembangkan kemampuannya untuk menunjang penyembuhan dirinya. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan edukasi baik terhadap pasien maupun keluarga.
Psikoterapi rekonstruktif bertujuan untuk dicapainya tilikan akan konflik-konflik nirsadar dengan usaha untuk mecapai perubahan struktur luas kepribadian.
Edukasi
- Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi aktivitas pasien secara wajar, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor.
- Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan depresi dibawah naungan gangguan mood. Pembahasan emosi mencakup afek, mood, emosi yang lain dan gangguan psikologis yang berhubungan dengan mood. Sehingga dalam pembahasan gangguan depresi maka akan dibahas emosi dan mood. Emosi merupakan kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood. Emosi juga memiliki sinonim yaitu afek yang merupakan suasana perasaan hati seorang individu. Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain termasuk contohnya depresi, elasi dan marah.1
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi.1,2
a. Definisi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari.3
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi atau penurunan konsentrasi. Sedangkan berdasarkan Maramis, depresif adalah suatu gangguan perasaan dengan cirri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan.4
b. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi. Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15% dan pada perempuan dapat mencapai 25% yang sekitar 10% persen mendapatkan perawatan primer sedangkan sisanya 15% dirawat rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%, sedangkan pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.1,2
Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormone, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.1
Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% awitan diantara usia 20-50 tahun.Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat.1,2
Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.1
Faktor sosioekonomi dan budaya. Tidak ditemukan korelasi natara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat.1
c. Etiologi dan Patofisiologi
1. Faktor organobiologi
Hipotesis gangguan mood berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA) dan asam homovanilic (HVA) yang ada di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal. Norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling telibat dalam patofisiologi gangguan mood.
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik anti depresan mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi ditandai dengan penemuan subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Sedangkan pada serotonin pada orang dengan depresi biasanya akan berkurang. Serotonin berfungsi dalam meregulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan.1,2
2. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood dengan jalur penurunan yang kompleks. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam keluarga menunjukkan bahwa generasi pertama lebih sering 2 sampai 10 kali mengalami depresi berat.
3. Faktor sosial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama dibandingkan episode berikutnya. Teori yang ada terkait dengan hal tersebut adalah adanya perubahan biologi otak yang bertahan lama. Sehingga perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmitter dan system sinyal intraneuron, termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinap dan berdampak pada sinap dan hal tersebut dapat berdampak pada seorang individu berisiko tinggi mengalami episode berulang, gangguan mood, sekalipun tanpa stressor.1
Semua orang dengan dengan pola kepribadiannya dapat mengalami depresi sesuai dengan situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi-kompulsi, histrionik dan ambang berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingnya dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisocial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisikko menjadi gangguan depresi berat. Peristiwa stressful merupaka predictor terkuat untuk kejadian episode depresi.1,2
Faktor psikodinamik pada depresi dikenal sebagai pandang klasik dari depresi dan dituangkan kedalam teori yang ditemukan oleh Sigmund Freud dan dilanjutkan oleh Karl Abraham. (1) gangguan hubungan ibu dan anak selama fase oral (10-18 bulan) merupakan faktor predisposisi terhadap episode depresi berulang; (2) depresi dapat dihubungkan dengan kenyataan atau bayangan kehilangan objek; (3) introjeksi merupakan bangkitan mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan yang berkaitan dengan kehilangan objek.; (4) akibat kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci dan cinta, perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri Menurut Melanie Klein depresi termasuk agresi kearah mencintai. Sedangkan Edward Bibring menyatakan bahwa depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari terdapat perbedaan antara ideal yang tinggi dengan ketidakmampuan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.2
4. Formulasi lain dari depresi
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang menghasilkan kecenderungan seseorang menjadi depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi mencakup (1) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi negatif terhadap dirinya (2) tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap dunia bermusuhan terhadapnya (3) tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan kegagalan.2
d. Perjalanan penyakit
Sebelum episode pertama teridentifikasi, sekitar 50% gangguan depresi berat memperlihatkan gejala depresi yang bermakna. Gejala depresi yang teridentifikasi dini dan dapat teratasi lebih awal dapat mencegah berkembangnya gejala tersebut menjadi episode depresi penuh. Pada pasien dengan gangguan depresi berat, meskipun gejala mungkin telah ada, umumnya belum menunjukkan suatu premorbid gangguan kepribadian. Sekitar 50% pasien dengan episode depresi pertama terjadi sebelum usia 40 tahun biasanya dihubungkan dengan tidak adanya riwayat gangguan mood dalam keluarga, gangguan kepribadian antisocial dan penyalahgunaan alkohol.1,2
Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6 – 13 bulan. Kebanyakan penanganan episode depresi sekitar 3 bulan. Namun karena merujuk kepada prosedur baku penatalaksaan gangguan depresi maka penatalksaan setidanya dilakukan selama 6 bulan agar tidak mudah kambuh.1
e. Tanda gejala
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala utama dari depresi. Pasien juga mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan. Selain itu biasanya terdapat pikiran untuk melakukan bunuh diri pada sekitar dua per tiga pasien depresi dan 10 sampai 15% diantaranya melakukan bunuh diri. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya.1,2,4
Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaanm dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering bangun dimalam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien juga mengalami penurunan nafsu makan demikian pula dengan bertambah dan menurun berat badannya serta mengalami tidur lebih lama dari biasanya.1,2,4
Kecemasan adalah gejala tersering dari sepresi dan menyerang 90% pasien depresi. Perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaan seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid tidak normal dan menurunnya minat serta aktivitas seksual.2
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada orangtua dapat dihubungkan dengan status ekonomi yang rendah, kehilangan pasanganm berbarengan dengan penyakit fisik dan isolasi sosial.1
Gangguan depresi ditandai oelh rasa lelah yang berkepanjangan dan sulit untuk konsentrasi, gangguan tidur (terutama bangun pagi cepat dan bangun beberapa kali saat tidur), nafsu makan berkurang, kehilangan berat badan, dan keluhan somatik.1
f. Kriteria diagnosis
Tabel 1. Kriteria diagnostik gangguan depresi berat menurut DSM-IV-TR
A. Pasien mengalami gangguan mood terdepresi (contoh: sedih atau perasaan kosong) atau kehilangan minat atau kesenangan sepanjang waktu selama 2 minggu atau lebih ditambah 4 atau lebih gejala-gejala berikut ini:
- Tidur: insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
- Minat: menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan hampir sepanjang waktu
- Rasa bersalah: perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai atau rasa tidak berharga hampir sepanjang waktu
- Energi: kehilangan energi atau letih hampir sepanjang waktu
- Konsentrasi: menurunnya kemampuan untuk berpikir/ konsentrasi; sulit membuat keputusan hampir sepanjang waktu
- Selera makan: menurun atau meningkat
- Psikomotor: agitasi atau retardasi
- Bunuh diri: pikiran berulang tentang mati/ ingin bunuh diri.
B. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode campuran (episode
depresi berat dan episode manik).
C. Gejalanya menimbulkan penderitaan bermakna secara klinik atau
hendaya sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat
(contoh: penyalahgunaan obat atau medikasi) atau kondisi medik
umum (hipotiroidisme).
E. Gejalanya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan dukacita, misalnya
setelah kehilangan seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari
dua bulan atau ditandai hendaya fungsi yang jelas, preokupasi rasa
ketidakbahagian yang abnormal, ide bunuh diri, gejala psikotik atau
retardasi mental.
g. Skala penilain objektif untuk depesi
Skala penilain objektif yang dapat digunakan dalam praktik dokter atau dokumentasi keadaan klinik pasien depresi adalah The Zung Self Rating depression scale yang terdiri dari 20 item skala pelaporan. Skor normal kurang dari 34, skor depresi adalah lebih dari 50. Skala tersebut meliputi indeks global intensitas gejala depresi pasien, termasuk kecendrungan ekspresi dari depresi.1
The raskin depression scale adalah suatu skala nilai klinik yang mengukur beratnya depresi pasien yang dilaporkan oleh pasien dan dokter pengamat, pada 5 point skala dari 3 dimensi meliputi pelaporan verbal, penampilan prilaku, dan gejala sekunder. Skala berkisar antara 3-13. Skor normal adalah 3, dan skor depresi adalah 7 atau lebih.1
h. Pemeriksaan status mental
1. Deskripsi umum:
Kemunduran psikomotor secara umum merupakan gejala yang paling sering, meskipun agitasi psikomotor juga terlihat terutama pada pasien usia lanjut. Meremas tangan dan menarik rambut merupakan gejala dari agitasi. Secara sederhana, pasien depresi memiliki postur tubuh yang dibungkukkan tidak ada gerakan spontan, sedih dan memalingkan wajah. Pada pemeriksaan klinis, pasien depresi memperlihatkan keseluruhan gejala dari kemunduran psikomotor yang tampak serupa dengan pasien skizofrenia katatonik.1
2. Mood, afek dan perasaan:
Gejala kunci adalah depresi, walaupun sekitar 50% pasien menyangkal perasaan depresi dan tidak tampak depresi. 1
3. Suara:
Pengurangan jumlah dan volume bicara; mereka merespon pertanyaan dengan satu-satu kata dan memperlihatkan perlambatan menjawab pertanyaan. Pemeriksa dapat menunggu 2 atau 3 menit untuk pasien menjawab pertanyaan.1
4. Gangguan persepsi:
Gangguan depresi berat dengan cirri psikotik mempunyai waham atau halusinasi. Bahkan tanpa waham dan halusinasi, beberapa dokter menyebut psychotic depression untuk kemunduran secara keseluruhan seperti membisu, tidak mandi dan kotor. 1
Mood congruent adalah suatu kondisi yang pada saat bersamaan pada pasien depresi ditemukan adanya waham dan halusinasi yang menetap, selain itu juga ditemukan perasaan bersalah, tidak berharga, kegagalan, penderitaan dan keadaan terminal penyakit somatik (kanker atau kerusakan otak). 1
Gambarannya adalah ketidakesesuaian isi waham dan halusinasi dengan mood depresi. Ketidaksesuaian antara isi waham dengan mood pada pasien meliputi tema grandiose tentang kemampuan yang berlebihan, pengetahuan, dan sesuatu yang berharga sebagai contoh, pasien percaya bahwa seseorang tersiksa karena dia adalah Messiah. 1
5. Pikiran:
Pandangan negatif terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi piker mereka sering meliputi rasa kehilangan, rasa bersalah, pikiran bunuh diri, dan kematian. Sekitar 10% dari semua pasien depresi menunjukkan gejala gangguan pikiran, biasanya dalam isi pikirnya adalah hambatan dan kemiskinan.1
5. Sensorium dan kognitif:
Kebanyakan pasien depresi tidak terganggu orientasinya baik orang, tempat dan waktu meskipun beberapa dari mereka tidak mempunyai minat untuk menjawab pertanyaaan tentang subjek tersebut selama wawancara. Sedangkan sekitar 50 – 75% dari pasien depresi mempunyai hendaya kognitif, kadang-kadang ditunjukkan sebagai pseudodementia depresi. Umumnya pasien mengeluhkan tidak mampu konsentrasi dan gampang lupa. 1
6. Kontrol impuls:
Sekitar 10 sampai 15% melakukan bunuh diri dan dua pertiganya mempunyai ide untuk bunuh diri. Pasien dengan cirri psikotik biasanya mempertimbangkan untuk membunuh orang sebagai manifestasi waham, walaupun banyak pasien depresi kurang tenaga atau motivasi untuk mengikuti suara hati untuk melakukan kejahatan. Pasien dengan depresi berisiko tinggi untuk bunuh diri ketika energi mereka mulai meningkat. 1
7. Pertimbangan dan tilikan:
Penilaian sikap dan perilaku pasien terkini, selama wawancara. Tilikan pasien depresi terhadap gangguannya sering berlebihan: mereka selalu menekankan gejalanya, gangguannya, dan masalah hidup mereka. Ini menyulitkan untuk meyakinkan pasien bahwa perbaikan dapat terjadi. 1
8. Hal dapat dipercaya:
Pada wawancara dan perbincangan, pasien depresi terlalu melebihkan hal buruk dan meminimalkan hal baik. 1
i. Terapi
Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan pada beberapa tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak hanya pada gejala saat itu tetapi kesejahteraan pasien dimasa mendatang juga harus dimulai. Walaupun terapi saat ini yang menekankan pada farmakoterapi dan psikoterapi ditujukan pada pasien secara individual, peristiwa hidup yang penuh tekanan juga dikaitakn dengan meningkatnya angka kekambuhan pada pasien dengan gangguan mood. Dengan demikian, terapi harus menurunkan jumlah dan keparahan stressor didalam kehidupan pasien.1
1. Rawat inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedur diagnosis, risiko bunuh diri atau membunuh dan kemampuan pasien yang menurun drastic untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat gejala yang berkembang cepat serta rusaknya sistem dukungan pasien yang biasa juga merupakan indikasi rawat inap.1,2
2. Terapi psikososial
Sebagian besar studi menunjukkan kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu:1
a. Terapi kognitif
Sejumlah studi menunjukkan bahwa terapi kognitif efektif dalam penatalaksanaan gangguan depresi berat dan sebagian besar studi menunjukkan bahwa terapi ini setara efektivitasnya dengan farmakoterapi. Terapi kognitif dikembangkan dengan Aaron Beck dan memfokuskan pada distorsi kognitif yang diperkirakan ada pada gangguan depresi berat. Distorsi tersebut mencakup perhatian selektif terhadap aspek negatif keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak realistis mengenai konsekuensi. Contohnya apati dan kurang tenaga adalah pengharapan pasien mengenai kegagalan disemua area. Tujuan terapi ini adalah untuk meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi begatif; mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel dan positif serta melatih respons perilaku dan kognitif baru.
b. Terapi interpersonal
Terapi ini dikembangkan oleh Gerald Klerman yang memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan pada dua asumsi. Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada hubungan yang mengalami disfungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini cenderung terlibat didalam mencetuskan atau melanjutkan gejala depresif saat ini.
Program terapi ini biasanya terdiri dari atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Fenomena intrapsikik seperti mekanisme defense dan konflik internal, tidak diselesaikan. Perilaku khas seperti tidak asertif, keterampilan sosial terganggu dan pikiran terdistorsi dapat diselesaikan tetapi hanya dalam konteks pengertiannya terhadap hubungan interpersonal
c. Terapi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin sekaligus penolakan dari masyarakat. Pemusatan perhatian pada perilaku maladaptif didalam terapi diharapkan pasien dapat belajar berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.
3. Farmakoterapi
Antidepresan merupakan terapi gangguan depresif berat yang efektif dan spesifik. Penggunaan farmakoterapi spesifik diperkirakan dapat melipat-gandakan kemungkinan bahwa pasien dengan gangguan depresi berat akan pulih. Meskipun demikian masalah tetap ada dalam terapi gangguan depresi berat seperti: sejumlah pasien tidak memberikan respon terhadap terapi pertama; semua antidepresan yang saat ini tersedia membutuhkan 3 sampai 4 minggu hingga memberikan pengaruh terapeutik yang bermakna, walaupun obat tersebut dapat mulai menunjukkan pengaruhnya lebih dini dan relatif sampai saat ini semua antidepresan yang tersedia bersifat toksik bila overdosis serta memiliki efek samping.1,2
SSRI seperti fluoxetine, paroksetin (Paxil), dan sertralin (Zoloft), juga bupropion, venlafaksin (Efexxor), nefazodon, dan mirtazapin (Remeron). Efek samping dari antidepresan adalah dapat mengakibatkan kematian jika dikonsumsu overdosis. Trisiklik dan tetrasiklik adalah antidepresan yang paling mematikan. Efek samping lainnya adalah dapat menyebabkan hipotensi.4
Kesalahan klinis yang sering terjadi adalah penggunaan dosis yang terlalu rendah dalam jangka waktu singkat. Kecuali terjadi efek samping, dosis antidepresan harus dinaikkan sampai kadar maksimum yang direkomendasi atau dipertahankan kadar tersebut setidaknya selama 4 atau 5 minggu sebelum percobaan obat dapat dinggap tidak berhasil. Terapi antidepresan harus dipertahankan setidaknya 6 bulan atau selama episode sebelumnya, bergantung mana yang lebih lama. Terapi profilaksis perlu dipertimbangkan jika melibatkan gagasan bunuh diri yang bermakna atau gangguan fungsi psikosial.1,5
Alternatif terapi obat lainnya adalah elektrokonvulsif dan fototerapi. Terapi elektokonvulsif biasa digunakan ketika pasien tidak memberikan respons terhadap farmakoterapi atau tidak dapat mentoleransi farmakoterapi.1
Nama : Ny. LN
Usia : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : 1 dari 7 bersaudara
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Suku : Lembak
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx Panorama
Tanggal Pemeriksaan : 04/4/2015 pukul 11.00 WIB
II. Riwayat Psikiatri
A. Keluhan Utama
Mudah marah dan sulit tidur sejak + 4 bulan yang lalu.
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Autoanamnesis:
Perempuan berusia 32 tahun, merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara dan sudah menikah. Pasien merupakan pasien baru di poli rawat jalan RSKJ Soeprapto Bengkulu tanggal 4 Mei 2015. Selama 4 bulan terakhir ini pasien mengeluh menjadi mudah marah dan sulit tidur serta badan terasa lemas Pasien mudah marah jika tersinggung dan merasa dirinya tertekan oleh sesuatu hal. Pasien mudah marah dengan siapa saja terutama orang lain dari luar rumahnya seperti tamu dan keluarga lainnya. Pasien menganggap orang tersebut sengaja mencari, mengejar dan mengancam dirinya. Sebelumnya suami pasien mengalami masalah dalam pekerjaannya sebagai developer perumahan yang secara langsung menyebabkan masalah perkenomian keluarga menjadi buruk secara drastis. Setelah kejadian tersebut banyak konsumen perumahan berdatangan ke rumah pasien untuk mencari suaminya dan meminta penjelasan serta klarifikasi mengenai keadaan perkembangan rumah yang mereka percayakan pada perusahaan suami pasien. Menurut pasien semua orang tersebut terlalu sering datang ke rumahnya untuk menanyakan suaminya mengenai pekerjaan dan mengganggu kenyamanan hidup pasien sehingga membuat pasien merasa tertekan seolah-olah dikejar masalah terus menerus. Sejak saat itu pasien merasa sering cemas berada di rumah dan sulit tidur. Pasien sering terbangun pada tengah malam dan tidak dapat tidur lagi serta merasa lemas dan mudah letih.
Selain itu pasien juga mengaku menjadi pelupa terhadap hal-hal yang dilakukan sebelumnya seperti lupa dimana meletakkan uang, lupa apakah sudah menaruh garam dimasakan dan lain-lain. Sehingga pasien sudah tidak dibiarkan untuk memasak dan melakukan kegiatan rumah tangga lainnya di rumahnya. Pasien juga pernah bertelanjang busana di dalam rumah tanpa rasa malu. Pasien mengaku tidak sadar ketika melakukan hal tersebut dan tersadar ketika ditegur oleh suaminya. Setelah kejadian tersebut pasien mendadak lupa dengan orang-orang terdekatnya seperti suami dan anak-anak kecuali anak laki-lakinya. Saat itu pasien juga mengusir keluarganya termasuk suami dan anak-anak yang mencoba masuk ke dalam kamarnya karena mengaku tidak kenal dengannya. Kejadian tersebut terjadi dalam 1 hari. Pasien juga seringkali merasa tidak tahan dengan kehidupannya saat ini yang dirasakan sangat berat dan juga pasien beberapa kali mengakui memiliki gagasan untuk bunuh diri.
Pasien sering mendengar bisikan suara-suara orang yang tidak dikenalnya setiap hari. Suara yang didengar kadang berupa perintah yang menyuruhnya memukul seseorang yang menurut sumber suara yang didengar adalah orang jahat yang berniat buruk. Kadang suara tersebut terdengar seperti mengejek dirinya atau membicarakannya.
Sekitar 2 minggu SMRS pasien melakukan tindak kekerasan pada seorang tamu yang datang ke rumahnya dengan menampar pipinya. Saat itu pasien mengaku dirinya merasa marah dan emosi karena orang tersebut datang dan tiba-tiba langsung memarahinya sehingga membuat pasien refleks untuk menampar. Pasien mengaku tidak dapat mengontrol emosinya saat itu.
Heteroanamnesis
Diperoleh dari suami pasien, Tn. BD, berusia 37 tahun yang bekerja sebagai wiraswasta dibidang developing dan merupakan keluarga terdekat pasien yang serumah dengannya. Suami pasien mengatakan bahwa pasien memang menjadi lebih sering marah dan tersinggung serta menjadi sulit tidur sejak 4 bulan yang terakhir. Selain itu pasien juga merasa cemas yang berlebihan serta badan terasa lemas. Pasien juga menjadi sering lupa sehingga saat ini suami memegang peran pengganti istri di rumah untuk kegiatan seperti memasak, membersihkan rumah dan lainnya. Suami pasien mengaku istrinya juga pernah telanjang di dalam rumah tanpa rasa malu dan saat itu istrinya baru menyadari hal tersebut setelah ditegur suaminya. Emosi pasien menjadi sering labil terutama jika berhadapan dengan tamu atau orang lain yang bertamu ke rumahnya, baik yang merupakan konsumen perumahan maupun keluarga pasien yang sedang berkunjung ke rumahnya. Suami pasien mengaku saat ini istrinya tidak dapat lagi menerima tamu karena pasti akan diusirnya setelah beliau memarahi balik tamu yang berbicara atau menanyakan suaminya. Selain itu suami juga mengaku istrinya menjadi sering termenung di rumah. 2 minggu SMRS suami mendapatkan laporan bahwa pasien melakukan tindak kekerasan pada tamu di rumahnya yaitu dengan menampar tamu tersebut dan pasien dituntu oleh tamu tersebut yang merupakan konsumen perumahan yang dibuat oleh perusahaan suaminya. Suami pasien juga mengakui bahwa keluhan istrinya bermunculan setelah masalah pekerjaannya dan perekonomian keluarga memburuk.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah memiliki gangguan psikiatri sebelumnya, pasien belum pernah berobat ke rumah sakit jiwa maupun ke psikiater sebelumnya.
2. Riwayat Gangguan Medik
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan medis sebelumnya dan pasien belum pernah dirawat di rumah sakit. Tidak ada riwayat trauma kepala, kejang dan demam sebelumnya.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Riwayat mengkonsumsi alkohol, rokok, dan narkoba disangkal.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat prenatal
Pasien lahir cukup bulan dengan presentasi bokong dan ditolong oleh dukun dirumah. Selama kehamilan dan kelahiran pasien tidak ada masalah.
2. Riwayat masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita normal. Pasien minum ASI sejak lahir.
3. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini normal. Pasien berkembang menjadi anak seperti seumurannya. Pasien merupakan anak yang periang dan memiliki banyak teman.
4. Riwayat masa remaja
Pasien saat remaja berkembang menjadi remaja perempuan yang ceria. Pasien memiliki beberapa teman dekat di sekolah dan lebih sering berada di rumah sehari-harinya.
5. Riwayat dewasa muda
Pasien menikah pada usia dewasa muda dan langsung memiliki anak. Pasien merasa bahagia dengan kondisi barunya saat itu dan menikmati waktunya menjadi seorang istri dan ibu.
6. Riwayat pendidikan
Prestasi pasien saat bersekolah SD dan SMP tidak.terlalu menonjol. Pasien hanya menempuh pendidikannya hingga tingkat SMP.
7. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak pernah bekerja, pasien hanya membantu sesekali suaminya diperusahaan milik suaminya.
8. Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah dan memiliki empat orang anak. Pasien menikah tidak lama setelah dirinya lulus dari SMP dengan laki-laki yang dicintainya. Pasien mengaku langsung hamil setelah menikah dan dikarunia seorang anak laki-laki. Anak kedua, ketiga dan keempat berjenis kelamin perempuan.
9. Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam dan rajin beribadah.
10. Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah menikah dan memiliki empat orang anak.
11. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum.
12. Aktivitas sosial
Pasien saat ini sudah tidak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tetangga. Pasien hanya berada didalam rumah. Sebelumnya pasien memiliki interaksi sosial yang baik dengan tetangga di lingkungan tempat tinggalnya.
E. Riwayat Keluarga
Di keluarga pasien terdapat keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Hubungan pasien dengan keluarga inti seperti suami, anak dan keluarga besarnya baik.
Genogram
F. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien sekarang tinggal dengan suami dan keempat anaknya. Lingkungan tempat tinggal terkesan cukup baik. Pasien tinggal di daerah yang cukup padat penduduk dan berdekatan dengan tetangga. Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga dikenal cukup baik. Saat ini pasien tidak lagi membantu suaminya dalam bekerja serta aktivitas lainnya di rumah sehari-hari saat ini sudah berkurang seperti menyapu, mengepel dan memasak.
Dalam biaya pengobatan pasien sebagai pasien umum dan sedang dalam poses menggunakan kartu BPJS. Keadaan ekonomi keluarga saat ini sedang mengalami masalah berat karena pekerjaan suami sedang bermasalah. Hubungan pasien dengan adik-adik dan orangtua baik. Pasien juga sampai saat ini memiliki hubungan yang baik dengan suami dan anak-anaknya. Pasien merasa anak laki-lakinya yang pertama lebih dekat dengannya. Sejak 4 bulan SMRS pasien sehari-hari berada di rumah ditemani oleh ibu atau adik perempuannya pada waktu semua anggota keluarga lainnya beraktivitas di luar rumah.
G. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya dan Lingkungannya
Pasien mengakui bahwa dirinya saat ini sedang mengalami masalah berat dan berbagai tekanan dari luar yang berdampak terhadap kondisi perasaan atau emosi yang labil serta tidak dapat dikontrol. Namun pasien tidak menyadari adanya gangguan atau masalah kejiwaan padanya saat ini.
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 08 Mei 2015, hasil pemeriksaan ini menggambarkan situasi keadaan pasien saat dilakukan pemeriksaan home visite.
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Perempuan berusia 32 tahun, paras wajah melebihi umur dengan postur tubuh yang piknikus, kesan gizi pasien berlebih. Rambut pasien dikuncir acak dan agak berantakan. Pasien menggunakan baju terusan berwarna biru denim. Kebersihan cukup baik. Wajah pasien tampak murung.
2. Kesadaran
Compos mentis, secara kualitas tidak berubah.
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.
4. Pembicaraan
• Kuantitas: pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan cukup jelas.
• Kualitas: pasien dapat menjawab pertanyaan jika ditanya dan menjawab pertanyaan dengan spontan, namun kadang pasien juga membutuhkan waktu beberapa menit untuk mejawab pertanyaan pemeriksa dengan alasan berusaha mengingat terlebih dulu. Pasien sering bercerita dengan spontan mengenai keadaan dirinya saat ini. Intonasi berbicara pasien cukup jelas dengan nada suara yang rendah. Pembicaraan dapat dimengerti.
• Tidak ada hendaya berbahasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif, kontak mata adekuat. Pasien selalu menjawab pertanyaan dengan melihat kearah pemeriksa. Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan cukup baik.
B. Keadaan Afektif
1. Mood : Depresif
2. Afek : Dalam rentang sempit
3. Keserasian : Serasi
C. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik ada pasien mendengar suara-suara berupa perintah untuk melakukan sesuatu yang jahat seperti menyuruh mengusir seseorang atau bahkan memukul. Kadang pasien juga mendengarkan suara orang yang menganggunya dengan suara mengejek.
D. Proses Pikir
1. Bentuk pikir : realistik
2. Arus pikir
a. Produktivitas : pasien dapat menjawab spontan saat diajukan pertanyaan.
b. Kontinuitas : koheren, mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan.
c. Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
3. Isi pikiran : Thought of echo, waham curiga (+): pasien merasa bahwa orang-orang disekitarnya dan tamu yang datang kerumahnya selalu mencari dan mengejar dirinya dan menyalahkan dirinya meskipun orang yang dating tersebut adalah keluarganya sendiri. Waham kontrol (+), pasien merasa dirinya di kontrol oleh bisikan-bisikan yang menyuruhnya dan pasien secara refleks dan tidak sadar melakukan hal tersebut.
E. Fungsi Intelektual / Kognitif
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
• Taraf pendidikan
Pasien lulusan SMP
• Pengetahuan Umum
Baik, pasien dapat menjawab dengan tepat ibukota Negara Indonesia dan Presiden Indonesia.
2. Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien baik, pasien dapat menghitung dengan benar angka-angka yang diberikan pemeriksa seperti 45 x 7 dan 56 x 5.
3. Orientasi
• Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu wawancara dilakukan yaitu sore hari.
• Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada dirumahnya, dan menjalani pengobatan di RSKJ Bengkulu
• Orang : Baik, pasien mengetahui nama suami dan anak-anaknya serta saudara dan orangtuanya. Selain itu pasien juga mengetahui dirinya diwawancarai oleh siapa.
• Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan wawancara.
4. Daya Ingat
• Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat dimana pasien dulu menempuh pendidikan sekolah dasar.
• Daya ingat jangka menengah
Baik, pasien dapat mengingat kapan beliau menikah.
• Daya ingat jangka pendek
Kurang baik, pasien tidak dapat mengingat secara cepat dan tepat apa aktivitas yang dilakukannya kemarin malam, pasien membutuhkan waktu beberapa menit hingga dapat menjawab pertanyaan pemeriksa.
• Daya ingat segera
Kurang baik, pasien tidak dapat mengingat nama pemeriksa.
• Akibat hendaya daya ingat pasien
Kemampuan daya ingat jangka pendek dan segera mengalami gangguan meskipun daya ingat lainnya tampak tidak ada gangguan.
6. Kemampuan baca tulis: baik
7. Kemampuan visuospasial: baik
8. Berpikir abstrak: baik, pasien dapat menjelaskan persamaan jeruk dan apel.
9. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat melakukan perawatan diri sehari - hari secara mandiri seperti mandi, makan dan minum.
F. Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik. Uji daya nilai realitas pasien juga baik.
G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien kurang baik, selama wawancara pasien kurang dapat mengontrol emosinya dengan baik dan tampak selama pemeriksaan dilakukan pasien menceritakan kondisinya dengan emosi yang berlebihan.
H. Tilikan
Tilikan derajat 2, karena pasien menyadari bahwa dirinya sedang mengalami tekanan/ stress, namun disisi lain pasien tidak menyadari bahwa dirinya saat ini mengalami masalah kejiwaan, meskipun pasien mengetahui penyebab atau faktor terkait dengan keluhannya saat ini yaitu masalah pekerjaan suami yang berdampak pada keadaan ekonomi keluarga tetapi pasien tetapi tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya.
I. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur mengenai peristiwa yang terjadi, dan di cross check juga dengan keterangan dari suami pasien yang menceritakan kejadian yang serupa.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
• KU : Tampak Sehat
• Sensorium : Compos mentis
Vital Sign
• TD : 150/80 mmHg
• Nadi : 86 x/menit
• RR : 22 x/menit
• Suhu : 36,8oC
b. Status Internus
Kepala Normosefali, deformitas tidak ada.
Mata Edema palpebra tidak ada, sklera ikterik -/-, konjungtiva palpebra anemis -/-
Hidung Simetris, deformitas (-), deviasi (-), tidak ada sekret.
Telinga Simetris, bentuk dalam batas normal, menggantung, deformitas
(-), sekret (-), nyeri tekan tragus mastoid tidak ada
Mulut Bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher Dalam batas normal, tiroid tidak membesar
Thorax Tidak terdapat skar, spider naevi (-), simetris kiri dan kanan
Paru I: Pernapasan statis-dinamis kiri = kanan.
P: Stemfremitus simetris kiri dan kanan
P: Sonor disemua lapang paru
A: Suara nafas vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Tidak dilakukan
A: Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen I: Datar, tampak benjolan (-)
A: Bising usus (+)
P: Timpani (+) di seluruh regio abdomen
P: Nyeri tekan (-)
Ektremitas Superior, inferior, dekstra, sinistra dalam batas normal
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang, sehingga disarankan untuk
melakukan pemeriksaan darah rutin dan urin lengkap.
VI. FORMULASI DIAGNOSIS
1. Perempuan berusia 32 tahun, sudah menikah dan memiliki empat orang anak.
2. Penampilan rambut agak berantakan dan dikuncir dengan baju terusan yang rapi dan bersih serta muka tampak kurang terawat.
3. Riwayat stressor : perusahaan yang dimiliki mengalami masalah berat yang menyebabkan kondisi keuangan rumah tangga menjadi buruk secara drastis.
4. Pasien kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan pasien koheren. Mood pasien depresif, afek pasien dalam rentang sempit dan serasi.
5. Terdapat halusinasi auditorik, waham curiga dan waham kontrol.
6. Keluhan pertama kali muncul sekitar 4 bulan yang lalu tepatnya setelah muncul masalah ekonomi keluarga yang terpuruk.
VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
• Aksis I
F.32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
• Aksis II
Tidak ada diagnosis
• Aksis III
I.01.0 Hipertensi grade I
• Aksis IV
Masalah perekonomian keluarga (perusahaan suami mengalami masalah)
• Aksis V
GAF scale 60-51
VII. PROGNOSIS
1. Faktor yang memberikan pengaruh baik:
• Indikator psikososial: mempunyai teman akrab selama masa remaja, fungsi keluarga stabil dan beberapa tahun sebelum sakit secara umum fungsi sosial baik.
• Tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya.
2. Faktor yang memberikan pengaruh buruk:
• Depresi berat dengan gejala psikotik (gejala positif yaitu adanya halusinasi dan waham)
• Ditemukan gejala gangguan cemas.
Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia ad bonam. Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara diatas
sebagai berikut :
• Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
• Quo Ad Functionam : dubia ad malam
• Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
VIII. Terapi
• Farmakoterapi
Fluoxetine 1 x 20 mg
Risperidone tablet 2 x 2 mg
• Psikoterapi & Edukasi
Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan terapi kognitif-perilaku.
Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan) pasien terhadap stres.
Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakitnya serta mengembangkan kemampuannya untuk menunjang penyembuhan dirinya. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan edukasi baik terhadap pasien maupun keluarga.
Psikoterapi rekonstruktif bertujuan untuk dicapainya tilikan akan konflik-konflik nirsadar dengan usaha untuk mecapai perubahan struktur luas kepribadian.
Edukasi
- Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi aktivitas pasien secara wajar, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor.
- Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan depresi dibawah naungan gangguan mood. Pembahasan emosi mencakup afek, mood, emosi yang lain dan gangguan psikologis yang berhubungan dengan mood. Sehingga dalam pembahasan gangguan depresi maka akan dibahas emosi dan mood. Emosi merupakan kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood. Emosi juga memiliki sinonim yaitu afek yang merupakan suasana perasaan hati seorang individu. Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain termasuk contohnya depresi, elasi dan marah.1
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi.1,2
a. Definisi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari.3
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi atau penurunan konsentrasi. Sedangkan berdasarkan Maramis, depresif adalah suatu gangguan perasaan dengan cirri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan.4
b. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi. Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15% dan pada perempuan dapat mencapai 25% yang sekitar 10% persen mendapatkan perawatan primer sedangkan sisanya 15% dirawat rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%, sedangkan pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.1,2
Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormone, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.1
Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% awitan diantara usia 20-50 tahun.Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat.1,2
Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.1
Faktor sosioekonomi dan budaya. Tidak ditemukan korelasi natara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat.1
c. Etiologi dan Patofisiologi
1. Faktor organobiologi
Hipotesis gangguan mood berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA) dan asam homovanilic (HVA) yang ada di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal. Norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling telibat dalam patofisiologi gangguan mood.
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik anti depresan mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi ditandai dengan penemuan subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Sedangkan pada serotonin pada orang dengan depresi biasanya akan berkurang. Serotonin berfungsi dalam meregulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan.1,2
2. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood dengan jalur penurunan yang kompleks. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam keluarga menunjukkan bahwa generasi pertama lebih sering 2 sampai 10 kali mengalami depresi berat.
3. Faktor sosial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama dibandingkan episode berikutnya. Teori yang ada terkait dengan hal tersebut adalah adanya perubahan biologi otak yang bertahan lama. Sehingga perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmitter dan system sinyal intraneuron, termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinap dan berdampak pada sinap dan hal tersebut dapat berdampak pada seorang individu berisiko tinggi mengalami episode berulang, gangguan mood, sekalipun tanpa stressor.1
Semua orang dengan dengan pola kepribadiannya dapat mengalami depresi sesuai dengan situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi-kompulsi, histrionik dan ambang berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingnya dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisocial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisikko menjadi gangguan depresi berat. Peristiwa stressful merupaka predictor terkuat untuk kejadian episode depresi.1,2
Faktor psikodinamik pada depresi dikenal sebagai pandang klasik dari depresi dan dituangkan kedalam teori yang ditemukan oleh Sigmund Freud dan dilanjutkan oleh Karl Abraham. (1) gangguan hubungan ibu dan anak selama fase oral (10-18 bulan) merupakan faktor predisposisi terhadap episode depresi berulang; (2) depresi dapat dihubungkan dengan kenyataan atau bayangan kehilangan objek; (3) introjeksi merupakan bangkitan mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan yang berkaitan dengan kehilangan objek.; (4) akibat kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci dan cinta, perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri Menurut Melanie Klein depresi termasuk agresi kearah mencintai. Sedangkan Edward Bibring menyatakan bahwa depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari terdapat perbedaan antara ideal yang tinggi dengan ketidakmampuan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.2
4. Formulasi lain dari depresi
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang menghasilkan kecenderungan seseorang menjadi depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi mencakup (1) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi negatif terhadap dirinya (2) tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap dunia bermusuhan terhadapnya (3) tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan kegagalan.2
d. Perjalanan penyakit
Sebelum episode pertama teridentifikasi, sekitar 50% gangguan depresi berat memperlihatkan gejala depresi yang bermakna. Gejala depresi yang teridentifikasi dini dan dapat teratasi lebih awal dapat mencegah berkembangnya gejala tersebut menjadi episode depresi penuh. Pada pasien dengan gangguan depresi berat, meskipun gejala mungkin telah ada, umumnya belum menunjukkan suatu premorbid gangguan kepribadian. Sekitar 50% pasien dengan episode depresi pertama terjadi sebelum usia 40 tahun biasanya dihubungkan dengan tidak adanya riwayat gangguan mood dalam keluarga, gangguan kepribadian antisocial dan penyalahgunaan alkohol.1,2
Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6 – 13 bulan. Kebanyakan penanganan episode depresi sekitar 3 bulan. Namun karena merujuk kepada prosedur baku penatalaksaan gangguan depresi maka penatalksaan setidanya dilakukan selama 6 bulan agar tidak mudah kambuh.1
e. Tanda gejala
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala utama dari depresi. Pasien juga mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan. Selain itu biasanya terdapat pikiran untuk melakukan bunuh diri pada sekitar dua per tiga pasien depresi dan 10 sampai 15% diantaranya melakukan bunuh diri. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya.1,2,4
Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaanm dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering bangun dimalam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien juga mengalami penurunan nafsu makan demikian pula dengan bertambah dan menurun berat badannya serta mengalami tidur lebih lama dari biasanya.1,2,4
Kecemasan adalah gejala tersering dari sepresi dan menyerang 90% pasien depresi. Perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaan seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid tidak normal dan menurunnya minat serta aktivitas seksual.2
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada orangtua dapat dihubungkan dengan status ekonomi yang rendah, kehilangan pasanganm berbarengan dengan penyakit fisik dan isolasi sosial.1
Gangguan depresi ditandai oelh rasa lelah yang berkepanjangan dan sulit untuk konsentrasi, gangguan tidur (terutama bangun pagi cepat dan bangun beberapa kali saat tidur), nafsu makan berkurang, kehilangan berat badan, dan keluhan somatik.1
f. Kriteria diagnosis
Tabel 1. Kriteria diagnostik gangguan depresi berat menurut DSM-IV-TR
A. Pasien mengalami gangguan mood terdepresi (contoh: sedih atau perasaan kosong) atau kehilangan minat atau kesenangan sepanjang waktu selama 2 minggu atau lebih ditambah 4 atau lebih gejala-gejala berikut ini:
- Tidur: insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
- Minat: menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan hampir sepanjang waktu
- Rasa bersalah: perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai atau rasa tidak berharga hampir sepanjang waktu
- Energi: kehilangan energi atau letih hampir sepanjang waktu
- Konsentrasi: menurunnya kemampuan untuk berpikir/ konsentrasi; sulit membuat keputusan hampir sepanjang waktu
- Selera makan: menurun atau meningkat
- Psikomotor: agitasi atau retardasi
- Bunuh diri: pikiran berulang tentang mati/ ingin bunuh diri.
B. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode campuran (episode
depresi berat dan episode manik).
C. Gejalanya menimbulkan penderitaan bermakna secara klinik atau
hendaya sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat
(contoh: penyalahgunaan obat atau medikasi) atau kondisi medik
umum (hipotiroidisme).
E. Gejalanya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan dukacita, misalnya
setelah kehilangan seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari
dua bulan atau ditandai hendaya fungsi yang jelas, preokupasi rasa
ketidakbahagian yang abnormal, ide bunuh diri, gejala psikotik atau
retardasi mental.
g. Skala penilain objektif untuk depesi
Skala penilain objektif yang dapat digunakan dalam praktik dokter atau dokumentasi keadaan klinik pasien depresi adalah The Zung Self Rating depression scale yang terdiri dari 20 item skala pelaporan. Skor normal kurang dari 34, skor depresi adalah lebih dari 50. Skala tersebut meliputi indeks global intensitas gejala depresi pasien, termasuk kecendrungan ekspresi dari depresi.1
The raskin depression scale adalah suatu skala nilai klinik yang mengukur beratnya depresi pasien yang dilaporkan oleh pasien dan dokter pengamat, pada 5 point skala dari 3 dimensi meliputi pelaporan verbal, penampilan prilaku, dan gejala sekunder. Skala berkisar antara 3-13. Skor normal adalah 3, dan skor depresi adalah 7 atau lebih.1
h. Pemeriksaan status mental
1. Deskripsi umum:
Kemunduran psikomotor secara umum merupakan gejala yang paling sering, meskipun agitasi psikomotor juga terlihat terutama pada pasien usia lanjut. Meremas tangan dan menarik rambut merupakan gejala dari agitasi. Secara sederhana, pasien depresi memiliki postur tubuh yang dibungkukkan tidak ada gerakan spontan, sedih dan memalingkan wajah. Pada pemeriksaan klinis, pasien depresi memperlihatkan keseluruhan gejala dari kemunduran psikomotor yang tampak serupa dengan pasien skizofrenia katatonik.1
2. Mood, afek dan perasaan:
Gejala kunci adalah depresi, walaupun sekitar 50% pasien menyangkal perasaan depresi dan tidak tampak depresi. 1
3. Suara:
Pengurangan jumlah dan volume bicara; mereka merespon pertanyaan dengan satu-satu kata dan memperlihatkan perlambatan menjawab pertanyaan. Pemeriksa dapat menunggu 2 atau 3 menit untuk pasien menjawab pertanyaan.1
4. Gangguan persepsi:
Gangguan depresi berat dengan cirri psikotik mempunyai waham atau halusinasi. Bahkan tanpa waham dan halusinasi, beberapa dokter menyebut psychotic depression untuk kemunduran secara keseluruhan seperti membisu, tidak mandi dan kotor. 1
Mood congruent adalah suatu kondisi yang pada saat bersamaan pada pasien depresi ditemukan adanya waham dan halusinasi yang menetap, selain itu juga ditemukan perasaan bersalah, tidak berharga, kegagalan, penderitaan dan keadaan terminal penyakit somatik (kanker atau kerusakan otak). 1
Gambarannya adalah ketidakesesuaian isi waham dan halusinasi dengan mood depresi. Ketidaksesuaian antara isi waham dengan mood pada pasien meliputi tema grandiose tentang kemampuan yang berlebihan, pengetahuan, dan sesuatu yang berharga sebagai contoh, pasien percaya bahwa seseorang tersiksa karena dia adalah Messiah. 1
5. Pikiran:
Pandangan negatif terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi piker mereka sering meliputi rasa kehilangan, rasa bersalah, pikiran bunuh diri, dan kematian. Sekitar 10% dari semua pasien depresi menunjukkan gejala gangguan pikiran, biasanya dalam isi pikirnya adalah hambatan dan kemiskinan.1
5. Sensorium dan kognitif:
Kebanyakan pasien depresi tidak terganggu orientasinya baik orang, tempat dan waktu meskipun beberapa dari mereka tidak mempunyai minat untuk menjawab pertanyaaan tentang subjek tersebut selama wawancara. Sedangkan sekitar 50 – 75% dari pasien depresi mempunyai hendaya kognitif, kadang-kadang ditunjukkan sebagai pseudodementia depresi. Umumnya pasien mengeluhkan tidak mampu konsentrasi dan gampang lupa. 1
6. Kontrol impuls:
Sekitar 10 sampai 15% melakukan bunuh diri dan dua pertiganya mempunyai ide untuk bunuh diri. Pasien dengan cirri psikotik biasanya mempertimbangkan untuk membunuh orang sebagai manifestasi waham, walaupun banyak pasien depresi kurang tenaga atau motivasi untuk mengikuti suara hati untuk melakukan kejahatan. Pasien dengan depresi berisiko tinggi untuk bunuh diri ketika energi mereka mulai meningkat. 1
7. Pertimbangan dan tilikan:
Penilaian sikap dan perilaku pasien terkini, selama wawancara. Tilikan pasien depresi terhadap gangguannya sering berlebihan: mereka selalu menekankan gejalanya, gangguannya, dan masalah hidup mereka. Ini menyulitkan untuk meyakinkan pasien bahwa perbaikan dapat terjadi. 1
8. Hal dapat dipercaya:
Pada wawancara dan perbincangan, pasien depresi terlalu melebihkan hal buruk dan meminimalkan hal baik. 1
i. Terapi
Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan pada beberapa tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak hanya pada gejala saat itu tetapi kesejahteraan pasien dimasa mendatang juga harus dimulai. Walaupun terapi saat ini yang menekankan pada farmakoterapi dan psikoterapi ditujukan pada pasien secara individual, peristiwa hidup yang penuh tekanan juga dikaitakn dengan meningkatnya angka kekambuhan pada pasien dengan gangguan mood. Dengan demikian, terapi harus menurunkan jumlah dan keparahan stressor didalam kehidupan pasien.1
1. Rawat inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedur diagnosis, risiko bunuh diri atau membunuh dan kemampuan pasien yang menurun drastic untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat gejala yang berkembang cepat serta rusaknya sistem dukungan pasien yang biasa juga merupakan indikasi rawat inap.1,2
2. Terapi psikososial
Sebagian besar studi menunjukkan kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu:1
a. Terapi kognitif
Sejumlah studi menunjukkan bahwa terapi kognitif efektif dalam penatalaksanaan gangguan depresi berat dan sebagian besar studi menunjukkan bahwa terapi ini setara efektivitasnya dengan farmakoterapi. Terapi kognitif dikembangkan dengan Aaron Beck dan memfokuskan pada distorsi kognitif yang diperkirakan ada pada gangguan depresi berat. Distorsi tersebut mencakup perhatian selektif terhadap aspek negatif keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak realistis mengenai konsekuensi. Contohnya apati dan kurang tenaga adalah pengharapan pasien mengenai kegagalan disemua area. Tujuan terapi ini adalah untuk meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi begatif; mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel dan positif serta melatih respons perilaku dan kognitif baru.
b. Terapi interpersonal
Terapi ini dikembangkan oleh Gerald Klerman yang memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan pada dua asumsi. Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada hubungan yang mengalami disfungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini cenderung terlibat didalam mencetuskan atau melanjutkan gejala depresif saat ini.
Program terapi ini biasanya terdiri dari atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Fenomena intrapsikik seperti mekanisme defense dan konflik internal, tidak diselesaikan. Perilaku khas seperti tidak asertif, keterampilan sosial terganggu dan pikiran terdistorsi dapat diselesaikan tetapi hanya dalam konteks pengertiannya terhadap hubungan interpersonal
c. Terapi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin sekaligus penolakan dari masyarakat. Pemusatan perhatian pada perilaku maladaptif didalam terapi diharapkan pasien dapat belajar berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.
3. Farmakoterapi
Antidepresan merupakan terapi gangguan depresif berat yang efektif dan spesifik. Penggunaan farmakoterapi spesifik diperkirakan dapat melipat-gandakan kemungkinan bahwa pasien dengan gangguan depresi berat akan pulih. Meskipun demikian masalah tetap ada dalam terapi gangguan depresi berat seperti: sejumlah pasien tidak memberikan respon terhadap terapi pertama; semua antidepresan yang saat ini tersedia membutuhkan 3 sampai 4 minggu hingga memberikan pengaruh terapeutik yang bermakna, walaupun obat tersebut dapat mulai menunjukkan pengaruhnya lebih dini dan relatif sampai saat ini semua antidepresan yang tersedia bersifat toksik bila overdosis serta memiliki efek samping.1,2
SSRI seperti fluoxetine, paroksetin (Paxil), dan sertralin (Zoloft), juga bupropion, venlafaksin (Efexxor), nefazodon, dan mirtazapin (Remeron). Efek samping dari antidepresan adalah dapat mengakibatkan kematian jika dikonsumsu overdosis. Trisiklik dan tetrasiklik adalah antidepresan yang paling mematikan. Efek samping lainnya adalah dapat menyebabkan hipotensi.4
Kesalahan klinis yang sering terjadi adalah penggunaan dosis yang terlalu rendah dalam jangka waktu singkat. Kecuali terjadi efek samping, dosis antidepresan harus dinaikkan sampai kadar maksimum yang direkomendasi atau dipertahankan kadar tersebut setidaknya selama 4 atau 5 minggu sebelum percobaan obat dapat dinggap tidak berhasil. Terapi antidepresan harus dipertahankan setidaknya 6 bulan atau selama episode sebelumnya, bergantung mana yang lebih lama. Terapi profilaksis perlu dipertimbangkan jika melibatkan gagasan bunuh diri yang bermakna atau gangguan fungsi psikosial.1,5
Alternatif terapi obat lainnya adalah elektrokonvulsif dan fototerapi. Terapi elektokonvulsif biasa digunakan ketika pasien tidak memberikan respons terhadap farmakoterapi atau tidak dapat mentoleransi farmakoterapi.1
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan pada pasien Ny.LN ditemukan adanya gejala-gejala seperti gangguan mood terdepresi (sedih) disertai dengan kehilangan minat selama sekitar 4 bulan. Selain itu juga terdapat gangguan tidur, merasa tidak bertenaga atau letih, menurunnya kemampuan untuk berpikir dan mengingat serta berkonsentrasi dan juga pasien mengaku memiliki gagasan untuk bunuh diri. Gejala tersebut juga disertai dengan adanya halusinasi auditorik berupa perintah untuk melakukan sesuatu yang jahat dan waham curiga terhadap tamu yang sedang berkunjung ke rumahnya. Semua gejala yang ditemukan tersebut menyebabkan pasien saat ini memiliki gangguan dalam fungsi sosial. Sehingga dari semua hasil pemeriksaan tersebut pada pasien dapat ditegakkan diagnosis gangguan atau episode depresif berat dengan gejala psikotik berdasarkan kriteria DSM-IV-TR.2
Diagnosis banding seperti skizofrenia dapat disingkirkan jika merujuk pada kriteria masing-masing penyakit tersebut. Kriteria DSM-IV-TR untuk skizofrenia berlangsung paling sedikit enam bulan; penurunan fungsi yang bermakna dalam bidang pekerjaan, hubungan interpersonal dan fungsi kehidupan pribadi; pernah menglami gejala psikotik aktif dalam bentuk khas selama periode tersebut; dan tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autism atau gangguan organik. Pada kasus ini, kejadian berlangsung kurang dari enam bulan dengan tidak ditemukannya penurunan fungsi yang cukup bermakna, tidak pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas dan juga disertai dengan gangguan mood mayor. Sehingga diagnosis banding skizofrenia dapat disingkirkan.1
Pada pasien ini diberikan terapi berupa antipsikotik atipikal berupa risperidone, antidepresan yaitu fluoxetine dan juga obat anti-kolinergik yaitu trihexyphenidil. Obat antipsikotik atipikal ini mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta histamin. Dengan demikian obat ini efektif baik untuk gejala positif (waham, halusinasi), maupun gejala negatif (upaya pasien yang menarik diri dari lingkungan). Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan demikian perlu dilakukan pengawasan terhadap fungsi hati. Secara umum risperidon ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari. Pada pasien ini diberikan dosis 2x2 mg/hari sebagai initial dose.5
Tablet trihexyphenidyl diberikan jika efek ekstrapiramidal muncul. Gejala tersebut seperti distonia akut, akatisia dan sindrom parkinsonisme (tremor,bradikinesia,rigiditas). Obat ini tergolong obat antikolinergik sehingga efek terhadap gejala ektrapiramidal.Pada pasien ini sudah tepat untuk pengobatan gejala psikotiknya dengan diberikan antipsikotik untuk menghilangkan gejala positif dan negatif yang ada pada pasien. 5
Fluoxetine merupakan merupakan golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors). Fluoxetine memiliki mekanisme kerja mempengaruhi kimiawi pada otak yang mungkin menjadi tidak seimbang sehingga dapat menyebabkan gejala depresi, panik, cemas atau obsesif-kompulsif. Fluoxetine digunakan untuk menmgobati gangguan depresif mayor, bulimia nervosa, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panic dan gangguan disforik premenstruasi. Fluoxetine ini biasa digunakan bersamaan dengan obat lain seperti olanzapine yang merupakan antipsikotik atipikal. Kombinasi ini biasa digunakan untuk depresi akibat gangguan bipolar (depresi manik) atau depresi yang telah diberi dua obat lainnya namun tidak berhasil mengatasi gejala.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical Psychiatry. 3rd Edition. 2008. USA Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, Wolters Kluwer Business. P 200-18.
2. Ismail RI, Siste K. Gangguan Depresi. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. 2010. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. p 209-22.
3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. 2009. Surabaya: Airlangga University Press.
4. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Unika Atmajaya.
5. Setiabudy, Rianto. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. 2007. Jakarta: Gaya Baru.
Diagnosis banding seperti skizofrenia dapat disingkirkan jika merujuk pada kriteria masing-masing penyakit tersebut. Kriteria DSM-IV-TR untuk skizofrenia berlangsung paling sedikit enam bulan; penurunan fungsi yang bermakna dalam bidang pekerjaan, hubungan interpersonal dan fungsi kehidupan pribadi; pernah menglami gejala psikotik aktif dalam bentuk khas selama periode tersebut; dan tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autism atau gangguan organik. Pada kasus ini, kejadian berlangsung kurang dari enam bulan dengan tidak ditemukannya penurunan fungsi yang cukup bermakna, tidak pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas dan juga disertai dengan gangguan mood mayor. Sehingga diagnosis banding skizofrenia dapat disingkirkan.1
Pada pasien ini diberikan terapi berupa antipsikotik atipikal berupa risperidone, antidepresan yaitu fluoxetine dan juga obat anti-kolinergik yaitu trihexyphenidil. Obat antipsikotik atipikal ini mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta histamin. Dengan demikian obat ini efektif baik untuk gejala positif (waham, halusinasi), maupun gejala negatif (upaya pasien yang menarik diri dari lingkungan). Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan demikian perlu dilakukan pengawasan terhadap fungsi hati. Secara umum risperidon ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis anjurannya adalah 2-6 mg/hari. Pada pasien ini diberikan dosis 2x2 mg/hari sebagai initial dose.5
Tablet trihexyphenidyl diberikan jika efek ekstrapiramidal muncul. Gejala tersebut seperti distonia akut, akatisia dan sindrom parkinsonisme (tremor,bradikinesia,rigiditas). Obat ini tergolong obat antikolinergik sehingga efek terhadap gejala ektrapiramidal.Pada pasien ini sudah tepat untuk pengobatan gejala psikotiknya dengan diberikan antipsikotik untuk menghilangkan gejala positif dan negatif yang ada pada pasien. 5
Fluoxetine merupakan merupakan golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors). Fluoxetine memiliki mekanisme kerja mempengaruhi kimiawi pada otak yang mungkin menjadi tidak seimbang sehingga dapat menyebabkan gejala depresi, panik, cemas atau obsesif-kompulsif. Fluoxetine digunakan untuk menmgobati gangguan depresif mayor, bulimia nervosa, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panic dan gangguan disforik premenstruasi. Fluoxetine ini biasa digunakan bersamaan dengan obat lain seperti olanzapine yang merupakan antipsikotik atipikal. Kombinasi ini biasa digunakan untuk depresi akibat gangguan bipolar (depresi manik) atau depresi yang telah diberi dua obat lainnya namun tidak berhasil mengatasi gejala.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical Psychiatry. 3rd Edition. 2008. USA Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, Wolters Kluwer Business. P 200-18.
2. Ismail RI, Siste K. Gangguan Depresi. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. 2010. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. p 209-22.
3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. 2009. Surabaya: Airlangga University Press.
4. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Unika Atmajaya.
5. Setiabudy, Rianto. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. 2007. Jakarta: Gaya Baru.
yuzanatiarasia- Posts : 9
Reputation : 0
Join date : 28.05.15
Similar topics
» Episode Depresi Sedang dengan Gejala Somatik
» GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR EPISODE KINI MANIK DENGAN GEJALA PSIKOTIK
» Depresi Sedang dengan Gejala Somatik
» F 32.01 EPISODE DEPRESIF RINGAN DENGAN GEJALA SOMATIK
» EPISODE DEPRESIF SEDANG DENGAN GEJALA SOMATIK
» GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR EPISODE KINI MANIK DENGAN GEJALA PSIKOTIK
» Depresi Sedang dengan Gejala Somatik
» F 32.01 EPISODE DEPRESIF RINGAN DENGAN GEJALA SOMATIK
» EPISODE DEPRESIF SEDANG DENGAN GEJALA SOMATIK
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik