Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

komorbiditas ADHD

Go down

komorbiditas ADHD Empty komorbiditas ADHD

Post by Widyahl Tue Jun 21, 2016 3:24 pm

REFERAT

KOMORBIDITAS ADHD









Oleh :
Widya Handayani Lestari, S.Ked.


Pembimbing :
dr. Andri Sudjatmoko, Sp.KJ







SMF PSIKIATRI RSKJ SOEPRAPTO PROVINSI BENGKULU
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian Psikiatri RSKJ Soeprapto Propinsi Bengkulu, Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Andri Sudjatmoko, Sp.KJ sebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman-teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, April 2016

Penulis







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1
DAFTAR ISI ............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1. ADHD ................................................................................................................ 5
2.2. Epidemiologi.................... ................................................................................. 5
2.3. Etiologi.................................... ....................................................................... 5
2.4. Diagnosis........................................................................................................... 6
2.5. Prognosis............. ........................................................................................ 6
2.6. Tatalaksana ............. ........................................................................................ 7
2.7. Komorbiditas ADHD ........................................................................................ 8
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 17









BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ADHD (attention deficit hyperactive disorder) berawal dari hasil penelitian Prof. George F. Still, seorang dokter Inggris tahun 1902. Penelitian ini dilakukan pada sekelompok anak yang menunjukkan suatu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian yang disertai dengan rasa gelisah. Anak-anak itu mengalami kekurangan yang serius dalam hal kemauan yang berasal dari bawaan biologis. Gangguan tersebut diakibatkan oleh sesuatu di dalam diri si anak dan bukan karena faktor-faktor lingkungan.(Baihaqi & Sugiarman, 2006).
Attention Deficit Disorder (ADD) pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1980an dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) III edisi ketiga yang menjadi panduan praktis psikiatris. Pada tahun 1994 istilah tersebut diganti menjadi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) yang merupakan gangguan perilaku paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Gejalanya meliputi inatensi, hiperaktivitas atau impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan.
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal itu menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan paling umum yang terjadi pada masa kanak-kanak. Aktivitas dan kegelisahan pada anak ADHD menghambat kemampuan mereka di sekolah. Mereka tampak tidak dapat duduk dengan tenang, mengganggu kegiatan anak lain, mudah marah dan dapat melakukan perilaku yang berbahaya lainnya.
Berdasarkan hasil dari penelitian sebanyak 26-65% kasus ADHD menetap hingga remaja bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai remaja, dapat menimbulkan masalah lain seperti kenakalan remaja, gangguan kepribadian antisosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) dan remaja dengan ADHD yang memiliki komorbid berbagai komorbid (Hu H.F et al. 2016).
Dua pertiga dari anak-anak dengan ADHD akan memiliki komorbidita depresi, kecemasan, gangguan belajar, atau gangguan perkembangan neurologisnya. Dengan adanya komorbiditas psikiatri tersebut maka akan tombul pertanyaan. Mana yang lebih dahulu, ADHD atau komorbitasnya? Adanya komorbiditas membuat diagnosis ADHD sulit ditegakkan.
Survei yang diterbitkan oleh National Survey of Children Health, yang melibatkan lebih dari 60.000 anak-anak usia 6-17 tahun termasuk lebih dari 5.000 dengan ADHD, menunjukkan bahwa komorbiditas fisik dan psikiatrik memang sangat umum pada anak-anak dengan ADHD.
ADHD didapati pada 2-20% dari anak-anak usia sekolah, dan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah. Tingginya resiko komorbiditas dengan gangguan kejiwaan, membuat perlunya pertimbangan khusus dalam pengobatan pasien dengan gangguan ini. Seorang anak yang memiliki gangguan ADHD pasti cenderung mengalami kesulitan-kesulitan lainnya.
Ada masalah yang kompleks antara ADHD dan kondisi komorbiditas-nya yang tersering seperti ODD, CD, dll. Komorbiditas sangat mempengaruhi presentasi klinis, diagnosis dan prognosis, menyulitkan pengobatan, meningkatkan morbiditas dan beban penyakit ADHD secara signifikan. Anak-anak dengan gejala ADHD yang lebih parah memiliki peluang lebih tinggi terkena gangguan kejiwaan lainnya.
Jika mengevaluasi komorbiditas, kita harus menentukan apa gangguan dan gejala primer dari kasusnya. Jika kondisi primer sepenuhnya menjelaskan gejala, maka keadaan komorbiditas tidak perlu didiagnosis. Jika gejala-gejala ADHD muncul selama episode bipolar, maka ADHD tidak akan didiagnosa. Dalam prakteknya, sulit untuk menentukan gejala mana dari kondisi komorbiditas yang akan menjadi kronis. Jika kedua kondisi berkontribusi atas perburukan pasien, baik ADHD dan komorbiditas harus didiagnosis dan diobati. Ulasan ini akan menjelaskan bagaimana untuk mendiagnosa dan mengelola ADHD dengan kondisi komorbid dan gangguan perkembangan neurologis lainnya.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
a. Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah keadaan dimana tidak adanya atensi yang persisten dan/atau adanya perilaku yang impulsif serta hiperaktif. Untuk menegakkan diagnosis ADHD, gejala tersebut harus ada saat usia anak kurang dari 7 tahun, meskipun faktanya banyak yang terdiagnosis saat usia lebih dari 7 tahun, disaat perilaku mereka menimbulkan masalah di sekolah ataupun lingkungan sosial. Sehingga perilaku tersebut mulai mengganggu fungsi secara sosial, akademik yang sesuai dengan perkembangan anak pada usianya.

b. Epidemiologi
Attention Deficit Disorder (ADD) pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1980an dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) III edisi ketiga yang menjadi panduan praktis psikiatris. Pada tahun 1994 istilah tersebut diganti menjadi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) yang merupakan gangguan perilaku paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal itu menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan paling umum yang terjadi pada masa kanak-kanak.

c. Etiologi
Penyebab ADHD salah satunya adalah sebagai disregulasi neurotransmiter tertentu didalam otak yang membuat seseorang lebih sulit untuk memiliki atau mengatur stimulus-stimulus internal dan eksternal. Beberapa neurotransmiter tersebut, termasuk dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi produksi, pemakaian, pengaturan neurotransmiter lain juga beberapa struktur otak. Adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron daerah limbik dan lobus prefrontal dikatakan mengendalikan fungsi eksdekutif perilaku. Fungsi eksekutif perilaku bertanggung jawab pada ingatan, pengorganisasian, mempertahankan perhatian, pengendalian diri, dan membuat perencanaan masa depan. Hal ini menyebabkan kemudahan mengalami gangguan dan ketiadaan perhatian dari sudut pandang fungsi otak adalah kegagalan untuk “menghentikan” atau menghilangkan pikiran-pikiran internal yang tidak diinginkan atau stimulus-stimulus kuat.
Perubahan suasana hati yang cepat dan kepekaan berlebihan merupakan akibat dari otak yang bermasalah dalam meredam bagian-bagian otak yang mengatur gerakan-gerakan motorik dan respon-respon emosional. Hal itulah yangmembuat anak tidak dapat menunggu, menunda pemuasan dan menghambat tindakan.
Perilaku ADHD adalah efek dari kecemasan yang tinggi yang dialami oleh anak sewaktu kecil, karena anak cemas maka pikirannya bekerja sangat aktif, memunculkan berbagai mental atau buah pikir, dengan tujuan agar anak bisa sibuk memikirkan gambar mental atau buah pikir itu sehingga dengan sendirinya kecemasan mereka akan berkurang.

d. Diagnosis
Gejala ADHD lebih jelas terlihat pada aktivitas-aktivitas yang membutuhkan usaha mental yang terfokus. Agar dapat didiagnosa dengan ADHD, tanda dan gejalanya harus muncul sebelum usia 7 tahun. Gejala ADHD terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kurang perhatian, hiperaktivitas dan perilaku impulsif. Gejala akan meringan seiiring pertumbuhan anak, tetapi tidak akan menghilang semuanya. Adapun tanda-tandanya berdasarkan DSM IV:
1. Kurang perhatian
a. Sering gagal untuk memberi perhatian pada detail atau membuat kekeliruan yang tidak hati-hati dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain.
b. Sering mengalami kesulitan mempertahankan perhatian pada aktivitas tugas atau permainan.
c. Sering terlihat tidak mendengarkan ketika diajak berbicara langsung.
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, tugas atau kewajiban di tempat kerja (tidak disebabkan perilaku menentang atau tidak mengerti instruksi).
e. Sering mengalami kesulitan mengatur tugas dan aktivitas.
f. Sering menghindari, tidak menyukai, atau enggan terlibat tugas yang membutuhkan upaya mental yang terus menerus (seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).
g. Sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan untuk tugas atau aktivitas (misalnya mainan, tugas sekolah, pensil, buku, atau peralatan).
h. Sering dengan mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulus ekternal.
i. Sering lupa pada aktivitas sehari-hari.

2. Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat duduk.
b. Sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas atau pada situasi lain di mana diharapkan untuk tetap duduk.
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi yang tidak tepat (pada remaja atau orang dewasa, dapat terbatas pada perasaan gelisah subyektif).
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau meikmati aktivitas di waktu luang dengan tenang.
e. Sering “sibuk” atau sering bertindak seakan-akan “dikendalikan oleh sebuah mesin”.
f. Sering bicara secara berlebihan.

3. Impulsivitas
a. Sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai.
b. Sering kesulitan menunggu giliran.
c. Sering menyela atau menggangu orang lain (misalnya, memotong pembicaraan atau permainan).

Jika ditemukan perilaku-perilaku diatas dapat digolongkan dengan ADHD.
a. Berlangsung lebih dari enam bulan
b. Muncul sebelum berusia 7 tahun
c. Terjadi pada lebih dari satu setting (sekolah dan rumah)
d. Menganggu aktivitas sekolah, bermain dan aktivitas sehari-hari lainnya secara regular
e. Menyebabkan masalah dalam hubungannya dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya
f. Pada bayi, adapun perilaku yang dapat digolongkan dengan ADHD, yaitu: sensitif terhadap bunyi, cahaya, suhu dan perubahan lingkungan.
e. Prognosis
Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi dan menetap.
1. Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba,kegagalan disekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran.
2. Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang paling terakhir adalah distractibility.
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan memiliki gejala sisa yang sedikit.
b. Remisi parsial.
Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah menjadi antisosial, gangguan mood, sulit mempertahankan pekerjaan, mengalami kegagalan di sekolah, melanggar hukum dan menyalahgunakan alkohol dan narkoba.
Prognosis anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, depresi, disabilitas sosial, serta faktor-faktor keluarga. Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki keadaan keluarganya secepat mungkin.

f. Tatalaksana
Terapi standarADHD adalah dengan farmakologi dan non farmakologi,
• Terapi farmakologi
Agen farmakologi untuk ADHD adalah stimulan SSP. Terdapat tiga obat untuk terapi ADHD yang biasa digunakan yaitu methylphenidate hydrochloride, dexamphetamine sulfat dan atomoxetine.
Food and drug (FDA) mengizinkan dexamphetamine pada anak berusia 3 tahun atau lebih dan methyphenidate pada anak yang berusia 6 tahun atau lebih, keduanya merupakan obat yang paling sering digunakan.
Mekanisme kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui. Methylphenidate terbukti sangat efektif pada hampir ¾ anak dengan ADHD dan memiliki efek samping yang relatif kecil. Methylphenidate adalah medikasi kerja singkat yang biasanya digunakan secara efektif pada jam-jam sekolah, sehingga anak-anak dengan defisit-atensi atau hiperaktivitas dapat memperhatikan tugasnya dan tetap berada didalam kelas. Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri lambung, mual, kurang nafsu makan dan insomnia. Anak dengan riwayat tic motorik harus diperhatikan, karena pada beberapa kasus methyphenidate dapat menyebabkan eksaserbasi gangguan tic dan masih diteliti apakah obat ini menyebabkan supresi pertumbuhan.

Antidepresan trisiklik
Termasuk imipramine, desipramine, amitriptyline, notriptyline, telah digunakan untuk mengobati ADHD dengan suatu keberhasilan. Pada anak dengan gangguan kecemasan dan memiliki komorbid gangguan tic yang menghalangi pemakaian stimulan, antidepresi mungkin berguna untu hiperaktivitasnya sendiri stimulan lebih manjur. Pada penggunaan antidepresan perlu adanya monitoring yang cermat pada fungsi jantung.

• Terapi non farmakologi
• Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial berdasarkan klinis
• Intervensi psikososial keluarga
Salah satu cara dengan menggunakan terapi keluarga yang dapat membantu orang tua agar dapat mengembangkan cara untuk mengarahkan dan memahani perilaku anaknya
• Intervensi individual
-Intervensi psikososial berdasarkan sekolah
- Intervensi Diet
- Intervensi Komplementer dan Alternatif
2.2 Komorbiditas ADHD
Komorbiditas mengacu pada situasi dimana seseorang yang telah didiagnosis dengan satu gangguan tertentu ditemukan juga memenuhi kriteria diagnostik dari satu atau lebih gangguan. Baik ADHD dan gangguan komorbid memiliki etiologi yang sangat bervariasi, meliputi genetik dan faktor lingkungannya. Gangguan perilaku, gangguan emosi, gangguan tic,gangguan spektrum autis, gangguan bipolar, atau gangguan perkembangan spesifik merupakan komorbiditas dengan ADHD tetapi semua kondisi kejiwaan ini juga harus dipertimbangkan dalam proses diagnostik sebagai diagnosis diferensial. Semua gangguan komorbiditas dari ADHD itu dapat juga menyebabkan gejala yang sama dengan ADHD; Misalnya gejala depresi, dapat terdiri kurangnya perhatian, mudah teralihkan, agresi, dan lekas marah; gejala-gejala yang meniru fenotip ADHD. Di sisi lain, ADHD bisa disertai dengan gangguan depresi atau hasil dalam suasana hati depresi karena kegagalan psikologis konstan atau berulang-ulang hingga putus asa.
Taurin menjelaskan mengenai waktu kejadian, komorbiditas mungkin saja timbul sebelum bukti gejala ADHD disebut sebagai pre-morbiditas. Timbulnya gangguan komorbid yang bertepatan saat gejala ADHD mencapai tingkat klinis yang signifikan disebut komorbiditas simultan. Sedangkan, mayoritas komorbiditas yang tampak sesudah perjalanan penyakit disebut post-morbiditas.
Sejalan dengan laporan formal oleh Stinhausen et al, dari sampel 122 anak-anak dan remaja dengan ADHD antara usia 6-18 tahun direkrut dari Departemen Psikiatri Anak dan Remaja di University of Wurzburg menunjukkan bahwa 73% dari individu yang terkena memiliki satu atau lebih diagnosis psikiatri lanjutan. Yang paling sering adalah komorbiditas gangguan pemberontak oposisi (ODD) di 46,9%, diikuti oleh gangguan mood di 27,9%, CD dan gangguan eliminasi (EID) di 18,5%, disleksia 17,6%, dan kecemasan 16. 7%, dan TD (gangguan Tourette) sebesar 9,5%.6 Spencer menjelaskan pada pasien ADHD dewasa, komorbiditas yang ada dengan gangguan mood adalah 57,3% dan gangguan kecemasan 27,2%, bahkan melebihi taraf yang diperkirakan pada populasi anak. Menurut Jacob, orang dewasa memiliki prevalensi lebih tinggi daripada anak-anak untuk penyalahgunaan gangguan zat, dengan tingkat prevalensi 45%. Gangguan kepribadian bisa berkembang saat masa kecil dan remaja, namun hal ini tidak berlanjut sampai dewasa saat gangguan kepribadian dapat didiagnosis bersama dengan ADHD, misalnya gangguan kepribadian antisosial. Di masa anak-anak dan remaja, gangguan kepribadian potensial ini dikenal sebagai gangguan perilaku (conduct disorder). Kehadiran gangguan perilaku pada anak-anak dengan ADHD telah ditemukan berkorelasi signifikan dengan perilaku agresif atau kenakalan remaja dan bakalan berkembang menjadi kepribadian antisosial di usia dewasa. Telah ada kesadaran akan hubungan antara ADHD dan gangguan emosi (kecemasan dan gangguan depresi), yang memiliki implikasi penting untuk dokter menilai anak-anak dengan ADHD (agar mereka tidak melewatkan gejala yang mendasari dibandingkan presentasi klinis yang nampak).
Kormobiditas ADHD dapat berupa:
1. Depresi
Spencer mengemukakan sebanyak 10-40% anak-anak dan remaja dengan ADHD menunjukkan depresi dengan gejala suasana hati yang tidak baik bahkan jelek, hilangnya minat dan kesenangan dari kegiatan yang biasanya menyenangkan, gangguan tidur, dan nafsu makan yang berkurang. Gangguan depresi di masa muda dengan ADHD biasanya terjadi sebagai komorbiditas beberapa tahun setelah timbulnya ADHD. Persentase ADHD pada anak-anak depresi dan orang dewasa berkisar hingga 57%. Depresi mungkin muncul sebagai reaksi terhadap tekanan lingkungan yang tak terduga seperti yang ditolak oleh teman sebaya, diolok-olok oleh orang lain, atau berpikir bahwa sekolah adalah tempat yang tidak menyenangkan. Pada anak yang memiliki ADHD dan depresi memiliki gejala inti yang sama, yaitu adanya kehilangan minat dan energi, insomnia, penurunan berat bada, keputusaan, bahkan keinginanan untuk bunuh diri. Untuk membedakannya harus mencari tahu gejala manakah yang muncul pertama kali apakah depresi ini atau ADHD. Anak-anak dengan ADHD dan depresi berada pada peningkatan risiko untuk bunuh diri. Pada anak laki-laki, depresi berat dan fobia sosial merupakan faktor risiko untuk bunuh diri, sebaliknya pada anak perempuan adalah gangguan pasca-trauma. Pengobatan stimulan pada awal ADHD mengurangi prevalensi depresi sebagai komorbiditas, sehingga mengurangi risiko bunuh diri di masa depan.

2. Perilaku Memberontak
Perilaku memberontak didefinisikan sebagai suatu sikap yang perilaku tidak taat, bermusuhan, dan menantang terhadap figur otoritas yang melampaui batas-batas perilaku masa kecil yang normal. ODD paling sering dikaitkan dengan ADHD. Gejala perilaku memberontak terjadi sebanyak 21% hingga 60% dari anak-anak dengan ADHD. Namun, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan komorbiditas ODD dan ADHD akan selalu berkembang menjadi gangguan perilaku. Hanya masalah waktu sebelum itu terjadi.
3. Gangguan Konduksi
Gangguan Perilaku adalah gangguan perilaku antisosial yang lebih serius yang berkembang pada 20 sampai 40 persen anak-anak dengan ADHD. Hal ini didefinisikan sebagai pola perilaku di mana hak-hak orang lain atau norma-norma sosial yang dilanggar. Gejala meliputi perilaku over-agresif, intimidasi, agresi fisik, perilaku kejam terhadap orang-orang dan hewan peliharaan, perusakan harta benda, berbohong, membolos, vandalisme, dan mencuri. Thappar et al menemukan ADHD dan gangguan konduksi rupanya memiliki penyebab genetik yang sama. Gangguan perilaku adalah prediktor kuat untuk penyalahgunaan zat masa depan. Obat yang hanya digunakan untuk ADHD efektif juga untuk pengobatan komorbiditas ODD / CD sebagai pengobatan lini pertama. Namun, jika ODD atau CD berlanjut, terapi psikososial perlu ditambahkan.
4. Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan psikologis dan fisiologis ditandai dengan emosional, somatik, kognitif dan masalah perilaku. Kecemasan bila dipikirkan dengan baik, adalah suatu respon normal terhadap stres, tetapi jika kecemasan mencapai puncak, itu akan mengganggu rutinitas normal seseorang. Kecemasan dengan ADHD adalah komorbiditas dengan tingkat diperkirakan hingga 20-40%. Seringkali kecemasan diperkirakan menjadi gangguan yang paling umum diikuti oleh fobia sosial. Beberapa anak-anak dengan ADHD dapat hadir dengan lebih dari satu gangguan kecemasan. Kecemasan dan ADHD dapat menghambat impulsif sehingga anak-anak dengan ADHD dan komorbiditas kecemasan terlihat memiliki lebih sedikit impulsif tetapi lebih kurangnya perhatian. Dengan alasan ini, penting untuk lebih memperhatikan anak-anak ADHD dengan gangguan kecemasan (khususnya bagi tipe yang sering lalai). Anak-anak dengan kecemasan sering disibukkan dengan rasa takut yang mengganggu kemampuan mereka untuk fokus pada tugasnya.
Telah dikemukakan bahwa kecemasan terkait dengan ADHD adalah produk dari ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari karena keterbatasan sosial dan kognitif yang berhubungan dengan ADHD daripada fobia yang khas. Dalam hal ini, pengenalan dini dan pengobatan ADHD dapat meningkatkan kecemasan itu sendiri. Dalam sub-kelompok orang ADHD dengan komorbiditas gangguan kecemasan, berbagai langkah terapi telah terbukti efektif dalam mengurangi kedua gejala ini. Obat psikostimulan ditambah dengan terapi perilaku, atomoxetine, atau atomoxetine dengan kombinasi stimulan dan antidepresan dapat membantu mengobati gejala ini. Namun, gejala kecemasan komorbid pada anak-anak dan orang dewasa dengan ADHD, sering terkait dengan minimnya respon terapi dengan psikostimulan. Ada juga penelitian oleh Freitag yang menunjukkan ADHD dengan kecemasan secara independen ditransmisikan dalam keluarga.

5. Gangguan Belajar
Lebih dari setengah dari semua anak-anak dengan ADHD juga memiliki gangguan belajar. Meskipun ADHD memang mempengaruhi kemampuan untuk belajar, namun hal ini bukanlah sebuah ketidakmampuan belajar yang sebenarnya. Jadi mengobati gejala ADHD tidak akan memperbaiki gangguan belajar yang seorang anak miliki. Ada banyak sarana belajar bagi anak-anak, didikan orangtua, sekolah, lingkungan, dan bahkan media. Sebuah ketidakmampuan belajar adalah gangguan tertentu yang mempengaruhi satu dari empat langkah utama dalam belajar. Langkah-langkah dalam balajar yaitu: merekam informasi (mis. masukan dari masalah persepsi visual atau auditori), Memahami informasi (integrasi: mis. memahami dan mengorganisasi masalah), menyimpan informasi (menempatkan informasi ke dalam memori), dan mengambil informasi (memori: Mengingat segera informasi yang baru dipelajari). ADHD memang mengganggu keberhasilan langkah-langkah belajar ini. Spesifiknya lagi gangguan impulsif, hiperaktif dan mudah teralihkan yang mengganggu proses belajar ini sendiri. ADHD tidak memiliki dampak secara khusus untuk salah satu dari empat langkah tersebut.
Kecerdasan di bawah normal dan ADHD: Tidak ada studi formal mengenai hal ini tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa anak-anak dengan kecerdasan di bawah normal tanpa indeks dari test uji neuropsikologi yang spesifik menunjukkan semua gejala khas ADHD (khususnya gejala sulit menaruh perhatian, kurangnya ketekunan dan sering lupa).
Retardasi mental dan ADHD: studi populasi menunjukkan keterbelakangan mental mungkin 5-10 kali lebih nampak pada anak-anak dengan ADHD dibandingkan tanpa ADHD. Meskipun tingkat ADHD pada retardasi mental jarang, namun relevansinya jelas telah meningkat melampaui tingkat yang ditemui pada populasi ADHD dengan kesulitan belajar. Dalam satu penelitian yang dilakukan oleh Fox, di Amerika Serikat, setidaknya 15% dari individu dengan tingkat retardasi mental mendalam mungkin memenuhi kriteria untuk ADHD.
Kriteria diagnostik retardasi mental berdasarkan DSM IV:
1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya pada individu yang dilakukan test IQ.
2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2 misalnya komunikasi, kemampuan menolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan dan keamanan.
3. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun

Gangguan membaca, ekspresi menulis dan dysgraphia: gangguan membaca adalah hal yang umum pada ADHD. Sekitar 25-40% ADHD memiliki kesulitan membaca dan menulis. Beberapa studi menunjukkan ADHD dan gangguan membaca dikombinasikan mungkin menjadi masalah motorik visual. Gangguan ekspresi menulis ditandai dengan penurunan kemampuan untuk menulis, membenarkan kalimat, menetapkan paragraf dan kadang-kadang dengan disgrafia.
Gangguan matematika: antara ADHD dan gangguan matematika jauh lebih nampak. itu lebih terkait dengan jenis kelalaian dari ADHD, yaitu kesulitan belajar dan keterlambatan kognitif umum.
Disleksia: Beberapa gangguan perkembangan, seperti Disleksia dapat bermanifestasi sebagai komorbiditas yang simultan dengan ADHD. Disleksia dan diskalkulia menjadi jelas ketika anak masuk usia sekolah dan harus membaca, menulis, dan melakukan perhitungan. Gangguan disleksia, terutama membaca dan mengeja, ditandai oleh kesulitan memahami bacaan, dan terganggunya kelancaran membaca dan mengeja. Penurunan beberapa fungsi kognitif, seperti fungsi eksekutif, adalah hal umum pada ADHD dengan gangguan disleksia. Gejala negatif dapat mempengaruhi jalannya perkembangan ADHD dan akan menyebabkan stagnasi proses belajar membaca. Pada beberapa kasus, ADHD dan disleksia mungkin tidak memiliki etiologi yang sama. Seorang anak disleksia mungkin lalai pada beberapa mata pelajaran karena ia memiliki masalah membaca. Baik disleksia dan ADHD dianggap memiliki gangguan genetik yang kompleks, hingga menimbulkan efek unik antara keduanya. Di Indonesia sendiri, dari data yang dikeluarkan oleh kementrian kesehatan, menunjukkan anak-anak dengan kesulitan belajar terdapat pada 10-20% anak usia sekolah. Dengan ADHD mencapai hingga 12% pada populasi anak SD.

6. Gangguan Perkembangan Pervasif/Gangguan Spektrum Autis
Sering diamati bahwa anak-anak dengan ADHD sering menunjukkan gejala gangguan spektrum autisme dan gangguan perkembangan pervasif ataupun sebaliknya, sehingga menjadi tumpang tindih. Gangguan spektrum autisme ditandai dengan gangguan dalam interaksi sosial dan komunikasi dan dengan perilaku terbatas dan berulang-ulang (stereotipik). Intelijensinya terganggu dan memiliki kemampuan belajar yang terbatas. Gejala perilaku mungkin termasuk hiperaktif, agresif, impulsif, rentang perhatian yang pendek dan amarah. Kesamaan antara gangguan spektrum autisme dan ADHD dapat menyebabkan diagnosis anak sejak usia dini yang memperlihatkan keduanya. Seiring pertumbuhannya, perbedaan ini akan menjadi semakin terlihat sebagai dua gangguan yang berbeda. Anak dengan gangguan spektrum autis dengan gejala ADHD menunjukkan penurunan berlebih dalam kontrol eksekutif dan perilaku adaptif. Mereka menunjukkan ciri-ciri autis serta perilaku membangkang yang lebih parah dibandingkan anak-anak dengan gangguan spektrum autisme saja. Untuk mengklarifikasi kemungkinan hubungan etiologi antara gangguan ADHD dan spektrum autisme, mungkin diperlukan penelitian lebih lanjut. Anak-anak dengan sindrom Asperger memiliki tingkat gejala yang sama dengan ADHD. Sebuah studi berbasis masyarakat menunjukkan bahwa hingga 80% dari semua orang yang memenuhi kriteria untuk Asperger, menurut Gillberg, juga memenuhi kriteria ADHD.

7. Tik dan Sindroma Tourrete
Gangguan tic termasuk gangguan Tourett ini (TD) adalah gangguan perkembangan neurologis yang ditandai dengan memudarnya kemampuan motorik dan/atau berkaitan dengan bunyi ‘tik’. Data dari Sapiro menunjukkan bahwa tics dan Tourett 47% berhubungan dengan ADHD. Ada bukti bahwa anak-anak yang muncul kedua gangguan (Tourett dan ADHD) lebih mungkin untuk dirujuk dan dinilai untuk menerima pengobatan daripada hanya satu gangguan saja. Gejala utama dari gangguan tic adalah motorik dan bunyi vokal tic yang berkurang dari waktu ke waktu. Sindrom Tourett menunjukkan gejala serupa dengan satu atau lebih vokal tics. Sekitar 85% pasien dengan Tourett menunjukkan gangguan neuropsikiatrik yang berkaitan. Hal ini yang menyebabkan terjadi penurunan psikososial. Tics dapat ditemukan lebih sering sebagai komorbiditas untuk ADHD ketika ada riwayat keluarga gangguan tic dan atau ada onset awal gangguan tic dengan tingkat keparahan tinggi. Anak-anak dengan Tourett dan ADHD mengalami masalah perilaku eksternalisasi dan internalisasi serta adaptasi sosial yang rendah dibandingkan anak-anak tanpa gangguan Tourett ini.
Biasanya ADHD dimulai 2-3 tahun sebelum gangguan tic, sementara proporsi kasus yang sama dari ADHD bisa juga setelah onset tik ini. mekanisme psikopatologi dari ADHD dan tik ini sendiri belum diketahui, dimana diagnosa tik memiliki kaitan yang kecil bahkan tidak ada dengan kemampuan neuropsikologis.16
Mekanisme patofisiologi terjadinya ADHD dan Tourett ini belum diklarifikasi. Obat stimulan pada pasien ADHD mungkin memicu terjadinya tic. Agonis Alpha2 dan atomoxetine secara signifikan meningkatkan gejala tic. Dapat juga dipertimbangkan terapi perilaku sebagai salah satu cara pengobatan.
Pasien dengan gangguan tic berulang kadang-kadang memerlukan selain pengobatan dengan stimulan untuk ADHD, juga obat tambahan dengan agonis dopaminergik, seperti Risperdal.

8. Gangguan Obsesif-Kompulsif
Gangguan obsesif-kompulsif ditandai dengan pikiran mengganggu yang berulang atau perilaku repetitif yang bertujuan untuk mengurangi kecemasan. Menurut Arnold, tingkat OCD di kalangan anak-anak dengan ADHD adalah 8-11%, tetapi tingkat yang lebih tinggi di antara anak-anak dengan gangguan Tourette's. Pasien dengan ADHD komorbid dengan OCD ditandai dengan timbulnya gejala di awal onset OCD. Pasien dengan komorbiditas OCD dan ADHD gejala tampaknya memerlukan perawatan khusus dan pengobatan karena semakin lama gejala-gejala bertahan, semakin meningkat juga keparahan. OCD dapat diobati dengan SSRI, seperti Prozac, dan modifikasi perilaku.




























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
• Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah keadaan dimana tidak adanya atensi yang persisten dan/atau adanya perilaku yang impulsif serta hiperaktif. Selain itu, anak dengan ADHD banyak memiliki masalah, diantaranya seperti terlibat dalam kenakalan remaja, gangguan kepribadian antisosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) dan remaja dengan ADHD cenderung memiliki gejala ansietas dan depresi yang berat.
• ADHD dengan gejala komorbiditas memiliki prognosis yang buruk
• Gangguan yang sering ada mempengaruhi hasil individu dengan ADHD. Sering tidak diketahui dampak jangka panjangnya bagi anak-anak ADHD dengan komorbiditas. Beberapa kondisi ini seperti ODD dan gangguan perilaku memiliki prognosis negatif jangka panjang seperti penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian anti-sosial. Kecanggungan dapat mempengaruhi masalah akademik jangka panjang, serta komorbiditas lainnya juga memiliki prognosis jangka panjang yang negatif jika tidak ditangani sejak dini.


3.2 Saran
Diperlukan suatu studi tindak lanjut jangka panjang untuk mengatasi komorbiditas pada ADHD ini.









DAFTAR PUSTAKA


• Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri, jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara; 2010. Hal 744-53
• American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (DSM V). Ed 5. Washington DC: American Psychiatric Publishing; 2013. P 6-8
• Lalusu R, Kaunang TMD, Kandou LFJ. Hubungan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas dengan prestasi belajar pada anak SD kelas 1 di kecamatan Wenang kota Manado. Jurnal e-Clinic. 2014 Maret; 2 (1)
• Patel N, Patel M, Patel H. ADHD and comorbid conditions. University of Missouri Health Care. USA. 2013
• Kesler RC, Adler L, Barkley R, Biederman J, Conners CK, et al. The prevalence and correlates of adult ADHD in the United States: Results from the National Comorbidity Survey Replication. AM J Psychiatry. 2006; 163: 716-23
• Rommelse NNJ, Altink ME, Fliers EA, Martin NC, Buschgens CJM, et al. Comorbid problems in ADHD: Degree of association, shared endophenotypes, and formation of distinct subtypes. Journal Abnormal Child Psychol. 2009; 37: 793-804
• Gangguan Hiperaktif Akibat Kurangnya Daya Konsentrasi (ADHD): Pedoman untuk orangtua. Asosiasi Gangguan Anak Hiperaktif Taiwan. 2011
• Trani MD, Di Roma F, Elda A, Daniela L, Pasquale P et al. Comorbid depresive disorder in ADHD: The role of ADHD severity, subtypes, and familial psychiatric disorders. Psychiatry Investig. 2014; 11(2): 137-42
• What We Know ADHD And Coexisting Condition: Depression. National Resource Centre on ADHD.
• Yanti D. Keterampilan sosial pada anak menengah akhir yang mengalami gangguan perilaku. e-USU Repository. 2005

Widyahl

Posts : 2
Reputation : 0
Join date : 14.03.16

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik