DAMPAK AKIBAT PENGGUNAAN GANJA
:: Tugas dan Presentasi :: Referat
Halaman 1 dari 1
DAMPAK AKIBAT PENGGUNAAN GANJA
Referat
DAMPAK AKIBAT PENGGUNAAN GANJA
Oleh :
Nurlia Puspita Ratnasari
H1AP10016
Pembimbing :
dr. Ellysa
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK JIWA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. M. YUNUS BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
DAMPAK AKIBAT PENGGUNAAN GANJA
Oleh :
Nurlia Puspita Ratnasari
H1AP10016
Pembimbing :
dr. Ellysa
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK JIWA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. M. YUNUS BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Kanabis yang lazim disebut ganja mengacu pada varietas Cannabissativa yang berisi zat aktif Δ-9-tetrahydrocannabinol (THC). Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja yang bersifat adiktif, yang hanya larut dalam lemak. Karena tidak dapat larut dalam air, THC tinggal lama di dalam lemak jaringan (termasuk jaringan lemak otak, sehingga menyebabkan brain damage). Gambarannya yaitu kombinasi antara CNS-depresant, stimulansia dan halusinogenik.1
Survei terbaru dari National Institute of Drug Abuse (NIDA) 40% dari populasi yang melaporkan telah menggunakan satu atau lebih zat terlarang dalam kehidupan mereka, 15% telah menggunakan zat terlarang pada tahun sebelumnya. Prevalensi seumur hidup dari penyalahgunaan zat sekitar 20%. Disamping presentasi populasi yang melaporkan menggunakan satu atau lebih zat terlarang dalam kehidupan mereka (hampir 40%) dan biaya yang mengejutkan pada masyarakat (lebih 200 juta dolar pertahun). Fenomena penyalahgunaan zat memiliki banyak implikasi pada kesehatan fisik maupun mental.2
Sebuah penelitian di Australia baru-baru ini memperkirakan bahwa penggunaan ganja menyebabkan 0,2% dari total beban penyakit di Australia. Australia merupakan salah satu negara tertinggi penggunaan ganja, yang menyumbang 10% dari beban yang timbul dari semua obat-obatan terlarang (termasuk heroin, kokain, dan amfetamin). Penggunaan ganja juga menyumbang sekitar 10% dari proporsi beban penyakit dikaitkan dengan alkohol (2,3%). Di Indonesia, terdapat antara 2-3 juta orang yang pernah mengisap ganja. Pengguna pemula ganja, terutama dikalangan anak usia muda, meningkat tajam selama 4-5 tahun terakhir, karena ganja mudah diperoleh dimana – mana.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI GANJA
Ganja atau nama lainnya Kanabis adalah nama untuk tanaman rami Cannabis sativa. Semua bagian dari tanaman mengandung kanabinoid psikoaktif, dimana (-)-Δ9-tetrahydrocannabinol (Δ9-THC) adalah yang paling banyak. Tanaman kanabis baik daun, batang, bunga maupun bijinya biasanya, dikeringkan, dipotong kecil-kecil, selanjutnya digulung menjadi rokok (biasanya disebut “joints”), yang selanjutnya dihisap seperti rokok. Nama yang umum untuk kanabis adalah mariyuana, grass, pot, weed, tea, dan Mary Jane. Nama lain untuk kanabis yang menggambarkan tipe kanabis dalam berbagai kekuatan, adalah hemp, chasra, bhang, ganja, dagga, dan sinsemilla. Bentuk kanabis yang paling poten berasal dari ujung tanaman yang berbunga atau dari eksudat resin yang dikeringkan dan berwarna cokelat-hitam yang berasal dari daun, yang disebut sebagai hashish atau hash.1
Gambar 1. Tanaman Ganja dan Rokok Ganja1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Marijuana adalah obat terlarang yang paling umum digunakan di Amerika Serikat.4 Penggunaannya luas di kalangan anak muda. Menurut survei tahunan pada siswa SMP dan siswa SMA, tingkat penggunaan ganja dalam beberapa tahun terakhir meningkat.5
Gambar 2. Persentase Penggunaan Obat-Obat Terlarang Pada Pelajar6
Penggunaan ganja tetap stabil pada tahun 2014, meskipun persentase remaja memahami obat sebagai berbahaya turun. Penggunaan terakhir bulan ganja tetap stabil antara siswa kelas 8 di 6,5 persen, antara siswa kelas 10 di 16,6 persen, dan di antara siswa kelas 12 di 21,2 persen. Dekat dengan 6 persen dari siswa kelas 12 melaporkan penggunaan sehari-hari ganja (mirip dengan 2013), dan 81 persen dari mereka mengatakan obat ini mudah untuk mendapatkan. Di antara siswa kelas 8, ada penurunan ketersediaan dirasakan pada tahun 2014, dengan 36,9 persen mengatakan itu adalah mudah untuk mendapatkan ganja, dibandingkan dengan 39,1 persen pada tahun 2013.6
Tabel 1. Persentase Penggunaan Marujuana Pada Pelajar Tahun 20136
Meskipun penggunaan ganja tetap relatif stabil selama beberapa tahun terakhir, ada terus menjadi pergeseran sikap remaja 'tentang risiko yang dirasakan. Mayoritas SMU tidak berpikir sesekali merokok ganja berbahaya, dengan hanya 36,1 persen mengatakan bahwa penggunaan rutin menempatkan pengguna pada risiko yang besar, dibandingkan dengan 39,5 persen pada 2013 dan 52,4 persen pada tahun 2009. Namun, 56,7 persen dari senior mengatakan mereka setuju dewasa yang merokok kadang-kadang, dan 73,4 persen mengatakan mereka tidak menyetujui orang dewasa merokok ganja secara teratur. Penggunaan ganja terus melebihi penggunaan rokok di semua tiga tingkatan kelas. Pada tahun 2014, 21,2 persen dari senior sekolah tinggi telah menggunakan ganja dalam 30 hari terakhir, sedangkan hanya 13,6 persen yang merokok.6,7
2.3 EFEK GANJA TERHADAP KESEHATAN FISIK
2.3.1 Pengaruh Ganja Terhadap Otak
Efek jangka pendek
Ketika seseorang merokok ganja, THC dengan cepat melewati paru-paru masuk ke dalam aliran darah. Darah membawa bahan kimia ke otak dan organ lain di seluruh tubuh. Tubuh menyerap THC dan pengguna umumnya merasakan efek setelah 30 menit sampai 1 jam. THC bekerja pada reseptor sel otak tertentu yang biasanya bereaksi terhadap bahan kimia THC alami seperti di otak. Bahan kimia alami seperti THC berperan dalam perkembangan otak normal.8
Gambar 3. Penampang otak dengan area berwarna magenta oleh THC1
Overaktivitas marijuana terjadi pada bagian otak yang mengandung jumlah reseptor tertinggi. Hal ini menyebabkan efek fly yang dirasakan peengguna. Efek lainnya termasuk:1,9
• Perubahan panca indra (misalnya, melihat warna cerah)
• Perubahan rasa
• Perubahan orientasi waktu
• Perubahan suasana hati
• Gerakan tubuh terganggu
• Kesulitan berpikir dan memecahkan masalah
• Memori terganggu
Keracunan marijuana adalah hasil dari sejumlah perubahan otak yang terjadi ketika menggunakan ganja. Hal ini memberikan perubahan dalam memori jangka pendek, orientasi waktu, persepsi sensorik, konsentrasi, pemecahan masalah, kefasihan lisan, dan kontrol psikomotor. Beberapa pengguna melaporkan perasaan positif seperti euforia ringan dan relaksasi, sementara pengguna lain, melaporkan adanya kecemasan, paranoid, dan reaksi panik. Efek jangka pendek dari ganja berlangsung sekitar 1-4 jam, tergantung pada potensi ganja, cara pemberian, dan toleransi pengguna.1,9
Catatan khusus juga dikaitkan antara ganja dan aktivitas mengemudi. Dalam salah satu penelitian terbaru, 97% dari pengguna berat ganja dilaporkan mengendarai mobil sambil mabuk. Marijuana telah dikaitkan dengan 2-3 kali lipat dalam kecelakaan di jalan. Sebuah asosiasi telah ditemukan antara tingkat THC darah dan kemungkinan kesalahan dalam kecelakaan lalu lintas fatal yang melibatkan pengguna ganja. Peningkatan kecelakaan kemungkinan terkait dengan efek ganja pada konsentrasi serta koordinasi tangan-mata. Kombinasi alkohol dan ganja menghasilkan tingkat kerusakan lebih besar dari jumlah masing-masing.1,9
Efek jangka panjang
Ganja juga mempengaruhi perkembangan otak. Ganja dapat mengurangi kemampuan berpikir, memori, dan fungsi belajar dan mempengaruhi otak dalam membangun koneksi antara daerah yang diperlukan untuk fungsi-fungsi ini. Efek ganja pada kemampuan ini dapat bertahan lama atau bahkan permanen. Misalnya, sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang yang mulai merokok ganja berat di usia remaja dan memiliki gangguan penggunaan ganja yang sedang berlangsung rata-rata kehilangan delapan poin IQ antara usia 13 dan 38. kemampuan mental yang hilang tidak sepenuhnya kembali pada mereka yang berhenti menggunakan ganja. Mereka yang mulai merokok ganja saat dewasa tidak menunjukkan penurunan IQ yang bermakna.1,9
Efek psikoaktif ganja yang dianggap dominan dimediasi oleh stimulasi THC dari reseptor cannabinoid otak (CB1). penggunaan ganja akut dan kronis menyebabkan perubahan fungsi otak, dimana terjadi gangguan aliran darah otak, metabolisme glukosa, elektrofisiologi, dan anatomi struktural. Pencitraan fungsional telah menunjukkan terjadi pengurangan aktivitas di daerah otak yang terlibat dalam memori dan perhatian pada pengguna ganja kronis dibandingkan non-pengguna, bahkan setelah 28 hari tanpa penggunaan ganja. Pengguna ganja jangka panjang juga telah terbukti telah mengurangi volume hipokampus dan amigdala.1,9
Reseptor cannabinoid yang paling lazim ditemukan pada korteks prefrontal, hippocampus, amigdala, ganglia basalis, dan cerebellum. Daerah otak ini mengalami perubahan perkembangan yang menonjol sepanjang masa kecil dan remaja, dan dengan demikian mungkin sangat rentan terhadap efek kognitif yang merugikan dari ganja. Penggunaan ganja dapat menikkan stimulasi pada sistem cannabinoid otak yang menyebabkan morfologi dan fisiologis otak terganggu.1,9
Efek pada Perkembangan Otak
Otak akan tetap berkembang dari periode prenatal melewati masa kanak-kanak dan remaja sampai usia sekitar 21 years. Selama periode ini perkembangan, itu secara intrinsik lebih rentan terhadap hal-hal yang merugikan daripada otak dewasa, salah satunya dalah efek dari paparan tetrahydrocannabinol, atau THC, bahan aktif utama dalam ganja.1,9
Dibandingkan dengan kontrol yang tidak terpajan, orang dewasa yang merokok ganja secara teratur selama masa remaja mengalami gangguan konektivitas saraf (serat lebih sedikit) di daerah otak tertentu yaitu pada bagian precuneus yang terlibat dalam fungsi yang memerlukan integrasi tingkat tinggi ( untuk kewaspadaan dan kesadaran), dan fimbria yang merupakan area hippocampus yang penting dalam belajar dan memory. Berkurangnya konektivitas fungsional juga telah dilaporkan dalam jaringan prefrontal yang bertanggung jawab untuk fungsi eksekutif (termasuk kontrol inhibisi) dan jaringan subkortikal yang mengatur kebiasaan rutin. Selain itu, studi pencitraan pada orang yang menggunakan ganja, terjadi penurunan aktivitas di daerah prefrontal dan pengurangan volume hippocampus.1,9
Efek negatif dari penggunaan ganja pada konektivitas fungsional otak sangat menonjol jika digunakan dimulai pada masa remaja atau dewasa muda, hubungan antara penggunaan ganja pada remaja dan dewasa dapat dilihat dari penurunan IQ yang signifikan. Gangguan dalam konektivitas otak yang berhubungan dengan paparan ganja pada masa remaja sesuai dengan temuan praklinis yang menunjukkan bahwa sistem cannabinoid memainkan peran penting dalam pembentukan sinaps selama perkembangan otak.1,9
Gambar 3. Efek Samping Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pada Pengguna Ganja Berat9
2.3.2 Pengaruh Ganja Terhadap Paru-Paru
Ganja dapat mengiritasi lapisan halus saluran pernapasan dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel yang melapisi saluran bronkial. Kerusakan ini mengganggu kemampuan sistem pernapasan untuk membersihkan racun dan melawan mikroorganisme. Hal ini juga menyebabkan inflamasi, yang menimbulkan gejala batuk berdahak, mengi, dan sesak napas. Pengguna ganja memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena bronkitis akut dan kronis. Ketika dikombinasikan dengan asap tembakau, ada efek tambahan yang dapat menyebabkan PPOK.1,9
2.3.3 Pengaruh Ganja Terhadap Jantung
Ganja meningkatkan denyut jantung dan meningkatkan tekanan darah, sehingga memaksa jantung untuk bekerja lebih keras. Peningkatan beban kerja ini belum dikaitkan dengan patologi pada individu-individu yang sehat, dimana jantung memiliki cadangan yang cukup besar. Namun di antara mereka dengan penyakit jantung yang sudah ada, ganja dapat memiliki efek samping yang serius. Satu studi besar dari 3882 pasien yang mengalami serangan jantung menunjukkan bahwa terjadi serangan jantung 4,8 kali lipat lebih tinggi pada pengguna ganja dibandingkan non-pengguna. Sebanyak 1913 pasien ini diikuti secara prospektif, dan dilihat hubungan antara dosis dan respons, dilaporkan terjadi peningkatan mortalitas pada pengguna ganja pada 4 tahun berikutnya. Dibandingkan dengan non-pengguna, pengguna ganja mingguan memiliki 2,5 kali lipat lebih besar kemungkinan serangan jantung, dan mereka yang merokok lebih dari satu kali per minggu memiliki 4,2 kali lipat peningkatan risiko.1,9
2.3.4 Pengaruh Ganja Terhadap Sistem Reproduksi dan Kehamilan
Penelitian menunjukkan bahwa endocannabinoid berperan dalam semua aspek reproduksi manusia dan cannabinoids eksogen (yaitu, THC dan senyawa cannabinoid lainnya dalam ganja) memiliki efek pada fisiologi reproduksi. Ganja dan THC telah terbukti pada model binatang dapat mempengaruhi berbagai aspek fisiologi reproduksi, termasuk sekresi hormon gonadotrphic oleh hipofisis dan seks steroid oleh gonands, produksi sperma dan kapasitasi, ovulasi, pembuahan, awal devepoment embrio, implantasi , fungsi plasenta, pertumbuhan janin, jumlah kehamilan dilakukan dengan istilah, menyusui, perilaku menyusui bayi yang baru lahir dan pertumbuhan payudara. Implikasi klinis temuan ilmu dasar ini untuk reproduksi manusia masih belum jelas meskipun fakta bahwa studi hewan menunjukkan bahwa THC eksogen dapat mempengaruhi proses fisiologis reproduksi.1,9
California teratogen Information Service (CTIS) melaporkan bahwa frekuensi cacat lahir tidak meningkat pada bayi dari 1.246 wanita yang dilaporkan sesekali merokok ganja selama kehamilan (CTIS). Namun, mutasi pada limfosit meningkat dalam darah tali pusat bayi yang terkena THC dalam rahim dan survei telah menemukan peningkatan cacat lahir tertentu, termasuk defek septum ventrikel pada keturunan perokok ganja.1,9
Banyak senyawa dalam ganja yang mudah melintasi plasenta, di mana janin mendapatkan nutrisi dari pasenta, dan zat pada ganja juga dapat masuk ke dalam ASI. Studi menunjukkan bahwa penggunaan ganja selama kehamilan atau menyusui dapat menyebabakan berat lahir rendah, keterlambatan perkembangan, dan masalah perilaku Pemantauan efek ganja dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa beberapa dari efek ini dapat bertahan sepanjang perkembangan anak, dan awal paparan ganja dikaitkan dengan masalah perilaku pada usia 10 tahun dan peningkatan risiko penggunaan ganja di usia 14 tahun. Secara keseluruhan penggunaan ganja selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko baik masalah pada perkembangan otak pada bayi yang akan bermanifestasi pada gangguan perhatian, memori, dan pemecahan masalah.1,9
2.3.5 Dampak Ganja Terkait Kanker
Ganja juga diduga membawa risiko kanker, terutama kanker paru-paru. Kekhawatiran ini muncul dari pengamatan bahwa penggunaan ganja berat menyebabkan perubahan biokimia dan gen pada saluran pernapasan. Selanjutnya, asap ganja memiliki banyak hidrokarbon karsinogenik yang telah terbukti menyebabkan kanker paru-paru dari tembakau. Sayangnya, ganja belum diteliti secara menyeluruh sebagai produk smokeable lainnya seperti tembakau, dan sebagian besar studi yang ada menunjukkan "risiko," tidak "bukti," hubungan untuk mengembangkan kanker.1,9
Pada tahun 2006, analisis beberapa studi menyelidiki ganja dan kanker, mengungkapkan pengamatan berikut: rokok ganja menyebabkan penumpukan tar di paru-paru. Tar adalah residu asap membawa banyak karsinogen. Jumlah tar yang dihirup melalui rokok ganja lebih besar dari rokok tembakau. Rokok ganja telah terbukti menyebabkan "perubahan metaplastic" dalam sel pernapasan. "Perubahan metaplastic" menggambarkan fase perkembangan sel dimana sel normal berubah menjadi sel-sel kanker. Rokok ganja merusak fungsi sel-sel yang disebut makrofag alveolar. Sel-sel ini merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang bertanggung jawab untuk menghilangkan sel-sel tumor dari paru-paru. 1,9
2.4 EFEK GANJA TERHADAP KESEHATAN MENTAL
Ganja dikenal menyebabkan fluktuasi suasana hati dan kecemasan, tetapi sejauh mana fluktuasi ini bertahan melampaui masa penggunaan ganja tidak jelas. Dengan kata lain, kita belum bisa menentukan apakah ganja menyebabkan peningkatan depresi dan kecemasan, atau apakah orang yang menderita depresi dan kecemasan cenderung menggunakan lebih ganja. Namun, penggunaan ganja berat telah terbukti meningkatkan kecemasan dan depresi dan penggunaan ganja pada remaja memprediksi peningkatan sekitar dua kali lipat risiko untuk terjadinya depresi dan kecemasan. 1,9
Axis hypothalimus-hipofisis-adrenal dimodulasi oleh sistem cannabinoid endogen. Cannabinoids eksogen seperti THC mengaktifkan sistem respon stres neuroendokrin utama melalui sumbu HPA (Steiner dan Wotjak 2008). Disregulasi respon stres sering berhubungan dengan ketidakstabilan suasana hati. Dalam dosis yang cukup, ganja dapat menyebabkan psikosis, keadaan pikiran yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk membedakan antara apa yang nyata dan apa yang tidak. 1,9
Selain menyebabkan psikosis, ganja juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya skozofrenia. Skizofrenia adalah gangguan yang ditandai dengan penurunan dalam berpikir, gangguan persepsi, dan gangguan dalam fungsi sosial. Marijuana menjadi factor yang memperberat individu yang sudah memiliki factor predisposisi terjadinya skizofrenia. Ganja dapat meningkatkan risiko terjadinya skizofrenia hingga 1,4-2 kali lipat. Marijuana digunakan oleh penderita skizofrenia dikaitkan dengan penurunan volume otak secara signifikan yang lebih besar dari yang terlihat pada penderita skizofrenia yang tidak menggunakan ganja. 1,9
2.5 EFEK GANJA TERHADAP FUNGSI SOSIAL
Hubungan antara ganja dan pencapaian pendidikan yang buruk telah ditunjukkan dalam banyak studi. Pada tahun 2013, dilakukan pemantauan pada siswa SMA, 6,5% dari siswa kelas 12 dilaporkan telah menggunakan ganja hampir setiap hari dan meningkatkan resiko putus sekolah karena penggunaan ganja. Meskipun efek akut dapat mereda setelah THC dibersihkan dari otak, namun tetap dapat menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang yang. Bukti menunjukkan bahwa terjadi gangguan kognitif terutama di antara mereka yang mulai menggunakan ganja pada awal masa remaja. Selain itu, kegagalan untuk belajar di sekolah akan mengganggu untuk mencapai tujuan pendidikan. 1,9
Hubungan antara ganja dan hasil sosial yang merugikan lainnya seperti pengangguran, status pekerjaan, pendapatan, kehamilan yang tidak direncanakan, alkohol dan penggunaan narkoba, dan tindak kriminal. Hal ini juga merupakan dampak tidak langsung dari tingkat pendidikan yang rendah akibat kegagalan bersekolah karena penggunaan ganja. 1,9
Akibat penyalahgunaan ganja adalah :1,9
1. Problem fisik :
a. Gangguan sistem reproduksi (infertilitas, mengganggu menstruasi, maturasi organ seksual, kehilangan libido, impotensi)
b. Foetal damage selama kehamilan
c. Infeksi sistem pernafasan (sinusitis, bronkhitis menahun)
d. Mengandung agen penyebab timbulnya sel – sel epitel kanker (carcinogenic agents) : kanker paru, organ pernafasan bagian atas, saluran pencernaan, leher dan kepala
e. Emphysema
f. Gangguan kardiovaskuler
g. Gangguan imunitas
h. Gangguan saraf: sakit kepala, gangguan fungsi koordinasi motorik
2. Problem psikiatri
a. Gangguan memori sampai kesulitan belajar
b. Sindroma amotivasional
c. Ansietas, panik sampai reaksi bingung
d. Psikosis paranoid sampai skizofrenia
e. Depresi berat sampai suicide
f. Apatis, perilaku antisosial
3. Problem sosial
a. Kesulitan belajar sampai dikeluarkan dari sekolah
b. Kenakalan remaja
c. Hancurnya academic or job performance sampai kehilangan pekerjaan
d. Gangguan dalam mengendarai kendaraan, alat mesin
e. Terlibat problem hukum
Kriteria Diagnostik Intoksikasi Kanabis menurut PPDGJ III10
A. Baru menggunakan kanabis
B. Takikardia
C. Paling sedikit terdapat satu dari gejala psikologik di bawah ini yang timbul dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu :
1. Euforia
2. Perasaan intensifikasi persepsi secara subjektif
3. Perasaan waktu berlalu dengan lambat
4. Apati
D. Paling sedikit terdapat satu dari gejala fisik di bawah ini yang timbul dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu :
1. Kemerahan konjungtiva
2. Nafsu makan bertambah
3. Mulut kering
E. Efek tingkah laku maladaptif, misalnya kecemasan berlebihan, kecurigaan atau ide – ide paranoid, hendaya daya nilai, halangan dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
F. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
2.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan rutin untuk kanabis dan zat lainnya telah umum pada beberapa keadaan seperti program pengobatan dan tempat penempatan tenaga kerja. Kebanyakan laboratorium menggunakan Enzym-Multiplied Immunoassay Technique (EMIT), meskipun Radi Immunoassay (RIA) adalah yang paling sering digunakan. Kedua tes di atas relatif sensitif dan tidak mahal. Membantu sebagai penyaringan (screening) awal karena jauh dari sempurna. Perbandingan terbaru menunjukkan ketidaksesuaian pada positif palsu dan negatif palsu meskipun penyaringan dan kondisi laboratorium dalam penerapan yang terbaik. Untuk mengkonfirmasi tes, digunakan Chromatography-Mas Spectroscopy (GC-MS).2
Kanabis dan metabolitnya dapat dideteksi di urin pada nilai cut off 100 ng/ml pada 42-72 jam setelah efek psikologis menurun. Karena metabolit kanabinoid adalah larut lemak, menetap di cairan tubuh dalam periode yang agak lama dan diekskresikan secara perlahan. Uji saring untuk kanabinoid pada individu yang menggunakan secara iseng dapat memberikan hasil positif untuk 7-10hari dan pada pengguna kanabis berat dapat memberikan nilai positif 2-4 minggu.2
2.8 PENGOBATAN
Tahap-tahap rehabilitasi bagi pecandu narkoba :
1. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)
Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringanya gejala putus zat. Dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna memdeteksi gejala kecanduan narkoba tersebut.
2. Tahap rehabilitasi nonmedis
Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah di bangun tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh di bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya program therapeutic communities (TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan, dan lain-lain.
3. Tahap bina lanjut (after care)
Tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan.
Untuk setiap tahap rehabilitasi diperlukan pengawasan dan evaluasi secara terus menerus terhadap proses pulihan seorang pecandu. Dalam penanganan pecandu narkoba, di Indonesia terdapat beberapa metode terapi dan rehabilitasi yang digunakan yaitu :
1. Cold turkey
Artinya seorang pecandu langsung menghentikan penggunaan narkoba/zat adiktif. Metode ini merupakan metode tertua, dengan mengurung pecandu dalam masa putus obat tanpa memberikan obat-obatan. Setelah gejala putus obat hilang, pecandu dikeluarkan dan diikutsertakan dalam sesi konseling (rehabilitasi nonmedis). Metode ini bnayak digunakan oleh beberapa panti rehabilitasi dengan pendekatan keagamaan dalam fase detoksifikasinya.
2. Metode alternatif
3. Terapi substitusi opioda
Hanya digunakan untuk pasien-pasien ketergantungan heroin (opioda). Untuk pengguna opioda hard core addict (pengguna opioda yang telah bertahun-tahun menggunakan opioda suntikan), pecandu biasanya mengalami kekambuhan kronis sehingga perlu berulang kali menjalani terapi ketergantungan. Kebutuhan heroin (narkotika ilegal) diganti (substitusi) dengan narkotika legal. Beberapa obat yang sering digunakan adalah kodein, bufrenorphin, metadone, dan nalrekson. Obat-obatan ini digunakan sebagai obat detoksifikasi, dan diberikan dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan pecandu, kemudian secara bertahap dosisnya diturunkan.
Keempat obat di atas telah banyak beredar di Indonesia dan perlu adanya kontrol penggunaan untuk menghindari adanya penyimpangan/penyalahgunaan obat-obatan ini yang akan berdampak fatal.
4. Therapeutic community (TC)
Metode ini mulai digunakan pada akhir 1950 di Amerika Serikat. Tujuan utamanya adalah menolong pecandu agar mampu kembali ke tengah masyarakat dan dapat kembali menjalani kehidupan yang produktif. Program TC, merupakan program yang disebut Drug Free Self Help Program. program ini mempunyai sembilan elemen yaitu partisipasi aktif, feedback dari keanggotaan, role modeling, format kolektif untuk perubahan pribadi, sharing norma dan nilai-nilai, struktur & sistem, komunikasi terbuka, hubungan kelompok dan penggunaan terminologi unik. Aktivitas dalam TC akan menolong peserta belajar mengenal dirinya melalui lima area pengembangan kepribadian, yaitu manajemen perilaku, emosi/psikologis, intelektual & spiritual, vocasional dan pendidikan, keterampilan untuk bertahan bersih dari narkoba.
5. Metode 12 steps
Di Amerika Serikat, jika seseorang kedapatan mabuk atau menyalahgunakan narkoba, pengadilan akan memberikan hukuman untuk mengikuti program 12 langkah. Pecandu yang mengikuti program ini dimotivasi untuk mengimplementasikan ke 12 langkah ini dalam kehidupan sehari-hari.
2.9 PROGNOSIS
Ketergantungan kanabis terjadi perlahan, yang mana mereka akan mengembangkan pola peningkatan dosis dan frekuensi penggunaan. Efek yang menyenangkan dari kanabis sering berkurang pada penggunaan berat secara teratur.
Gangguan tingkah laku pada masa anak, remaja, dan gangguan kepribadian antisosial adalah faktor resiko untuk berkembangnya gangguan terkait zat, termasuk gangguan terkait kanabis. Sedikit data yang tersedia pada perjalanan efek jangka panjang dari ketergantungan dan penyalahgunaan kanabis.1
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Efek samping akut penggunaan ganja yaitu gangguan cemas dan peningkatan risiko kecelakaan pada pengemudi yang menggunakan ganja. Penggunaan ganja kronis dapat menyebabkan sindrom ketergantungan pada satu dari sepuluh pengguna. Pengguna ganja memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan pada otak, paru, jantung, system reproduksi dan dapat menimbulkan gejala psikotik apalagi jika sudah terdapat gangguan psikotik pada riwayat keluarga. Efek buruk psikososial pada remaja yang menjadi pengguna ganja yaitu terganggunya proses pencapaian pendidikan. Penggunaan ganja pada masa remaja mungkin juga mempengaruhi kesehatan mental saat dewasa muda.
3.2 Saran
Diperlukan kerjasama semua pihak untuk mencegah penyalahgunaan ganja, terutama penggunaan ganja pada remaja. Dengan pencegahan penyalahgunaan ganja, maka akan mencegah dampak negatif yang diakibatkan oleh ganja.
DAFTAR PUSTAKA
1. National Institute On Drug Abuse. DrugFacts: Marijuana. National Institute of Health. 2015. http://www.drugabuse.gov.
2. National Institute On Drug Abuse. NIDA review summarizes research on marijuana’s negative health effects. 2014. http://www.drugabuse.gov
3. National Institute On Drug Abuse. DrugFacts: Drug-Related Hospital Emergency Room Visits. 2011. http://www.drugabuse.gov.
4. Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA). Results from the 2013 National Survey on Drug Use and Health: Summary of National Findings. Rockville, MD: Substance Abuse and Mental Health Services Administration; 2014. HHS Publication No. (SMA) 14-4887. NSDUH Series H-49.
5. Johnston LD, O’Malley PM, Miech RA, Bachman JG, Schulenberg JE. Monitoring the Future national results on drug use: 1975-2014: Overview, Key Findings on Adolescent Drug Use. Ann Arbor, MI: Institute for Social Research, The University of Michigan; 2014.
6. National Institute On Drug Abuse. DrugFacts: DrugFacts: High School and Youth Trends. National Institute of Health. 2015. http://www.drugabuse.gov.
7. Kaplan H I and Saddock BJ. Buku Ajar Psikiatri Klinis. USA. William and Wilkins, 2010: 638-640
8. California Society of Addiction Medicine . The Adverse Effects of Marijuana (for healthcare professionals). 2011. http://www.csam-asam.org/adverse-effects-marijuana-healthcare-professionals
9. Nora D. Volkow, M.D., Ruben D. Baler, Ph.D., Wilson M. Compton, M.D., and Susan R.B. Weiss, Ph.D. Adverse Health Effects of Marijuana Use. N Engl J Med. 2014; 370:2219-2227
10. Direktorat Kesehatan Jiwa, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Edisi III.. DepKes RI. 2003
11. Kusumawardani, dkk. Buku Ajar Psikiatri : ed Elvira, Hadisukanto. FKUI, 2010. 142-143.
PENDAHULUAN
Kanabis yang lazim disebut ganja mengacu pada varietas Cannabissativa yang berisi zat aktif Δ-9-tetrahydrocannabinol (THC). Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja yang bersifat adiktif, yang hanya larut dalam lemak. Karena tidak dapat larut dalam air, THC tinggal lama di dalam lemak jaringan (termasuk jaringan lemak otak, sehingga menyebabkan brain damage). Gambarannya yaitu kombinasi antara CNS-depresant, stimulansia dan halusinogenik.1
Survei terbaru dari National Institute of Drug Abuse (NIDA) 40% dari populasi yang melaporkan telah menggunakan satu atau lebih zat terlarang dalam kehidupan mereka, 15% telah menggunakan zat terlarang pada tahun sebelumnya. Prevalensi seumur hidup dari penyalahgunaan zat sekitar 20%. Disamping presentasi populasi yang melaporkan menggunakan satu atau lebih zat terlarang dalam kehidupan mereka (hampir 40%) dan biaya yang mengejutkan pada masyarakat (lebih 200 juta dolar pertahun). Fenomena penyalahgunaan zat memiliki banyak implikasi pada kesehatan fisik maupun mental.2
Sebuah penelitian di Australia baru-baru ini memperkirakan bahwa penggunaan ganja menyebabkan 0,2% dari total beban penyakit di Australia. Australia merupakan salah satu negara tertinggi penggunaan ganja, yang menyumbang 10% dari beban yang timbul dari semua obat-obatan terlarang (termasuk heroin, kokain, dan amfetamin). Penggunaan ganja juga menyumbang sekitar 10% dari proporsi beban penyakit dikaitkan dengan alkohol (2,3%). Di Indonesia, terdapat antara 2-3 juta orang yang pernah mengisap ganja. Pengguna pemula ganja, terutama dikalangan anak usia muda, meningkat tajam selama 4-5 tahun terakhir, karena ganja mudah diperoleh dimana – mana.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI GANJA
Ganja atau nama lainnya Kanabis adalah nama untuk tanaman rami Cannabis sativa. Semua bagian dari tanaman mengandung kanabinoid psikoaktif, dimana (-)-Δ9-tetrahydrocannabinol (Δ9-THC) adalah yang paling banyak. Tanaman kanabis baik daun, batang, bunga maupun bijinya biasanya, dikeringkan, dipotong kecil-kecil, selanjutnya digulung menjadi rokok (biasanya disebut “joints”), yang selanjutnya dihisap seperti rokok. Nama yang umum untuk kanabis adalah mariyuana, grass, pot, weed, tea, dan Mary Jane. Nama lain untuk kanabis yang menggambarkan tipe kanabis dalam berbagai kekuatan, adalah hemp, chasra, bhang, ganja, dagga, dan sinsemilla. Bentuk kanabis yang paling poten berasal dari ujung tanaman yang berbunga atau dari eksudat resin yang dikeringkan dan berwarna cokelat-hitam yang berasal dari daun, yang disebut sebagai hashish atau hash.1
Gambar 1. Tanaman Ganja dan Rokok Ganja1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Marijuana adalah obat terlarang yang paling umum digunakan di Amerika Serikat.4 Penggunaannya luas di kalangan anak muda. Menurut survei tahunan pada siswa SMP dan siswa SMA, tingkat penggunaan ganja dalam beberapa tahun terakhir meningkat.5
Gambar 2. Persentase Penggunaan Obat-Obat Terlarang Pada Pelajar6
Penggunaan ganja tetap stabil pada tahun 2014, meskipun persentase remaja memahami obat sebagai berbahaya turun. Penggunaan terakhir bulan ganja tetap stabil antara siswa kelas 8 di 6,5 persen, antara siswa kelas 10 di 16,6 persen, dan di antara siswa kelas 12 di 21,2 persen. Dekat dengan 6 persen dari siswa kelas 12 melaporkan penggunaan sehari-hari ganja (mirip dengan 2013), dan 81 persen dari mereka mengatakan obat ini mudah untuk mendapatkan. Di antara siswa kelas 8, ada penurunan ketersediaan dirasakan pada tahun 2014, dengan 36,9 persen mengatakan itu adalah mudah untuk mendapatkan ganja, dibandingkan dengan 39,1 persen pada tahun 2013.6
Tabel 1. Persentase Penggunaan Marujuana Pada Pelajar Tahun 20136
Meskipun penggunaan ganja tetap relatif stabil selama beberapa tahun terakhir, ada terus menjadi pergeseran sikap remaja 'tentang risiko yang dirasakan. Mayoritas SMU tidak berpikir sesekali merokok ganja berbahaya, dengan hanya 36,1 persen mengatakan bahwa penggunaan rutin menempatkan pengguna pada risiko yang besar, dibandingkan dengan 39,5 persen pada 2013 dan 52,4 persen pada tahun 2009. Namun, 56,7 persen dari senior mengatakan mereka setuju dewasa yang merokok kadang-kadang, dan 73,4 persen mengatakan mereka tidak menyetujui orang dewasa merokok ganja secara teratur. Penggunaan ganja terus melebihi penggunaan rokok di semua tiga tingkatan kelas. Pada tahun 2014, 21,2 persen dari senior sekolah tinggi telah menggunakan ganja dalam 30 hari terakhir, sedangkan hanya 13,6 persen yang merokok.6,7
2.3 EFEK GANJA TERHADAP KESEHATAN FISIK
2.3.1 Pengaruh Ganja Terhadap Otak
Efek jangka pendek
Ketika seseorang merokok ganja, THC dengan cepat melewati paru-paru masuk ke dalam aliran darah. Darah membawa bahan kimia ke otak dan organ lain di seluruh tubuh. Tubuh menyerap THC dan pengguna umumnya merasakan efek setelah 30 menit sampai 1 jam. THC bekerja pada reseptor sel otak tertentu yang biasanya bereaksi terhadap bahan kimia THC alami seperti di otak. Bahan kimia alami seperti THC berperan dalam perkembangan otak normal.8
Gambar 3. Penampang otak dengan area berwarna magenta oleh THC1
Overaktivitas marijuana terjadi pada bagian otak yang mengandung jumlah reseptor tertinggi. Hal ini menyebabkan efek fly yang dirasakan peengguna. Efek lainnya termasuk:1,9
• Perubahan panca indra (misalnya, melihat warna cerah)
• Perubahan rasa
• Perubahan orientasi waktu
• Perubahan suasana hati
• Gerakan tubuh terganggu
• Kesulitan berpikir dan memecahkan masalah
• Memori terganggu
Keracunan marijuana adalah hasil dari sejumlah perubahan otak yang terjadi ketika menggunakan ganja. Hal ini memberikan perubahan dalam memori jangka pendek, orientasi waktu, persepsi sensorik, konsentrasi, pemecahan masalah, kefasihan lisan, dan kontrol psikomotor. Beberapa pengguna melaporkan perasaan positif seperti euforia ringan dan relaksasi, sementara pengguna lain, melaporkan adanya kecemasan, paranoid, dan reaksi panik. Efek jangka pendek dari ganja berlangsung sekitar 1-4 jam, tergantung pada potensi ganja, cara pemberian, dan toleransi pengguna.1,9
Catatan khusus juga dikaitkan antara ganja dan aktivitas mengemudi. Dalam salah satu penelitian terbaru, 97% dari pengguna berat ganja dilaporkan mengendarai mobil sambil mabuk. Marijuana telah dikaitkan dengan 2-3 kali lipat dalam kecelakaan di jalan. Sebuah asosiasi telah ditemukan antara tingkat THC darah dan kemungkinan kesalahan dalam kecelakaan lalu lintas fatal yang melibatkan pengguna ganja. Peningkatan kecelakaan kemungkinan terkait dengan efek ganja pada konsentrasi serta koordinasi tangan-mata. Kombinasi alkohol dan ganja menghasilkan tingkat kerusakan lebih besar dari jumlah masing-masing.1,9
Efek jangka panjang
Ganja juga mempengaruhi perkembangan otak. Ganja dapat mengurangi kemampuan berpikir, memori, dan fungsi belajar dan mempengaruhi otak dalam membangun koneksi antara daerah yang diperlukan untuk fungsi-fungsi ini. Efek ganja pada kemampuan ini dapat bertahan lama atau bahkan permanen. Misalnya, sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang yang mulai merokok ganja berat di usia remaja dan memiliki gangguan penggunaan ganja yang sedang berlangsung rata-rata kehilangan delapan poin IQ antara usia 13 dan 38. kemampuan mental yang hilang tidak sepenuhnya kembali pada mereka yang berhenti menggunakan ganja. Mereka yang mulai merokok ganja saat dewasa tidak menunjukkan penurunan IQ yang bermakna.1,9
Efek psikoaktif ganja yang dianggap dominan dimediasi oleh stimulasi THC dari reseptor cannabinoid otak (CB1). penggunaan ganja akut dan kronis menyebabkan perubahan fungsi otak, dimana terjadi gangguan aliran darah otak, metabolisme glukosa, elektrofisiologi, dan anatomi struktural. Pencitraan fungsional telah menunjukkan terjadi pengurangan aktivitas di daerah otak yang terlibat dalam memori dan perhatian pada pengguna ganja kronis dibandingkan non-pengguna, bahkan setelah 28 hari tanpa penggunaan ganja. Pengguna ganja jangka panjang juga telah terbukti telah mengurangi volume hipokampus dan amigdala.1,9
Reseptor cannabinoid yang paling lazim ditemukan pada korteks prefrontal, hippocampus, amigdala, ganglia basalis, dan cerebellum. Daerah otak ini mengalami perubahan perkembangan yang menonjol sepanjang masa kecil dan remaja, dan dengan demikian mungkin sangat rentan terhadap efek kognitif yang merugikan dari ganja. Penggunaan ganja dapat menikkan stimulasi pada sistem cannabinoid otak yang menyebabkan morfologi dan fisiologis otak terganggu.1,9
Efek pada Perkembangan Otak
Otak akan tetap berkembang dari periode prenatal melewati masa kanak-kanak dan remaja sampai usia sekitar 21 years. Selama periode ini perkembangan, itu secara intrinsik lebih rentan terhadap hal-hal yang merugikan daripada otak dewasa, salah satunya dalah efek dari paparan tetrahydrocannabinol, atau THC, bahan aktif utama dalam ganja.1,9
Dibandingkan dengan kontrol yang tidak terpajan, orang dewasa yang merokok ganja secara teratur selama masa remaja mengalami gangguan konektivitas saraf (serat lebih sedikit) di daerah otak tertentu yaitu pada bagian precuneus yang terlibat dalam fungsi yang memerlukan integrasi tingkat tinggi ( untuk kewaspadaan dan kesadaran), dan fimbria yang merupakan area hippocampus yang penting dalam belajar dan memory. Berkurangnya konektivitas fungsional juga telah dilaporkan dalam jaringan prefrontal yang bertanggung jawab untuk fungsi eksekutif (termasuk kontrol inhibisi) dan jaringan subkortikal yang mengatur kebiasaan rutin. Selain itu, studi pencitraan pada orang yang menggunakan ganja, terjadi penurunan aktivitas di daerah prefrontal dan pengurangan volume hippocampus.1,9
Efek negatif dari penggunaan ganja pada konektivitas fungsional otak sangat menonjol jika digunakan dimulai pada masa remaja atau dewasa muda, hubungan antara penggunaan ganja pada remaja dan dewasa dapat dilihat dari penurunan IQ yang signifikan. Gangguan dalam konektivitas otak yang berhubungan dengan paparan ganja pada masa remaja sesuai dengan temuan praklinis yang menunjukkan bahwa sistem cannabinoid memainkan peran penting dalam pembentukan sinaps selama perkembangan otak.1,9
Gambar 3. Efek Samping Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pada Pengguna Ganja Berat9
2.3.2 Pengaruh Ganja Terhadap Paru-Paru
Ganja dapat mengiritasi lapisan halus saluran pernapasan dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel yang melapisi saluran bronkial. Kerusakan ini mengganggu kemampuan sistem pernapasan untuk membersihkan racun dan melawan mikroorganisme. Hal ini juga menyebabkan inflamasi, yang menimbulkan gejala batuk berdahak, mengi, dan sesak napas. Pengguna ganja memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena bronkitis akut dan kronis. Ketika dikombinasikan dengan asap tembakau, ada efek tambahan yang dapat menyebabkan PPOK.1,9
2.3.3 Pengaruh Ganja Terhadap Jantung
Ganja meningkatkan denyut jantung dan meningkatkan tekanan darah, sehingga memaksa jantung untuk bekerja lebih keras. Peningkatan beban kerja ini belum dikaitkan dengan patologi pada individu-individu yang sehat, dimana jantung memiliki cadangan yang cukup besar. Namun di antara mereka dengan penyakit jantung yang sudah ada, ganja dapat memiliki efek samping yang serius. Satu studi besar dari 3882 pasien yang mengalami serangan jantung menunjukkan bahwa terjadi serangan jantung 4,8 kali lipat lebih tinggi pada pengguna ganja dibandingkan non-pengguna. Sebanyak 1913 pasien ini diikuti secara prospektif, dan dilihat hubungan antara dosis dan respons, dilaporkan terjadi peningkatan mortalitas pada pengguna ganja pada 4 tahun berikutnya. Dibandingkan dengan non-pengguna, pengguna ganja mingguan memiliki 2,5 kali lipat lebih besar kemungkinan serangan jantung, dan mereka yang merokok lebih dari satu kali per minggu memiliki 4,2 kali lipat peningkatan risiko.1,9
2.3.4 Pengaruh Ganja Terhadap Sistem Reproduksi dan Kehamilan
Penelitian menunjukkan bahwa endocannabinoid berperan dalam semua aspek reproduksi manusia dan cannabinoids eksogen (yaitu, THC dan senyawa cannabinoid lainnya dalam ganja) memiliki efek pada fisiologi reproduksi. Ganja dan THC telah terbukti pada model binatang dapat mempengaruhi berbagai aspek fisiologi reproduksi, termasuk sekresi hormon gonadotrphic oleh hipofisis dan seks steroid oleh gonands, produksi sperma dan kapasitasi, ovulasi, pembuahan, awal devepoment embrio, implantasi , fungsi plasenta, pertumbuhan janin, jumlah kehamilan dilakukan dengan istilah, menyusui, perilaku menyusui bayi yang baru lahir dan pertumbuhan payudara. Implikasi klinis temuan ilmu dasar ini untuk reproduksi manusia masih belum jelas meskipun fakta bahwa studi hewan menunjukkan bahwa THC eksogen dapat mempengaruhi proses fisiologis reproduksi.1,9
California teratogen Information Service (CTIS) melaporkan bahwa frekuensi cacat lahir tidak meningkat pada bayi dari 1.246 wanita yang dilaporkan sesekali merokok ganja selama kehamilan (CTIS). Namun, mutasi pada limfosit meningkat dalam darah tali pusat bayi yang terkena THC dalam rahim dan survei telah menemukan peningkatan cacat lahir tertentu, termasuk defek septum ventrikel pada keturunan perokok ganja.1,9
Banyak senyawa dalam ganja yang mudah melintasi plasenta, di mana janin mendapatkan nutrisi dari pasenta, dan zat pada ganja juga dapat masuk ke dalam ASI. Studi menunjukkan bahwa penggunaan ganja selama kehamilan atau menyusui dapat menyebabakan berat lahir rendah, keterlambatan perkembangan, dan masalah perilaku Pemantauan efek ganja dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa beberapa dari efek ini dapat bertahan sepanjang perkembangan anak, dan awal paparan ganja dikaitkan dengan masalah perilaku pada usia 10 tahun dan peningkatan risiko penggunaan ganja di usia 14 tahun. Secara keseluruhan penggunaan ganja selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko baik masalah pada perkembangan otak pada bayi yang akan bermanifestasi pada gangguan perhatian, memori, dan pemecahan masalah.1,9
2.3.5 Dampak Ganja Terkait Kanker
Ganja juga diduga membawa risiko kanker, terutama kanker paru-paru. Kekhawatiran ini muncul dari pengamatan bahwa penggunaan ganja berat menyebabkan perubahan biokimia dan gen pada saluran pernapasan. Selanjutnya, asap ganja memiliki banyak hidrokarbon karsinogenik yang telah terbukti menyebabkan kanker paru-paru dari tembakau. Sayangnya, ganja belum diteliti secara menyeluruh sebagai produk smokeable lainnya seperti tembakau, dan sebagian besar studi yang ada menunjukkan "risiko," tidak "bukti," hubungan untuk mengembangkan kanker.1,9
Pada tahun 2006, analisis beberapa studi menyelidiki ganja dan kanker, mengungkapkan pengamatan berikut: rokok ganja menyebabkan penumpukan tar di paru-paru. Tar adalah residu asap membawa banyak karsinogen. Jumlah tar yang dihirup melalui rokok ganja lebih besar dari rokok tembakau. Rokok ganja telah terbukti menyebabkan "perubahan metaplastic" dalam sel pernapasan. "Perubahan metaplastic" menggambarkan fase perkembangan sel dimana sel normal berubah menjadi sel-sel kanker. Rokok ganja merusak fungsi sel-sel yang disebut makrofag alveolar. Sel-sel ini merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang bertanggung jawab untuk menghilangkan sel-sel tumor dari paru-paru. 1,9
2.4 EFEK GANJA TERHADAP KESEHATAN MENTAL
Ganja dikenal menyebabkan fluktuasi suasana hati dan kecemasan, tetapi sejauh mana fluktuasi ini bertahan melampaui masa penggunaan ganja tidak jelas. Dengan kata lain, kita belum bisa menentukan apakah ganja menyebabkan peningkatan depresi dan kecemasan, atau apakah orang yang menderita depresi dan kecemasan cenderung menggunakan lebih ganja. Namun, penggunaan ganja berat telah terbukti meningkatkan kecemasan dan depresi dan penggunaan ganja pada remaja memprediksi peningkatan sekitar dua kali lipat risiko untuk terjadinya depresi dan kecemasan. 1,9
Axis hypothalimus-hipofisis-adrenal dimodulasi oleh sistem cannabinoid endogen. Cannabinoids eksogen seperti THC mengaktifkan sistem respon stres neuroendokrin utama melalui sumbu HPA (Steiner dan Wotjak 2008). Disregulasi respon stres sering berhubungan dengan ketidakstabilan suasana hati. Dalam dosis yang cukup, ganja dapat menyebabkan psikosis, keadaan pikiran yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk membedakan antara apa yang nyata dan apa yang tidak. 1,9
Selain menyebabkan psikosis, ganja juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya skozofrenia. Skizofrenia adalah gangguan yang ditandai dengan penurunan dalam berpikir, gangguan persepsi, dan gangguan dalam fungsi sosial. Marijuana menjadi factor yang memperberat individu yang sudah memiliki factor predisposisi terjadinya skizofrenia. Ganja dapat meningkatkan risiko terjadinya skizofrenia hingga 1,4-2 kali lipat. Marijuana digunakan oleh penderita skizofrenia dikaitkan dengan penurunan volume otak secara signifikan yang lebih besar dari yang terlihat pada penderita skizofrenia yang tidak menggunakan ganja. 1,9
2.5 EFEK GANJA TERHADAP FUNGSI SOSIAL
Hubungan antara ganja dan pencapaian pendidikan yang buruk telah ditunjukkan dalam banyak studi. Pada tahun 2013, dilakukan pemantauan pada siswa SMA, 6,5% dari siswa kelas 12 dilaporkan telah menggunakan ganja hampir setiap hari dan meningkatkan resiko putus sekolah karena penggunaan ganja. Meskipun efek akut dapat mereda setelah THC dibersihkan dari otak, namun tetap dapat menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang yang. Bukti menunjukkan bahwa terjadi gangguan kognitif terutama di antara mereka yang mulai menggunakan ganja pada awal masa remaja. Selain itu, kegagalan untuk belajar di sekolah akan mengganggu untuk mencapai tujuan pendidikan. 1,9
Hubungan antara ganja dan hasil sosial yang merugikan lainnya seperti pengangguran, status pekerjaan, pendapatan, kehamilan yang tidak direncanakan, alkohol dan penggunaan narkoba, dan tindak kriminal. Hal ini juga merupakan dampak tidak langsung dari tingkat pendidikan yang rendah akibat kegagalan bersekolah karena penggunaan ganja. 1,9
Akibat penyalahgunaan ganja adalah :1,9
1. Problem fisik :
a. Gangguan sistem reproduksi (infertilitas, mengganggu menstruasi, maturasi organ seksual, kehilangan libido, impotensi)
b. Foetal damage selama kehamilan
c. Infeksi sistem pernafasan (sinusitis, bronkhitis menahun)
d. Mengandung agen penyebab timbulnya sel – sel epitel kanker (carcinogenic agents) : kanker paru, organ pernafasan bagian atas, saluran pencernaan, leher dan kepala
e. Emphysema
f. Gangguan kardiovaskuler
g. Gangguan imunitas
h. Gangguan saraf: sakit kepala, gangguan fungsi koordinasi motorik
2. Problem psikiatri
a. Gangguan memori sampai kesulitan belajar
b. Sindroma amotivasional
c. Ansietas, panik sampai reaksi bingung
d. Psikosis paranoid sampai skizofrenia
e. Depresi berat sampai suicide
f. Apatis, perilaku antisosial
3. Problem sosial
a. Kesulitan belajar sampai dikeluarkan dari sekolah
b. Kenakalan remaja
c. Hancurnya academic or job performance sampai kehilangan pekerjaan
d. Gangguan dalam mengendarai kendaraan, alat mesin
e. Terlibat problem hukum
Kriteria Diagnostik Intoksikasi Kanabis menurut PPDGJ III10
A. Baru menggunakan kanabis
B. Takikardia
C. Paling sedikit terdapat satu dari gejala psikologik di bawah ini yang timbul dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu :
1. Euforia
2. Perasaan intensifikasi persepsi secara subjektif
3. Perasaan waktu berlalu dengan lambat
4. Apati
D. Paling sedikit terdapat satu dari gejala fisik di bawah ini yang timbul dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu :
1. Kemerahan konjungtiva
2. Nafsu makan bertambah
3. Mulut kering
E. Efek tingkah laku maladaptif, misalnya kecemasan berlebihan, kecurigaan atau ide – ide paranoid, hendaya daya nilai, halangan dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
F. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.
2.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan rutin untuk kanabis dan zat lainnya telah umum pada beberapa keadaan seperti program pengobatan dan tempat penempatan tenaga kerja. Kebanyakan laboratorium menggunakan Enzym-Multiplied Immunoassay Technique (EMIT), meskipun Radi Immunoassay (RIA) adalah yang paling sering digunakan. Kedua tes di atas relatif sensitif dan tidak mahal. Membantu sebagai penyaringan (screening) awal karena jauh dari sempurna. Perbandingan terbaru menunjukkan ketidaksesuaian pada positif palsu dan negatif palsu meskipun penyaringan dan kondisi laboratorium dalam penerapan yang terbaik. Untuk mengkonfirmasi tes, digunakan Chromatography-Mas Spectroscopy (GC-MS).2
Kanabis dan metabolitnya dapat dideteksi di urin pada nilai cut off 100 ng/ml pada 42-72 jam setelah efek psikologis menurun. Karena metabolit kanabinoid adalah larut lemak, menetap di cairan tubuh dalam periode yang agak lama dan diekskresikan secara perlahan. Uji saring untuk kanabinoid pada individu yang menggunakan secara iseng dapat memberikan hasil positif untuk 7-10hari dan pada pengguna kanabis berat dapat memberikan nilai positif 2-4 minggu.2
2.8 PENGOBATAN
Tahap-tahap rehabilitasi bagi pecandu narkoba :
1. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)
Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringanya gejala putus zat. Dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna memdeteksi gejala kecanduan narkoba tersebut.
2. Tahap rehabilitasi nonmedis
Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah di bangun tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh di bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya program therapeutic communities (TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan, dan lain-lain.
3. Tahap bina lanjut (after care)
Tahap ini pecandu diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan.
Untuk setiap tahap rehabilitasi diperlukan pengawasan dan evaluasi secara terus menerus terhadap proses pulihan seorang pecandu. Dalam penanganan pecandu narkoba, di Indonesia terdapat beberapa metode terapi dan rehabilitasi yang digunakan yaitu :
1. Cold turkey
Artinya seorang pecandu langsung menghentikan penggunaan narkoba/zat adiktif. Metode ini merupakan metode tertua, dengan mengurung pecandu dalam masa putus obat tanpa memberikan obat-obatan. Setelah gejala putus obat hilang, pecandu dikeluarkan dan diikutsertakan dalam sesi konseling (rehabilitasi nonmedis). Metode ini bnayak digunakan oleh beberapa panti rehabilitasi dengan pendekatan keagamaan dalam fase detoksifikasinya.
2. Metode alternatif
3. Terapi substitusi opioda
Hanya digunakan untuk pasien-pasien ketergantungan heroin (opioda). Untuk pengguna opioda hard core addict (pengguna opioda yang telah bertahun-tahun menggunakan opioda suntikan), pecandu biasanya mengalami kekambuhan kronis sehingga perlu berulang kali menjalani terapi ketergantungan. Kebutuhan heroin (narkotika ilegal) diganti (substitusi) dengan narkotika legal. Beberapa obat yang sering digunakan adalah kodein, bufrenorphin, metadone, dan nalrekson. Obat-obatan ini digunakan sebagai obat detoksifikasi, dan diberikan dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan pecandu, kemudian secara bertahap dosisnya diturunkan.
Keempat obat di atas telah banyak beredar di Indonesia dan perlu adanya kontrol penggunaan untuk menghindari adanya penyimpangan/penyalahgunaan obat-obatan ini yang akan berdampak fatal.
4. Therapeutic community (TC)
Metode ini mulai digunakan pada akhir 1950 di Amerika Serikat. Tujuan utamanya adalah menolong pecandu agar mampu kembali ke tengah masyarakat dan dapat kembali menjalani kehidupan yang produktif. Program TC, merupakan program yang disebut Drug Free Self Help Program. program ini mempunyai sembilan elemen yaitu partisipasi aktif, feedback dari keanggotaan, role modeling, format kolektif untuk perubahan pribadi, sharing norma dan nilai-nilai, struktur & sistem, komunikasi terbuka, hubungan kelompok dan penggunaan terminologi unik. Aktivitas dalam TC akan menolong peserta belajar mengenal dirinya melalui lima area pengembangan kepribadian, yaitu manajemen perilaku, emosi/psikologis, intelektual & spiritual, vocasional dan pendidikan, keterampilan untuk bertahan bersih dari narkoba.
5. Metode 12 steps
Di Amerika Serikat, jika seseorang kedapatan mabuk atau menyalahgunakan narkoba, pengadilan akan memberikan hukuman untuk mengikuti program 12 langkah. Pecandu yang mengikuti program ini dimotivasi untuk mengimplementasikan ke 12 langkah ini dalam kehidupan sehari-hari.
2.9 PROGNOSIS
Ketergantungan kanabis terjadi perlahan, yang mana mereka akan mengembangkan pola peningkatan dosis dan frekuensi penggunaan. Efek yang menyenangkan dari kanabis sering berkurang pada penggunaan berat secara teratur.
Gangguan tingkah laku pada masa anak, remaja, dan gangguan kepribadian antisosial adalah faktor resiko untuk berkembangnya gangguan terkait zat, termasuk gangguan terkait kanabis. Sedikit data yang tersedia pada perjalanan efek jangka panjang dari ketergantungan dan penyalahgunaan kanabis.1
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Efek samping akut penggunaan ganja yaitu gangguan cemas dan peningkatan risiko kecelakaan pada pengemudi yang menggunakan ganja. Penggunaan ganja kronis dapat menyebabkan sindrom ketergantungan pada satu dari sepuluh pengguna. Pengguna ganja memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan pada otak, paru, jantung, system reproduksi dan dapat menimbulkan gejala psikotik apalagi jika sudah terdapat gangguan psikotik pada riwayat keluarga. Efek buruk psikososial pada remaja yang menjadi pengguna ganja yaitu terganggunya proses pencapaian pendidikan. Penggunaan ganja pada masa remaja mungkin juga mempengaruhi kesehatan mental saat dewasa muda.
3.2 Saran
Diperlukan kerjasama semua pihak untuk mencegah penyalahgunaan ganja, terutama penggunaan ganja pada remaja. Dengan pencegahan penyalahgunaan ganja, maka akan mencegah dampak negatif yang diakibatkan oleh ganja.
DAFTAR PUSTAKA
1. National Institute On Drug Abuse. DrugFacts: Marijuana. National Institute of Health. 2015. http://www.drugabuse.gov.
2. National Institute On Drug Abuse. NIDA review summarizes research on marijuana’s negative health effects. 2014. http://www.drugabuse.gov
3. National Institute On Drug Abuse. DrugFacts: Drug-Related Hospital Emergency Room Visits. 2011. http://www.drugabuse.gov.
4. Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA). Results from the 2013 National Survey on Drug Use and Health: Summary of National Findings. Rockville, MD: Substance Abuse and Mental Health Services Administration; 2014. HHS Publication No. (SMA) 14-4887. NSDUH Series H-49.
5. Johnston LD, O’Malley PM, Miech RA, Bachman JG, Schulenberg JE. Monitoring the Future national results on drug use: 1975-2014: Overview, Key Findings on Adolescent Drug Use. Ann Arbor, MI: Institute for Social Research, The University of Michigan; 2014.
6. National Institute On Drug Abuse. DrugFacts: DrugFacts: High School and Youth Trends. National Institute of Health. 2015. http://www.drugabuse.gov.
7. Kaplan H I and Saddock BJ. Buku Ajar Psikiatri Klinis. USA. William and Wilkins, 2010: 638-640
8. California Society of Addiction Medicine . The Adverse Effects of Marijuana (for healthcare professionals). 2011. http://www.csam-asam.org/adverse-effects-marijuana-healthcare-professionals
9. Nora D. Volkow, M.D., Ruben D. Baler, Ph.D., Wilson M. Compton, M.D., and Susan R.B. Weiss, Ph.D. Adverse Health Effects of Marijuana Use. N Engl J Med. 2014; 370:2219-2227
10. Direktorat Kesehatan Jiwa, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Edisi III.. DepKes RI. 2003
11. Kusumawardani, dkk. Buku Ajar Psikiatri : ed Elvira, Hadisukanto. FKUI, 2010. 142-143.
Nurlia Puspita- Posts : 10
Reputation : 0
Join date : 13.07.15
Similar topics
» Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif
» gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat opoid
» Gangguan mental dan Perilaku akibat penggunaan zat Halusinogenika
» Deteksi Dini Penggunaan Narkoba
» Gangguan Mental Perilaku akibat pengunaan zat psikoaktif
» gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat opoid
» Gangguan mental dan Perilaku akibat penggunaan zat Halusinogenika
» Deteksi Dini Penggunaan Narkoba
» Gangguan Mental Perilaku akibat pengunaan zat psikoaktif
:: Tugas dan Presentasi :: Referat
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik