Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

F 32.01 EPISODE DEPRESIF RINGAN DENGAN GEJALA SOMATIK

Go down

F 32.01 EPISODE DEPRESIF RINGAN DENGAN GEJALA SOMATIK Empty F 32.01 EPISODE DEPRESIF RINGAN DENGAN GEJALA SOMATIK

Post by Nurlia Puspita Mon Jul 13, 2015 4:02 am

LAPORAN KASUS
F 32.01 EPISODE DEPRESIF RINGAN DENGAN GEJALA SOMATIK



Pembimbing
dr. Lucy Marturia B, Sp.KJ

Disusun oleh:
Nurlia Puspita R., S.Ked
H1AP10016


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU
RSKJ SOEPRAPTO
2015

LAPORAN KASUS

Riwayat Psikiatri
Riwayat psikiatri diperoleh dari autoanamnesis. Kebenaran anamnesis dapat dipercaya. Anamnesis dilakukan pada tanggal 5 Mei 2015.
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 47 tahun
Anak : kedua dari 6 bersaudara                
Pendidikan : S2            
Status : Menikah
Anak : 3 orang
Suku : Bengkulu
Agama : Islam
Alamat :Jalan xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx Bengkulu

II. Riwayat Psikiatri
A. Keluhan Utama
Sakit kepala yang semakin memberat sejak + 1 bulan yang lalu
B. Riwayat Gangguan Sekarang
AUTOANAMNESIS
Laki-laki 47 tahun, merupakan anak kedua dari enam bersaudara dan sudah menikah. Pasien baru berobat ke poli klinik RSKJ Suprapto pada tanggal 5 Mei  2015, dengan keluhan sakit kepala yang semakin memberat  sejak + 1 bulan yang lalu. Sakit kepala sudah dirasakan oleh pasien sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya sakit kepala dirasakan tidak terlalu mengganggu aktifitas pasien. Jika sakit kepala muncul, biasanya pasien akan tidur untuk mengurangi sakit kepalanya. Sakit kepala muncul jika pasien memikirkan masalah pekerjaan. Pasien bekerja di Kantor Badan Lingkungan Hidup, dan sudah hampir 8 tahun pasien dipercaya sebagai penanggung jawab setiap ada proyek kegiatan di kantor.
Namun selama 1 tahun terakhir ini, pasien sudah merasa tidak sanggup untuk menjadi penanggung jawab pemegang proyek di kantornya karena merasa proyek yang dikerjakan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Pasien tidak ingin semua kegiatan pada proyeknya harus menggunakan uang untuk memperlancar kegiatan pada proyeknya. Pasien merasa berdosa jika menyelewengkan uang negara. Pasien juga bekerja sebagai konsultan. Pekerjaan konsultan biasanya dikerjakan setelah pasien selesai mengerjakan pekerjaan kantor. Pekerjaan konsultan ini tidak pernah membuat kepalanya sakit.
Sejak 1 bulan yang lalu, pasien merasakan sakit kepalanya menjadi semakin memberat. Sakit kepala muncul saat pasien datang ke kantor dan memikirkan masalah pekerjaan-pekerjaan di kantor. Sakit kepala tidak lagi dapat diredakan dengan tidur sehingga tidur pasien terganggu. Selain itu pasien juga menjadi lebih cepat marah kepada orang lain maupun keluarganya jika sedang memikirkan masalah pekerjaan atau sedang berdebat dengan teman-temannya mengenai masalah pekerjaan.  Pasien juga menjadi kehilangan kegembiraannya saat mengerjakan pekerjaan kantor. Pasien juga merasakan lebih mudah lelah dibanding biasanya. Jika saat berada di kantor pasien merasakan sakit kepala, pasien akan minta izin untuk pergi dari ruang kerja maupun ruang rapat untuk menghindari emosi pasien yang cepat marah.
Pasien lalu memeriksakan dirinya ke dokter umum, dan diberi obat untuk meredakan sakit kepalanya. Pasien juga sudah melakukan chek up kesehatan secara menyeluruh, dan tidak ditemukan kelainanan pada kesehatan pasien. Pasien lalu disarankan untuk ke psikiater. Pasien lalu istirahat di rumah selama 1 minggu. Keluhan sakit kepala tidak dirasakan oleh pasien selama di rumah. Keluhan nafsu makan menurun tidak ada. Keluhan mendengar, melihat atau merasakan sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang lain disangkal oleh pasien. Keluhan menjadi lebih diam atau sering melamun tidak ada. Pasien menyadari bahwa ada beban pikiran yang menyebabkan ia merasakan sakit kepala yang semakin memberat sehingga ia datang ke RSKJ untuk mencari pengobatan agar keadaan dirinya membaik dan ia dapat beraktifitas seperti biasa.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah ada gangguan psikiatri sebelumnya, pasien belum pernah berobat ke rumah sakit jiwa maupun ke psikiater.

2. Riwayat Gangguan Medik
- Pasien tidak ada riwayat gangguan medis, dan pasien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
- Tidak ada riwayat hipertensi, tidak ada riwayat diabetes mellitus dan riwayat sakit hipotiroid.

3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Riwayat mengkonsumsi alkohol, rokok, dan menggunakan narkotika tidak ada.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat pranatal
Informasi tidak dapat diketahui
b. Riwayat masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Informasi tidak dapat diketahui
c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan padan masa ini normal. Pasien berkembang menjadi anak yang pintar, selalu mendapat juara kelas. Pasien merupakan anak yang ceria, aktif pada berbagai kegiatan, sering bermain keluar rumah, memilik banyak teman dekat.
d. Riwayat masa remaja
Saat remaja pasien tetap berkembang menjadi seseorang yang  ceria dan pintar. Pasien merupakan anak yang giat belajar dan memiliki banyak prestasi di sekolah.  Pasien memiliki banyak teman disekolah, pasien dalam bergaul tidak memilih- milih teman dan dan pasien selalu aktif dalam kegiatan baik kegiatan sekolah maupun kegiatan ekstrakurikuler.


e. Riwayat dewasa muda
Setelah tamat SMA, pasien melanjutkan kuliah ke IPB, selama kuliah pasien aktif mengikuti kegiatan organisasi. Pasien termasuk salah satu mahasiswa berprestasi.
f. Riwayat pendidikan
Pasien sekolah SD, SMP, dan SMA dan selalu mendapat juara di sekolahnya. Pasien merupakan lulusan magister dari Denmark, Belanda. Pasien tamat dengan nilai cukup memuaskan.  
g. Riwayat pekerjaan
Pasien merupakan salah satu PNS di kantor Badan Lingkungan Hidup. Pasien menjabat sebagai Kasubbid selama 8 tahun, dan telah berganti 4 kali pimpinan, pasien dipercaya sebagai ketua kegiatan/pembangunan yang ada di kantor Badan Lingkungan Hidup. Selama bekerja di Badan Lingkungan Hidup, pasien tidak pernah memiliki masalah yang serius terhadap atasan maupun dengan sesama pegawai lainnya.
h. Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah. Pasien memiiki seorang istri dan tiga orang anak. Anak pertama, perempuan, berumur 18 tahun, sekarang sedang menunggu kelulusan SMA. Anak kedua, perempuan, berumur 15 tahun, sekarang duduk di kelas 3 SMP. Anak ketiga, perempuan, berumur 13 tahun, sekarang duduk di kelas 1 SMP.
i. Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam, dan pasien selalu rutin melaksanakan aktivitas keagamaan seperti solat, mengaji dan mengikuti kegiatan keagamaan  lainnya.
j. Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah menikah. Tidak terdapat masalah dalam kehidupan seksual pasien. Pasien tidak pernah melakukan hubungan seks di luar pernikahan.
k. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum.

l. Aktivitas sosial
Pasien selalu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tetangga. Pasien sering ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di RT.
E. Riwayat Keluarga
Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Pasien merupakan anak kedua dari enam bersaudara bersaudara. Pasien memiliki 1 orang kakak perempuan dan 2 adik perempuan dan 2 adik laki-laki. Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya.  Anak pertama pasien bersekolah di SMA IT Subang Jawa Barat. Ayah pasien adalah seorang pensiunan Guru di Provinsi Bengkulu dan ibunya merupakan seorang ibu rumah tangga.

Keluarga Inti Tn. E  (pasien)

No Nama Jenis kelamin Usia Hubungan Sifat
1 Tn. W Laki-laki 70 tahun Ayah kandung Tegas, disiplin, penyayang
2 Ny. S Perempuan 65 tahun Ibu kandung Rajin, tegas, penyayang
3 Ny. M Perempuan 50 tahun Kakak kandung Rajin, dan suka menolong
4 Tn. E Laki-laki 47 tahun Pasien Ceria, rajin, pekerja keras
5 Ny. L Perempuan 45 tahun Adik kandung Pendiam, pemyayang
6. Tn. A Laki-laki 43 tahun Adik kandung Pendiam, rajin, disiplin
7. Tn. D Laki-laki 41 tahun Adik kandung Ceria, pekerja keras, disiplin
8. Ny. G Perempuan 39 tahun Adik kandung Penyabar, pendiam,



Struktur keluarga yang tinggal serumah saat ini

No Nama Jenis kelamin Usia Hubungan Sifat
1 Tn. E Laki-laki 47 tahun Pasien Ceria, rajin, pekerja keras.
2 Ny. S Perempuan 44 tahun Istri Rajin, disiplin, penyayang
3. An. F Perempuan 15 tahun Anak kedua Ceria, rajin belajar, disiplin
4. An. I Perempuan 13 tahun Anak ketiga Ceria, manja, penyayang

Genogram

F 32.01 EPISODE DEPRESIF RINGAN DENGAN GEJALA SOMATIK Geno10

Pasien adalah anak kedua dari enam bersaudara. Ia dibesarkan dalam lingkungan sosiokultural minang dengan kondisi ekonomi yang memadai. Ayah pasien adalah seorang pensiunan guru dan ibu seorang ibu rumah tangga. Tidak ada hubungan darah antara ayah dan ibu pasien. Hubungan keduanya harmonis, ayah dan ibu pasien adalah orang tua yang disiplin dan juga memiliki cara bicara yang humoris serta bersikap adil dan bijaksana serta sangat menyayangi anak-anaknya. Hubungan pasien dengan ayah dan ibunya cukup dekat dan hubungan pasien dengan saudara-saudaranya juga sangat dekat.

F. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien sekarang tinggal bersama istri dan kedua anaknya di Jalan mangga II RT 14 RW 02 kel. Sidomulyo  Bengkulu. Lingkungan tempat tinggal pasien baik, hubungan keluarga pasien dengan tetangga sekitar rumah baik. Rumah Sakit Umum berada kira-kira 500 meter dari rumah pasien. Saat ini pasien sedang cuti karena sakit dan hanya beraktivitas di rumah. Dalam biaya pengobatan pasien menggunakan BPJS sehingga tidak dikenai biaya. Keluarga  pasien sangat terbuka dan mendukung kesembuhan pasien dan selalu mengingatkan pasien untuk rutin minum obat serta kontrol kesehatan.
G. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya dan Lingkungannya
Pasien sadar bahwa dirinya memiliki beban pikiran yang menyebabkan kepalanya sakit dan perlu pengobatan sehingga ia pergi ke Poli RSKJ untuk meminta bantuan psikiater supaya bisa tenang dan tidur dengan nyenyak serta dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan kantor. Pasien berobat atas kemauan sendiri dan berkomitmen minum obat sesuai anjuran dokter dan bila obat habis pasien ingin kontrol kembali ke psikiater.


III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Laki-laki 47 tahun, paras sesuai umur dengan postur tubuh yang atletikus, kesan gizi pasien cukup. Rambut pasien merata di seluruh kepala dan berwarna hitam dan pasien memiliki sedikit uban. Pasien menggunakan baju kaos batik biru dan celana bahan biru dongker. Pasien tampak ceria dan bersahabat, keadaan pasien tenang.
2. Kesadaran
Kompos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.
4. Pembicaraan
• Kuantitas : Pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan jelas.
• Kualitas : pasien dapat memahami dan memberikan respon dengan baik, dan menjawab pertanyaan dengan spontan, pasien bercerita dengan spontan. Volume bicara sedang dengan ekspresi saat bicara ceria. Intonasi berbicara sedang, pengucapan kata jelas dan pembicaraan dapat dimengerti.
• Tidak ada hendaya berbahasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif, kontak mata adekuat. Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik
B. Keadaan Afektif
1. Mood : Sedih
2. Afek : depresif dalam rentang luas
3. Keserasian : Serasi
C. Gangguan Persepsi
- Halusinasi auditorik tidak ada
- Halusinasi visual tidak ada
- Ilusi tidak ada
- Depersonalisasi tidak ada
- Derealisasi tidak ada
D. Proses Pikir
1. Bentuk pikir : Realistik
2. Arus pikir
a. Produktivitas : pasien dapat menjawab spontan saat diajukan pertanyaan, Kontinuitas : Koheren, mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan
b. Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
3. Isi pikiran : Waham tidak ada  
E. Fungsi Intelektual / Kognitif
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
• Taraf pendidikan
Pasien lulusan S2 di Den Haag, Belanda
• Pengetahuan Umum
Baik, pasien dapat menjawab dengan tepat siapa presiden Indonesia dan sistem jaminan kesehatan di Indonesia sekarang.
2. Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien baik, pasien dapat berfikir 100-7 lalu dihitungg mundur, pasien juga mampu  mengalikan angka seperti 6x5 atau 5x8.
Perhatian pasien baik, pasien bisa bisa menyebutkan benda-benda yang berawalan huruf A atau K.
3. Orientasi
• Waktu : Baik, pasien mengetahui saat wawancara saat pagi hari
• Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada dirumahnya, dan menjalani pengobatan di RSJ Bengkulu
• Orang : Baik, pasien mengetahui siapa saja saudaranya, siapa saja yang tinggal serumah dengannya, dan mengetahui sedang diwawancara oleh siapa.
• Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan  wawancara.
4. Daya Ingat
• Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat dimana pasien bersekolah SD
• Daya ingat jangka menengah
Baik, pasien dapat mengingat apa yang dilakukan pada bulan lalu
• Daya ingat jangka pendek
Baik, pasien dapat mengingat makan apa kemaren.
• Daya ingat segera
Baik, pasien dapat mengingat nama pemeriksa  dan dapat mengulang 5 kata yang disebutkan oleh pemeriksa seperti kursi, gunting, meja, batu, dan sepatu.
• Akibat hendaya daya ingat pasien
Tidak terdapat hendaya daya ingat pada pasien saat ini.
6. Kemampuan baca tulis: baik
7. Kemampuan visuospatial: baik
8. Berpikir abstrak: baik, pasien dapat menjelaskan persamaan apel dan jeruk
9. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat melakukan perawatan diri sehari- hari secara mandiri seperti mandi, makan, minum, dan melakukan pekerjaan rumah sendiri.
F. Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik. Uji daya nilai realitas pasien juga baik.
G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien baik, selama wawancara dapat mengontrol emosinya dengan baik (tidak mengamuk atau menangis)
H. Tilikan
Tilikan derajat 6, karena pasien menyadari bahwa dirinya mengalami beban pikiran yang berat dan pasien mengetahui penyebabnya lalu pasien berusaha untuk mencari pengobatan untuk mengatasi keluhan sakit kepala yang ia rasakan.  
I. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup baik dengan jujur mengenai peristiwa yang terjadi dan apa yang ia alami.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis dan Vital Sign
• KU : Tampak Sehat
• Sensorium : CM   (GCS: E4 V5 M6)
• TD : 120/70 mmHg
• Nadi : 88 x/menit
• RR : 20 x/menit
• Suhu : 36,5 oC
a. Status Internus
Kepala Normocephali, pertumbuhan rambut merata, dan warna rambut hitam-putih.
Mata Sklera ikterik -/-, conjungtiva palpbera anemis -/-, edema palpebra -/-
Hidung deformitas (-), tidak ada sekret.
Telinga deformitas (-), liang lapang, pengeluaran sekret (-).
Mulut bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher Tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid
Thorax
Paru I = Gerakan dinding dada statis dan dinamis simetris kiri dan kanan
P = stemfremitus simetris
P = sonor di semua lapang paru
A = Vesikuler (+) normal, Rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung I = iktus kordis tidak  terlihat
P = iktus kordis tidak teraba
P = -
A = BJ I & II (+) reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen I = cembung
A = BU (+) normal
P = nyeri tekan (-)
P = timpani diseluruh abdomen
Ektrimitas Pitting edema (-/-) pada ekstrimitas, akral teraba hangat.
b. Status Neurologis
i. Saraf kranial : dalam batas normal
ii. Saraf motorik : dalam batas normal
iii. Sensibilitas : dalam batas normal
iv. Susunan saraf vegetatif : dalam batas normal
v. Fungsi luhur : dalam batas normal

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT
- pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang
- disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah rutin.

VI. FORMULASI DIAGNOSIS
 laki-laki 47 tahun, sudah menikah, bekerja sebagai kasubbid di kantor Badan Lingkungan Hidup, tinggal dirumah dengan istri dan kedua orang anaknya.
 Pasien merasakan sakit kepala yang memberat jika pasien memikirkan masalah pekerjaan kantor sejak 1 bulan yang lalu.
 Kehilangan minat dan kegembiraan pada pekerjaan kantor
 Pasien menjadi lebih mudah lelah dari biasanya
 Tidur pasien menjadi terganggu.
 Pasien merasa bersalah jika menyelewengkan uang negara.
 Mood sedih, afek depresif dalam rentang luas dan serasi
 Gangguan dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari.
VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F 32.01 Episode depresif ringan dengan gejala somatik
Aksis II : Ciri kepribadian extrovert
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah pekerjaan
Aksis V : GAF scale 70-61
Diagnosis Banding
◦ F45.0 Gangguan Somatisasi
VII. PROGNOSIS
1. Faktor yang memberikan pengaruh baik:
• Gejala depresi episode ringan, tidak ada gejala psikotik
• Indikator psikososial: fungsi keluarga stabil dan beberapa tahun sebelum sakit secara umumk fungsi sosial baik.
• Tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya.
• Tidak pernah dirawat inap karena depresi berat
• Tidak ada riwayat penyalahgunaan zat dan alkohol
• Tidak ditemukan gejala cemas
• Tidak ada riwayat lebih dari sekali episode depresi sebelumnya.
Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia ad bonam
Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara diatas sebagai berikut :
Quo Ad Vitam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad bonam
VIII. Terapi
• Psikofarmaka
o Fluoxetin tablet  20 mg, (20 mg – 0 – 0 )
o Alprazolam tablet 1 mg (0 – 0 – 1 mg )
• Psikoterapi & Edukasi
Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan terapi kognitif-perilaku.
- Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan) pasien terhadap stres. Hal ini dilakukan mengingat toleransi (kemampuan) pasien mengahadapi stres (tekanan, kecewa, frustasi) menjadi rendah pada 1 tahun terakhir. Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien sehingga dapat membantu pasien dalam memahami penyakitnya dan cara menghadapinya. Dalam terapi ini, pasien diberi motivasi, semangat dan dorongan agar pasien tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta kepercayaan diri bahwa ia mampu menghadapi stressor pekerjaan yang dihadapi. Diberikan juga penjelasan manfaat pengobatan, cara pengobatan dan efek samping yang mungkin muncul selama pengobatan.
- Terhadap keluarga pasien diberikan  informasi mengenai penyebab penyakit yang dialami pasien sehingga keluarga dapat membantu dalam proses pengobatan pasien yaitu dengan cara memberi motivasi kepada pasien untuk sembuh dan membantu menghilangkan stres yang di alami pasien serta membantu mengontrol kepatuhan pasien minum obat.
- Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi aktivitas pasien secara wajar, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor.
- Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan depresi dibawah naungan gangguan mood. Pembahasan emosi mencakup afek, mood, emosi yang lain dan gangguan psikologis yang berhubungan dengan mood. Sehingga dalam pembahasan gangguan depresi maka akan dibahas emosi dan mood. Emosi merupakan kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood. Emosi juga memiliki sinonim yaitu afek yang merupakan suasana perasaan hati seorang individu. Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain termasuk contohnya depresi, elasi dan marah.1
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi.1,2

a. Definisi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari.3
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi atau penurunan konsentrasi. Sedangkan berdasarkan Maramis, depresif adalah suatu gangguan perasaan dengan cirri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan.4

b. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi. Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15% dan pada perempuan dapat mencapai 25% yang sekitar 10% persen mendapatkan perawatan primer sedangkan sisanya 15% dirawat rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%, sedangkan pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.1,2
Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormone, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.1
Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% awitan diantara usia 20-50 tahun.Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat.1,2
Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang  tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.1
Faktor sosioekonomi dan budaya. Tidak ditemukan korelasi natara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat.1

c. Etiologi dan Patofisiologi
1. Faktor organobiologi
Hipotesis gangguan mood berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA) dan asam homovanilic (HVA) yang ada di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal. Norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling telibat dalam patofisiologi gangguan mood.
  Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik anti depresan mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Aktivitas dopamine mungkin berkurang pada depresi ditandai dengan penemuan subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Sedangkan pada serotonin pada orang dengan depresi biasanya akan berkurang. Serotonin berfungsi dalam meregulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan.1,2
2. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood dengan jalur penurunan yang kompleks. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam keluarga menunjukkan bahwa generasi pertama lebih sering 2 sampai 10 kali mengalami depresi berat.
3. Faktor sosial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama dibandingkan episode berikutnya. Teori yang ada terkait dengan hal tersebut adalah adanya perubahan biologi otak yang bertahan lama. Sehingga perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmitter dan system sinyal intraneuron, termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinap dan berdampak pada sinap dan hal tersebut dapat berdampak pada seorang individu berisiko tinggi mengalami episode berulang, gangguan mood, sekalipun tanpa stressor.1
Semua orang dengan dengan pola kepribadiannya dapat mengalami depresi sesuai dengan situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi-kompulsi, histrionik dan ambang berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingnya dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisocial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisikko menjadi gangguan depresi berat. Peristiwa stressful merupaka predictor terkuat untuk kejadian episode depresi.1,2
Faktor psikodinamik pada depresi dikenal sebagai pandang klasik dari depresi dan dituangkan kedalam teori yang ditemukan oleh Sigmund Freud dan dilanjutkan oleh Karl Abraham. (1) gangguan hubungan ibu dan anak selama fase oral (10-18 bulan) merupakan faktor predisposisi terhadap episode depresi berulang; (2) depresi dapat dihubungkan dengan kenyataan atau bayangan kehilangan objek; (3) introjeksi merupakan bangkitan mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan yang berkaitan dengan kehilangan objek.; (4) akibat kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci dan cinta, perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri Menurut Melanie Klein depresi termasuk agresi kearah mencintai. Sedangkan Edward Bibring menyatakan bahwa depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari terdapat perbedaan antara ideal yang tinggi dengan ketidakmampuan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.2
4. Formulasi lain dari depresi
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang menghasilkan kecenderungan seseorang menjadi depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi mencakup (1) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi negatif terhadap dirinya (2) tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap dunia bermusuhan terhadapnya (3) tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan kegagalan.2

d. Perjalanan penyakit
Sebelum episode pertama teridentifikasi, sekitar 50% gangguan depresi berat memperlihatkan gejala depresi yang bermakna. Gejala depresi yang teridentifikasi dini dan dapat teratasi lebih awal dapat mencegah berkembangnya gejala tersebut menjadi episode depresi penuh. Pada pasien dengan gangguan depresi berat, meskipun gejala mungkin telah ada, umumnya belum menunjukkan  suatu premorbid gangguan kepribadian. Sekitar 50% pasien dengan episode depresi pertama terjadi sebelum usia 40 tahun biasanya dihubungkan dengan tidak adanya riwayat gangguan mood dalam keluarga, gangguan kepribadian antisocial dan penyalahgunaan alkohol.1,2
Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6 – 13 bulan. Kebanyakan penanganan episode depresi sekitar 3 bulan. Namun karena merujuk kepada prosedur baku penatalaksaan gangguan depresi maka penatalksaan setidanya dilakukan  selama 6 bulan agar tidak mudah kambuh.1

e. Tanda gejala
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala utama dari depresi. Pasien juga mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan. Selain itu biasanya terdapat pikiran untuk melakukan bunuh diri pada sekitar dua per tiga pasien depresi dan 10 sampai 15% diantaranya melakukan bunuh diri. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya.1,2,4
Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas,  mengalami hendaya di sekolah dan pekerjaanm dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering bangun dimalam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien juga mengalami penurunan nafsu makan demikian pula dengan bertambah dan menurun berat badannya serta mengalami tidur lebih lama dari biasanya.1,2,4
Kecemasan adalah gejala tersering dari sepresi dan menyerang 90% pasien depresi. Perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaan seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik dan penyakit jantung. Gejala lain termasuk haid tidak normal dan menurunnya minat serta aktivitas seksual.2
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada orangtua dapat dihubungkan dengan status ekonomi yang rendah, kehilangan pasanganm berbarengan dengan penyakit fisik dan isolasi sosial.1
Gangguan depresi ditandai oelh rasa lelah yang berkepanjangan dan sulit untuk konsentrasi, gangguan tidur (terutama bangun pagi cepat dan bangun beberapa kali saat tidur), nafsu makan berkurang, kehilangan berat badan, dan keluhan somatik.1

f. Kriteria diagnosis
Tabel 1. Kriteria diagnostik gangguan depresi berat menurut DSM-IV-TR
A. Pasien mengalami gangguan mood terdepresi (contoh: sedih atau perasaan kosong) atau kehilangan minat atau kesenangan sepanjang waktu selama 2 minggu atau lebih ditambah 4 atau lebih gejala-gejala berikut ini:
- Tidur: insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
- Minat: menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan hampir sepanjang waktu
- Rasa bersalah: perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai atau rasa tidak berharga hampir sepanjang waktu
- Energi: kehilangan energi atau letih hampir sepanjang waktu
- Konsentrasi: menurunnya kemampuan untuk berpikir/ konsentrasi; sulit membuat keputusan hampir sepanjang waktu
- Selera makan: menurun atau meningkat
- Psikomotor: agitasi atau retardasi
- Bunuh diri: pikiran berulang tentang mati/ ingin bunuh diri.
B. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode campuran (episode  
    depresi berat dan episode manik).
C. Gejalanya menimbulkan penderitaan bermakna secara klinik atau  
    hendaya sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat
   (contoh: penyalahgunaan obat atau medikasi) atau kondisi medik    
   umum (hipotiroidisme).
E. Gejalanya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan dukacita, misalnya
   setelah kehilangan seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari
   dua bulan atau ditandai hendaya fungsi yang jelas, preokupasi rasa
   ketidakbahagian yang abnormal, ide bunuh diri, gejala psikotik atau
   retardasi mental.

g. Skala penilain objektif  untuk depesi
Skala penilain objektif yang dapat digunakan dalam praktik dokter atau dokumentasi keadaan klinik pasien depresi adalah The Zung Self Rating depression scale yang terdiri dari 20 item skala pelaporan. Skor normal kurang dari 34, skor depresi adalah lebih dari 50. Skala tersebut meliputi indeks global intensitas gejala depresi pasien, termasuk kecendrungan ekspresi dari depresi.1
The raskin depression scale adalah suatu skala nilai klinik yang mengukur beratnya depresi pasien yang dilaporkan oleh pasien dan dokter pengamat, pada 5 point skala dari 3 dimensi meliputi pelaporan verbal, penampilan prilaku, dan gejala sekunder. Skala berkisar antara 3-13. Skor normal adalah 3, dan skor depresi adalah 7 atau lebih.1

h. Pemeriksaan status mental
1. Deskripsi umum:
Kemunduran psikomotor secara umum merupakan gejala yang paling sering, meskipun agitasi psikomotor juga terlihat terutama pada pasien usia lanjut. Meremas tangan dan menarik rambut merupakan gejala dari agitasi. Secara sederhana, pasien depresi memiliki postur tubuh yang dibungkukkan tidak ada gerakan spontan, sedih dan memalingkan wajah. Pada pemeriksaan klinis, pasien depresi memperlihatkan keseluruhan gejala dari kemunduran psikomotor yang tampak serupa dengan pasien skizofrenia katatonik.1
2. Mood, afek dan perasaan:
Gejala kunci adalah depresi, walaupun sekitar 50% pasien menyangkal perasaan depresi dan tidak tampak depresi. 1
3. Suara:
Pengurangan jumlah dan volume bicara; mereka merespon pertanyaan dengan satu-satu kata dan memperlihatkan perlambatan menjawab pertanyaan. Pemeriksa dapat menunggu 2 atau 3 menit untuk pasien menjawab pertanyaan.1
4. Gangguan persepsi:
Gangguan depresi berat dengan cirri psikotik mempunyai waham atau halusinasi. Bahkan tanpa waham dan halusinasi, beberapa dokter menyebut psychotic depression untuk kemunduran secara keseluruhan seperti membisu, tidak mandi dan kotor. 1
Mood congruent  adalah suatu kondisi yang pada saat bersamaan pada pasien depresi ditemukan adanya waham dan halusinasi yang menetap, selain itu juga ditemukan perasaan bersalah, tidak berharga, kegagalan, penderitaan dan keadaan terminal penyakit somatik (kanker atau kerusakan otak). 1
Gambarannya adalah ketidakesesuaian isi waham dan halusinasi dengan mood depresi. Ketidaksesuaian antara isi waham dengan mood pada pasien meliputi tema grandiose tentang kemampuan yang berlebihan, pengetahuan, dan sesuatu yang berharga sebagai contoh, pasien percaya bahwa seseorang tersiksa karena dia adalah Messiah. 1
5. Pikiran:
Pandangan negatif terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi piker mereka sering meliputi rasa kehilangan, rasa bersalah, pikiran bunuh diri, dan kematian. Sekitar 10% dari semua pasien depresi menunjukkan gejala gangguan pikiran, biasanya dalam isi pikirnya adalah hambatan dan kemiskinan.1
5. Sensorium dan kognitif:
Kebanyakan pasien depresi tidak terganggu orientasinya baik orang, tempat dan waktu meskipun beberapa dari mereka tidak mempunyai minat untuk menjawab pertanyaaan tentang subjek tersebut selama wawancara. Sedangkan sekitar 50 – 75% dari pasien depresi mempunyai hendaya kognitif, kadang-kadang ditunjukkan sebagai pseudodementia depresi. Umumnya pasien mengeluhkan tidak mampu konsentrasi dan gampang lupa. 1
6. Kontrol impuls:
Sekitar 10 sampai 15% melakukan bunuh diri dan dua pertiganya mempunyai ide untuk bunuh diri. Pasien dengan cirri psikotik biasanya mempertimbangkan untuk membunuh orang sebagai manifestasi waham, walaupun banyak pasien depresi kurang tenaga atau motivasi untuk mengikuti suara hati untuk melakukan kejahatan. Pasien dengan depresi berisiko tinggi untuk bunuh diri ketika energi mereka mulai meningkat. 1
7. Pertimbangan dan tilikan:
Penilaian sikap dan perilaku pasien terkini, selama wawancara. Tilikan pasien depresi terhadap gangguannya sering berlebihan: mereka selalu menekankan gejalanya, gangguannya, dan masalah hidup mereka. Ini menyulitkan untuk meyakinkan pasien bahwa perbaikan dapat terjadi. 1
8. Hal dapat dipercaya:
Pada wawancara dan perbincangan, pasien depresi terlalu melebihkan hal buruk dan meminimalkan hal baik. 1
i. Terapi
Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan pada beberapa tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak hanya pada gejala saat itu tetapi kesejahteraan pasien dimasa mendatang juga harus dimulai. Walaupun terapi saat ini yang menekankan pada farmakoterapi dan psikoterapi ditujukan pada pasien secara individual, peristiwa hidup yang penuh tekanan juga dikaitakn dengan meningkatnya angka kekambuhan pada pasien dengan gangguan mood. Dengan demikian, terapi harus menurunkan jumlah dan keparahan stressor didalam kehidupan pasien.1,2
1. Rawat inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedur diagnosis, risiko bunuh diri atau membunuh dan kemampuan pasien yang menurun drastic untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat gejala yang berkembang cepat serta rusaknya sistem dukungan pasien yang biasa juga merupakan indikasi rawat inap.
2. Terapi psikososial
Sebagian besar studi menunjukkan kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu:
a. Terapi kognitif
Sejumlah studi menunjukkan bahwa terapi kognitif  efektif dalam penatalaksanaan gangguan depresi berat dan sebagian besar studi menunjukkan bahwa terapi ini setara efektivitasnya dengan farmakoterapi. Terapi kognitif dikembangkan dengan Aaron Beck dan memfokuskan pada distorsi kognitif yang diperkirakan ada pada gangguan depresi berat. Distorsi tersebut mencakup perhatian selektif terhadap aspek negatif keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak realistis mengenai konsekuensi. Contohnya apati dan kurang tenaga adalah pengharapan pasien mengenai kegagalan disemua area. Tujuan terapi ini adalah untuk meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi begatif; mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel dan positif serta melatih respons perilaku dan kognitif baru.
b. Terapi interpersonal
Terapi ini dikembangkan oleh Gerald Klerman yang memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan pada dua asumsi. Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada hubungan yang mengalami disfungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini cenderung terlibat didalam mencetuskan atau melanjutkan gejala depresif saat ini.
Program terapi ini biasanya terdiri dari atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Fenomena intrapsikik seperti mekanisme defense dan konflik internal, tidak diselesaikan. Perilaku khas seperti tidak asertif, keterampilan sosial terganggu dan pikiran terdistorsi dapat diselesaikan tetapi hanya dalam konteks pengertiannya terhadap hubungan interpersonal
c. Terapi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin sekaligus penolakan dari masyarakat. Pemusatan perhatian pada perilaku maladaptif didalam terapi diharapkan pasien dapat belajar berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.
3. Farmakoterapi
Antidepresan merupakan terapi gangguan depresif berat yang efektif dan spesifik.  Penggunaan farmakoterapi spesifik diperkirakan dapat melipat-gandakan kemungkinan bahwa pasien dengan gangguan depresi berat akan pulih. Meskipun demikian masalah tetap ada dalam terapi gangguan depresi berat seperti: sejumlah pasien tidak memberikan respon terhadap terapi pertama; semua antidepresan yang saat ini tersedia membutuhkan 3 sampai 4 minggu hingga memberikan pengaruh terapeutik yang bermakna, walaupun obat tersebut dapat mulai menunjukkan pengaruhnya lebih dini dan relative sampai saat ini semua antidepresan yang tersedia bersifat toksik bila overdosis serta memiliki efek samping.
SSRI seperti fluoxetine, paroksetin (Paxil), dan sertralin (Zoloft), juga bupropion, venlafaksin (Efexxor), nefazodon, dan mirtazapin (Remeron). Efek samping dari antidepresan adalah dapat mengakibatkan kematian jika dikonsumsu overdosis. Trisiklik dan tetrasiklik  adalah antidepresan yang paling mematikan. Efek samping lainnya adalah dapat menyebabkan hipotensi.
Kesalahan klinis yang sering terjadi adalah penggunaan dosis yang terlalu rendah dalam jangka waktu singkat. Kecuali terjadi efek samping, dosis antidepresan  harus dinaikkan sampai kadar maksimum yang direkomendasi atau dipertahankan kadar tersebut setidaknya selama 4 atau 5 minggu sebelum percobaan obat dapat dinggap tidak berhasil. Terapi antidepresan harus dipertahankan setidaknya 6 bulan atau selama episode sebelumnya, bergantung mana yang lebih lama. Terapi profilaksis perlu dipertimbangkan jika melibatkan gagasan bunuh diri yang bermakna atau gangguan fungsi psikosial.
Alternatif terapi obat lainnya adalah elektokonvulsif dan fototerapi.  Terapi elektokonvulsif biasa digunakan ketika pasien tidak memberikan respons terhadap farmakoterapi atau tidak dapat mentoleransi farmakoterapi.

BAB III
PEMBAHASAN
Pedoman Diagnostik Episode Depresif (F32):
 Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
1. Afek depresif,
2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
 Gejala lainnya :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan berkurang
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
 Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)

Pedoman Diagnostik Episode Depresif Ringan (F32.0)
 Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas
 Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya : (a) sampai dengan (g)
 Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
 Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
 Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya
Karakter kelima :   F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
Pedoman Diagnostik Gangguan Somatisasi (F45.0)
 Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun.
 Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
 Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.

Dari anamnesis dan pemeriksaan Status Mental pada pasien ditemukan gejala utama dari episode depresif yaitu afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas dan sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Selain itu pada pasien juga ditemukan gejala tambahan yaitu gagasan tentang rasa bersalah serta tidur terganggu. Dari gejala di atas, pasien telah memenuhi 3 dari 3 gejala utama episode depresi dan ditambah 2 dari gejala lainnya sehingga dapat digolongkan ke dalam Episode Depresif Ringan (F.32.0). Disamping itu, pasien juga mengalami gejala somatik yaitu pasien akan merasakan sakit kepala saat pasien memikirkan pekerjaan kantor sebagai penaggung jawab proyek di kantornya. sehingga berdasarkan PPDGJ-III pasien ini didiagnosis sebagai Episode Depresif Ringan Dengan Gejala Somatik (F32.01).
Gangguan somatisasi sebagai diagnosis banding dapat disingkirkan karena keluhan pasien hanya sakit kepala, bukan keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang meliputi banyak organ yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik maupun laboratorium. Walaupun gangguan ini bersifat kronis dan berkaitan dengan stress psikologis yang bermakna, keluhan ini baru dirasakan berlangsung selama 1 tahun. Pasien mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya. Sehingga ia menerima saran dokter untuk konsultasi ke psikiater. Terdapat disabilitas ringan dalam fungsinya namun secara umum masih baik.
           Pada pasien ini diberikan pengobatan farmakoterapi Fluoxantine karena obat ini merupakan obat anti depresi, golongan SSRI. Hal ini sudah sesuai dengan pedoman terapi anti depresi. Mengingat profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada sindrom depresi ringan dan sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas pelayanan kesehatan umum, pemilihan obat sebaiknya mengikuti urutan :
Step 1 : Golongan SSRI ( Fluoxetine, sertraline, paroxetine, Fluvoxamine, Duloxetine, Citalopram )
Step 2 : Golongan trisiklik ( Amitriptyline, imipramine, clomipramin, tianeptine)
Step 3 : Golongan tetrasiklik ( Maprotiline, mianserin, amoxapine)
 Golongan MAOI reversible (moclobomide)
 Golongan Atypical ( Trazodone, mirtazepine, venlafaxine)
Fluoxetine merupakan anti depresi golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) dimana golongan SSRI merupakan lini pertama dalam menangani kasus depresi, mengingat profil efek sampingnya sangat minimal sehingga meningkatkan kepatuhan minum obat dan bisa digunakan pada berbagai kondisi medik, spektrum efek anti depresi luas, dan gejala putus obat sangat minimal, serta “lethal dose” yang tinggi (>6000 mg) sehingga relatif aman.
Waktu paruh fluoxetine 12-48 jam, sehingga pemberian obat dapat dilakukan 1-2 kali/hari. Dosis anjuran 20-40 mg/hari. Dimulai dengan terapi inisial dengan dosis minimum yaitu 10 mg/hari 2 kali sehari. Jika dalam pemantauan 2-3 hari terapi dianggap kurang dapat memperbaiki keadaan pasien, maka dosis bisa dinaikkan secara bertahap hingga mencapai dosis efektif. Dosis efektif dievaluasi setiap 1 minggu dan bila perlu dinaikkan hingga mencapai dosis optimal. Dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi). Kemudian diturunkan setiap 2 minggu hingga didapatkan dosis maintenance yang dipertahankan 3-6 bulan. Kemudian dosis di tappering off (diturunkan setiap 1 minggu), hingga akhirnya pemberian obat bisa dihentikan. Jika sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.
Pada pasien ini juga diberikan Alprazolam 1 mg sebagai anti ansietas dari golongan benzodiazepine . Alprazolam dapat meredakan gejala sulit tidur dimana onset of action lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti depresi.
Prognosis pada pasien ini baik karena : gejala depresi episode ringan, tidak ada gejala psikotik, fungsi keluarga stabil dan beberapa tahun sebelum sakit secara umumk fungsi sosial baik, tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya, tidak pernah dirawat inap karena depresi berat, tidak ada riwayat penyalahgunaan zat dan alkohol, tidak ditemukan gejala cemas, tidak ada riwayat lebih dari sekali episode depresi sebelumnya.

BAB IV
LAPORAN HOME VISIT

A. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG
Saat ini pasien masih merasakan sakit kepala saat mengerjakan pekerjaan kantor, namun sakit kepala sudah jauh berkurang semenjak pasien berobat ke RSKJ. Pasien sekarang sudah dapat mengetasi sakit kepalanya dengan tidur dan beristirahat. Pasien juga menjadi sering berolahraga untuk mengurangi stres terhadap pekerjaan. Setelah selesai berolahraga pasien menjadi lebih gembira dan bisa meluapkan kekesalannya terhadap pekerjaan di kantor. Namun pasien masih merasakan sakit kepala ringan saat bangun tidur. Pasien sekarang sudah merasa mengantuk saat jam 21.00 WIB, namun karena masih ingin mengerjakan pekerjaan sebagai konsultan, pasien sering tidur larut malam. Secara keseluruhan, pasien menyatakan keluhan sakit kepala berkurang namun pasien.

B. IDENTIFIKASI KELUARGA PASIEN
Keluarga pasien merupakan keluarga inti yang harmonis, dimana istri dan anak-anak pasien sangat mendukung semua kegiatan pasien. Hubungan antar keluarga harmonis, saling mengasihi dan menyayangi. Istri pasien merupakan dosen fakultas pertanian, istri pasien selalu mengingatkan pasien untuk beristirahat saat lelah bekerja dan meminta pasien mengambil cuti liburan untuk mengurangi stres pasien terhadap pekerjaan.

C. KEADAAN SOSIAL EKONOMI
Keadaaan sosial ekonomi pasien menengah ke atas, pasien tinggal di rumah bersama istri dan kedua anaknya. Rumah pasien merupakan rumah milik sendiri, keadaan rumah bersih dan rapi, luas rumah kira-kira 10x20 m2 , rumah berada di lingkungan yang baik, kegiatan sosial di sekitar rumah aktif diikuti oleh pasien. Pasien mengenal tetangga di sekitar rumah, hubungan pasien dengan tetangga baik.


D. SIKAP KELUARGA TERHADAP ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA DEPRESI
Anak dan istri pasien tidak mengetahui bahwa pasien pernah berobat ke RSJ untuk mengatasi depresinya. Anak dan istri pasien mengetahui pasien mengalami depresi saat kami melakukan home visit. Setelah mengetahui bahwa suaminya depresi, istri pasien sangat mendukung kesembuhan pasien, dan akan mengingatkan pasien untuk minum obat secara teratur serta akan membantu pasien untuk menghilangkan depresinya.  

E. EDUKASI KEPADA KELUARGA
- Diberikan  informasi mengenai penyebab penyakit yang dialami pasien sehingga keluarga dapat membantu dalam proses pengobatan pasien yaitu dengan cara memberi motivasi kepada pasien untuk sembuh dan membantu menghilangkan stress yang di alami pasien serta membantu mengontrol kepatuhan pasien minum obat.
- Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, jangan membatasi aktivitas pasien secara wajar, ajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor.


DAFTAR PUSTAKA
1. 1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of Clinical Psychiatry. 3rd Edition. 2008. USA Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, Wolters Kluwer Business. P 200-18.
2. Ismail RI, Siste K. Gangguan Depresi. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. 2010. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. p 209-22.
3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. 2009. Surabaya: Airlangga University Press.
4. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Unika Atmajaya.
5. Setiabudy, Rianto. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. 2007. Jakarta: Gaya Baru.

Nurlia Puspita

Posts : 10
Reputation : 0
Join date : 13.07.15

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik