Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Episode Depresi Sedang dengan Gejala Somatik

Go down

Episode Depresi Sedang dengan Gejala Somatik Empty Episode Depresi Sedang dengan Gejala Somatik

Post by Oktalia Metiarita Tue Apr 26, 2016 1:37 am

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Usia : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Suku : Serawai
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Cleaning Service
Alamat : Jl. xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx Kota Bengkulu
No RM : xxxxxxxxxxxxxxxx
Tanggal Pemeriksaan : 10/4/2016 pukul 16.30 WIB

II. Riwayat Psikiatri
A. Keluhan Utama
Merasa mudah lelah, sakit kepala, dan sakit perut yang semakin memberat sejak + 2 minggu yang lalu.

B. Riwayat Gangguan Sekarang
Autoanamnesis
Pasien perempuan berusia 26 tahun, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan sudah menikah. Pasien baru, berobat ke poli pada tanggal 17 Maret 2016, dengan keluhan mudah lelah, sakit kepala, dan sakit perut yang semakin memberat sejak + 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan bahwa sakit kepala dan sakit perut yang dialaminya sudah dirasakannya sejak ia menderita malaria dan typhoid pada tahun 2009. Sejak saat itu, pasien mengaku sakit perut dan sakit kepalanya tidak pernah hilang padahal pasien sudah selalu meminum obat. Keluhan yang dialami tidak membaik setelah meminum obat bahkan menurut pasien bertambah buruk. Karena  penyakit tersebut pasien megaku gampang emosi, gampang tersinggung, dan tidak bergairah.
Pasien mengaku memiliki masalah dengan suaminya dan sudah berpisah rumah sejak Desember tahun 2015 dan memilih untuk tinggal kembali bersama orang tuanya. Sebelum pasien tinggal bersama orang tuanya, pasien sempat mengontrak rumah sendiri selama 3 bulan karena ingin menghindar dari suaminya, agar suaminya tidak tahu keberadaannya dimana. Pasien mengaku banyak masalah pada rumah tangganya. Mulai dari perasaan pasien yang tidak nyaman karena tinggal serumah dnegan mertuanya, lamanya mendapatkan keturunan, dan adanya wanita idaman lain. Pasien mengaku masalah yang membuatnya memutuskan untuk berpisah dari suaminya ialah karena adanya wanita idaman lain. Pasien sudah lama merasakan bahwa tingkah laku suaminya berbeda. Pasien juga mengaku sudah beberapa kali membaca pesan teks di handphone suaminya yang berisi percakapan mesra antara suaminya dan seorang wanita yang merupakan teman satu tempat kerja suaminya di handphone suaminya. Tapi saat pasien menanyakan kepada suaminya, suaminya hanya menjawab kalau hanya bercanda biasa. Pasien mencoba untuk percaya dan tidak lagi mempermasalahkan hal tersebut, sampai pada akhirnya pasien mendapat teror dari wanita tersebut, mulai dari sms, telepon, hingga datang menemui pasien langsung. Hal itulah yang membuat pasien memilih untuk berpisah dari suaminya.
± 2 minggu belakangan pasien mengalami gangguan tidur, penurunan napsu makan karena sering memikirkan anaknya serta masalah rumah tangganya. Pasien mengaku saat ini lebih suka melamun dan sudah jarang berkumpul dan mengobrol dengan keluarga, teman kerja, serta tetangganya.



Heteroanamnesis
Diperoleh dari ayah pasien, Tn. BU, yang merupakan keluarga terdekat pasien yang serumah dengannya. Ayah pasien mengatakan bahwa pasien memang jarang sekali makan serta menjadi sulit tidur sejak 2 minggu terakhir. Selain itu pasien juga lebih sering berdiam diri di kamar serta badannya mudah terasa lemas. Ayah pasien juga mengakui bahwa keluhan anaknya bermunculan setelah berpisah rumah dengan suami dan anaknya.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

◦ Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah ada gangguan psikiatri sebelumnya, pasien belum pernah berobat ke rumah sakit jiwa maupun ke psikiater.

◦ Riwayat Gangguan Medik
Lima tahun yang lalu, pasien pernah menderita typhoid, malaria, dan dispepsia serta sempat dirawat di rumah sakit Bengkulu.

◦ Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Pasien tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol ataupun menggunakan zat psikoaktif.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi

a. Riwayat pranatal
Pasien lahir cukup bulan dengan persalinan normal ditolong bidan dirumah. Selama kehamilan dan kelahiran tidak ada masalah, ibu pasien sering mengontrol kehamilannnya dengan bidan di posyandu.



b. Riwayat masa kanak-kanakawal (0-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan balita normal. Pasien minum ASI sejak 0 bulan sampai usia 1 tahun didampingi dengan susu formula. Saat bayi hingga balita pasien diasuh oleh ibu dan ayahnya.

c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan padan masa ini normal. Pasien merupakan anak yang ceria, tidak banyak berbicara, agak jarang bermain keluar rumah, menurut pasien, ia lebih sering bermain bersama temannya di rumahnya.

d. Riwayat masa remaja
Pasien saat remaja berkembang menjadi gadis yang mudah bergaul.  Pasien memiliki banyak teman dekat disekolah, pasien dalam bergaul tidak memilih- milih teman dan jarang pergi bermain keluar rumah dengan teman- teman sekolahnya. Sehari-hari pasien banyak menghabiskan waktu di rumah serta membantu pekerjaan rumah. Pasien juga belum mempunyai pacar.

e. Riwayat dewasa muda
Setelah tamat SMA, pasien tidak melanjutkan kuliah dikarenakan malas sekolah dan lebih memilih untuk bekerja agar mendapatkan penghasilan. Pasien memilih untuk menjadi guru magang di TK. Pasien mengatakan bahwa ia merasa senang bisa mengajar anak-anak di TK. Pasien memiliki banyak teman tetapi hanya sesekali saja pergi keluar rumah untuk bermain karena lebih senang menghabiskan waktu di rumah.

f. Riwayat pendidikan
Pasien sekolah SD, SMP, dan SMA yang berada di dekat rumahnya.



g. Riwayat pekerjaan
Setelah tamat SMA, pasien tidak melanjutkan kuliah dikarenakan malas sekolah. Pasien memilih untuk menjadi guru magang di TK. Tapi sejak menikah pasien berhenti bekerja dikarenakan tidak diizinkan oleh suaminya.

h. Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah dan memiliki 1 orang anak. Pasien menikah pada tahun 2009. Pasien saat ini sudah berpisah rumah dengan suaminya sejak Desember 2015.

i. Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam dan mengaku beribadahnya kurang, pasien sering solat tetapi jarang 5 waktu.

j. Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah menikah dan memiliki satu orang anak perempuan. Suami pasien merupakan pacar pertama pasien. Pasien bisa mengenal suaminya karena dikenalkan tetangganya yang merupakan saudara suaminya. Beberapa bulan setelah berkenalan dengan suaminya, pasien langsung memutuskan untuk menikah dengan suaminya. Pasien menikah pada tahun 2009.

k. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum

l. Aktivitas sosial
Pasien suka bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tetangga.


E. Riwayat Keluarga
Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pasien memiliki 2 orang adik, adik pertamanya laki-laki dan adik keduanya perempuan. Adik laki-laki pasien sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri dan adik perempuan pasien masih SMA. Kedua orang tua pasien masih ada dan sehat, pasien sayang kepada keluarganya dan tidak memiliki masalah dengan keluarganya. Pasien semenjak bertengkar dan pisah rumah dengan suaminya, kembali tinggal bersama orang tua dan kedua adiknya.

Genogram

Keterangan :

 Pasien

 Laki- laki

 Perempuan

 Keluarga yang tinggal serumah dengan pasien

 Menikah
F. Situasi Kehidupan Sekarang
Semenjak berpisah dengan suaminya, pasien tinggal dengan orang tua dan kedua adiknya dirumah ayahnya di Kandang Limun. Sebelumnya pasien tinggal bersama suami dan mertuanya di rumah sendiri di Tugu Hiu. Lingkungan tempat tinggal pasien terkesan baik, pasien tinggal di daerah perumahan yang saling berdekatan rumahnya dengan tetangga, dan hubungan keluarga dengan tetangga pasien baik. Saat ini pasien masih bekerja dan setiap hari bekerja pada pagi hari sampai siang dan setelah itu langsung pulang ke rumah, pasien mengaku tidak nafsu makan. Dalam biaya pengobatan pasien menggunakan BPJS. Hubungan pasien dengan kedua adik dan orang tuanya cukup baik. Keluarga pasien cukup terbuka dan mendukung kesembuhan pasien dengan berkomitmen untuk mengingatkan pasien untuk rutin minum obat dan makan serta dan kontrol ke Rumah Sakit khusus Jiwa bila obat habis.

G. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya dan Lingkungannya
Pasien sadar bahwa dirinya sakit dan perlu pengobatan sehingga ia pergi ke Poli RSKJ untuk meminta obat penenang supaya bisa tenang dan berkonsultasi kenapa sakit kepala dan perutnya tidak kunjung sembuh padahal sudah sering minum obat. Pasien berobat atas kemauan sendiri dan rekomendasi dari dokter umum tempat pasien sering berkonsultasi atas sakit kepala dan perut yang sering dialaminya. Pasien merasa lingkungannya baik terhadap dirinya, pasien tidak memiliki rasa curiga atau takut terhadap lingkungannya, hanya saja pasien selalu merasa diikuti oleh wanita yang menjadi selingkuhan suaminya.







III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan di rumah pasien pada tanggal 11 April 2016, hasil pemeriksaan ini menggambarkan situasi keadaan pasien saat home visite.

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan
Perempuan berusia 26 tahun, paras sesuai umur dengan postur tubuh yang atletikus, kesan gizi pasien cukup. Rambut pasien panjang. Pasien tidak memakai lisptik. Pasien menggunakan baju bewarna kuning dan rok coklat muda. Kuku pasien bersih dipotong, tidak menggunakan kutex. Pasien tampak tenang.

2. Kesadaran
Composmentis, secara kualitas tidak berubah.

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan gerak-gerik yang tidak bertujuan, gerak berulang, maupun gerakan abnormal/involunter.

4. Pembicaraan
• Kuantitas: Pasien dapat menjawab pertanyaan dan dapat mengungkapkan isi hatinya dengan jelas.
• Kualitas: pasien menyambung jika ditanya, dan menjawab pertanyaan dengan spontan.
• Tidak ada hendaya berbahasa.

5. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif, kontak mata adekuat. Pasien menjawab pertanyaan melihat kearah pemeriksa. Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik.

B. Keadaan Afektif
1. Mood : Hipotimia
2. Afek : Menyempit
3. Keserasian : Serasi

C. Gangguan Persepsi
- Gangguan somatosensorik

D. Proses Pikir
1. Bentuk pikir : realistik
2. Arus pikir
a. Produktivitas : Pasien dapat menjawab spontan saat diajukan
 pertanyaan,
b. Kontinuitas : Koheren
c. Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya berbahasa
3. Isi pikiran : Fantasi

E. Fungsi Intelektual / Kognitif
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
• Taraf pendidikan
Pasien lulusan SMA.
• Pengetahuan Umum
Baik, pasien dapat menjawab dengan tepat siapa presiden Indonesia dan nama Gubernur Bengkulu.

2. Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi dan perhatian pasien baik, pasien dapat mengurangkan angka 8 dari angka 100 secara terus menerus hingga diminta berhenti oleh pemeriksa.
3. Orientasi
• Waktu : Baik, pasien mengetahui saat wawancara saat sore hari
• Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada di rumahnya, dan menjalani pengobatan di RSKJ Bengkulu
• Orang : Baik, pasien mengetahui siapa saja saudaranya, siapa saja yang tinggal serumah dengannya, dan mengetahui sedang diwawancara oleh siapa.
• Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan  wawancara.

4. Daya Ingat
• Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat dimana pasien bersekolah SD
• Daya ingat jangka menengah
Baik, pasien dapat mengingat kapan ia pertama kali berkenalan dengan suaminya
• Daya ingat jangka pendek
Baik, pasien dapat mengingat makan apa tadi pagi
• Daya ingat segera
Baik, pasien dapat mengingat nama pemeriksa
• Akibat hendaya daya ingat pasien
Tidak terdapat hendaya daya ingat pada pasien saat ini.

6. Kemampuan baca tulis: baik
7. Kemampuan visuospatial: baik
8. Berpikir abstrak: baik, pasien dapat menjelaskan persamaan apel dan jeruk
9. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat melakukan perawatan diri sehari-hari secara mandiri seperti mandi, makan, minum, dan melakukan pekerjaan rumah sendiri.

F. Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik. Uji daya nilai realitas pasien juga baik.


G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien baik, selama wawancara dapat mengontrol emosinya dengan baik (tidak mengamuk atau menangis).

H. Tilikan
Tilikan derajat 4, karena pasien menyadari bahwa dirinya sakit, dan butuh bantuan, namun pasien tidak mengetahui penyebab dari sakitnya itu.

I. Taraf Dapat Dipercaya
Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat, pasien berkata dengan jujur mengenai peristiwa yang terjadi, dan di cross check juga dengan keterangan dari keluarga pasien yang menceritakan kejadian yang serupa.

IV. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
• KU : Tampak Sehat
• Sensorium : Compos mentis (GCS: E4 V5 M6)
Vital Sign
• TD : 110/70 mmHg
• Nadi : 78 x/menit
• RR : 18 x/menit
• Suhu : 36,8oC

b. Status Internus
Kepala Normocephali, rambut tidak mudah dicabut, pertumbuhan rambut merata, dan warna rambut hitam-putih.
Mata Sklera ikterik -/-, conjungtiva palpebra anemis-/-, edema palpebra -/-
Hidung deformitas (-), tidak ada sekret.
Telinga deformitas (-), liang lapang, pengeluaran sekret (-).
Mulut Bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher Dalam batas normal

Thorax Tidak terdapat scar, simetris kiri dan kanan
Paru I Pernapasan Statis-Dinamis kiri = kanan.
P Stem fremitus simetris kiri dan kanan
P Sonor disemua lapang paru
A Suara napas vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung I Iktus kordis tidak terlihat
P Iktus kordis tidak teraba
P Tidak dilakukan
A Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen I Datar, tampak benjolan (-)
A Bising usus (+) Normal
P Timpani (+) di seluruh regio abdomen
P Nyeri tekan (-)
Ektrimitas Pitting edema (-/-) pada ekstrimitas, akral teraba hangat, ptekie (-/-)

c. Status Neurologis
i. Saraf kranial : dalam batas normal
ii. Saraf motorik : dalam batas normal
iii. Sensibilitas : dalam batas normal
iv. Refleks patologis : tidak ada
v. Rangsang meningeal : tidak ada

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT
Diperlukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini, yaitu CT-Scan kepala dan endoskopi.

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
 Perempuan 26 tahun, sudah menikah, bekerja, tinggal dirumah orang tua dan kedua adiknya
 Penampilan cukup rapi, perawatan diri pasien cukup baik
 Riwayat stressor: Tinggal serumah bersama mertua, lambat mendapatkan anak, dan adanya wanita idaman lain.
 Riwayat kondisi medis: pernah mengalami malaria, typhoid, dan dispepsia 5 tahun yang lalu.
 Mudah merasa sedih apabila memikirkan rumah tangga dan anaknya.
 Pasien kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan pasien koheren
 Mood pasien hipotimia, afek pasien menyempit
 Belum ada riwayat keluhan yang sama sebelumnya.
 Gangguan pada aktivitas sosial.

VII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I
F.32.11 Gangguan Depresi Sedang dengan Gejala Somatik
dd: F54. Faktor Psikologis dan Perilaku yang Behubungan dengan Gangguam atau Penyakit YDK  
Aksis II
Tidak ada diagnosis
Aksis III
Tidak ada diagnosis

Aksis IV
Masalah hubungan dengan suami
Aksis V
GAF scale 60 – 51

VII. PROGNOSIS
Faktor yang memberikan pengaruh baik:
◦ Faktor pencetus jelas yaitu masalah dengan suami.
◦ Dukungan keluarga yang baik terhadap kesembuhan pasien.
Faktor yang memberikan pengaruh buruk:
◦ Indikator psikososial: tidak mempunyai teman akrab.

Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia ad bonam
Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara diatas sebagai berikut :
Quo Ad Vitam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad malam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad bonam

VIII. Terapi
• Psikofarmaka
- Fluoxetine 1 x 20 mg

• Psikoterapi & Edukasi
Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan terapi kognitif-perilaku.
- Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat mekanisme defens (pertahanan) pasien terhadap stres. Hal ini dilakukan mengingat toleransi (kemampuan) pasien mengahadapi stres (tekanan, kecewa, frustasi) rendah.
- Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan insight (pengetahuan pasien) terhadap penyakitnya serta mengembangkan kemampuannya untuk menunjang penyembuhan dirinya. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan edukasi baik terhadap pasien maupun keluarga.
- Psikoterapi rekonstruktif bertujuan untuk dicapainya tilikan akan konflik-konflik nirsadar dengan usaha untuk mecapai perubahan struktur luas kepribadian.
Edukasi
o Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya dukungan kepada pasien, mengajak pasien bergembira, kurangi hal-hal yang dapat meningkatkan stresor.
o Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi sendiri, bila mungkin bisa kontrol ke psikiater.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Definisi
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa (Hawari 2001).

2.1.2 Epidemiologi
Gangguan depresi berat merupakan gangguan depresi  yang sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15 persen. Sekitar 10% mendapatkan perawatan di perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat (Ismail dan Siste, 2013).
1. Jenis Kelamin
Perempuan 2 kali lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stresor psikososial antara laki-laki  dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan (Ismail dan Siste, 2013).
2. Usia
Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut (Ismail dan Siste, 2013).
Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun (Kaplan, 2010).
3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah.Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki (Ismail dan Siste, 2013).
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, pasangan yang bercerai atau berpisah (Kaplan, 2010).
4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya
Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan dibanding daerah perkotaan (Ismail dan Siste, 2013).

2.1.3 Etiologi
Faktor penyebab depresi antara lain:
a. Faktor Biologi
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin norepineprin, dan dopamin. Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik, aktifnya reseptor b2-presinaptik yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin mengakibatkan timbulnya depresi. Aktivitas dopamin yang berkurang juga dapat mengakibatkan depresi. Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa jumlah serotonin yang berkurang di celah sinaps turut ikut serta dalam menimbulkan depresi (Ismail dan Siste, 2013).
b. Faktor Genetik
Depresi bisa disebabkan oleh faktor keturunan. Resiko untuk terjadinya depresi meningkat antara 20 – 40 % untuk keluarga keturunan pertama. Dapat dikatakan bahwa anak-anak dari orangtua yang  depresi psikotik dan depresi non-psikotik terdapat insiden yang tinggi dari gejala depresi ini. Memiliki satu orangtua yang mengalami depresi, meningkatkan resiko dua kali pada keturunannya. Resiko itu meningkat menjadi empat kali bila kedua orangtuanya sama-sama mengalami depresi (Sadock dan Sadock 2010).
c. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif, dan dukungan sosial. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Sadock dan Sadock 2010).
d. Faktor Kognitif
Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Sadock dan Sadock, 2010).

2.1.4    Perjalanan penyakit
Sebelum episode pertama teridentifikasi, sekitar 50% gangguan depresi berat memperlihatkan gejala depresi yang bermakna. Gejala depresi yang teridentifikasi dini dan dapat teratasi lebih awal dapat mencegah berkembangnya gejala tersebut menjadi episode depresi penuh. Pada pasien dengan gangguan depresi berat, meskipun gejala mungkin telah ada, umumnya belum menunjukkan  suatu premorbid gangguan kepribadian. Sekitar 50% pasien dengan episode depresi pertama terjadi sebelum usia 40 tahun biasanya dihubungkan dengan tidak adanya riwayat gangguan mood dalam keluarga, gangguan kepribadian antisocial dan penyalahgunaan alkohol (Ismail dan Siste, 2013).
Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6–13 bulan. Kebanyakan penanganan episode depresi sekitar 3 bulan. Namun karena merujuk kepada prosedur baku penatalaksaan gangguan depresi maka penatalaksanaan setidaknya dilakukan  selama6 bulan agar tidak mudah kambuh (Sadock dan Sadock, 2010).
2.1.5    Gejala
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energy adalah gejala utama dari depresi.Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga.Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal (Ingram dkk, 1993).
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dan Siste, 2013).
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua pertiga pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan menyelesikan tugas, mengalami kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur, khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan menurunnya berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa (Ismail dan Siste, 2013).

2.1.6 Diagnosis
2.1.6.1 Kriteria diagnosis PPDGJ-III
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) (Maslim 2001)
a. Gejala utama:
1) Afek depresif.
2) Kehilangan minat dan kegembiraan.
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunya aktivitas.
b. Gejala Lainnya:
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5) Gagasan atau perbuatan memebahayakan diri atau bunuh diri
6) Tidur terganggu
7) Nafsu makan berkurang
c. Diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.


F. 32.0 Episode depresif ringan menurut PPDGJ III
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas
2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik
 F32.01 = Dengan gejala somatik

F. 32.1 Episode depresif sedang menurut PPDGJ III
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dan 3 gejala utama
2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya
3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusanrumah tangga.
Karakter kelima : F32.10 = Tanpa gejala somatik
   F32.11 = Dengan gejala somatik

F. 32.2 Episode Depresif Berat dengan Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ III
1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat
3) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian,  penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.
4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

F.32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III:
1) Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut No.3 di atas (F.32.2) tersebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi
2) Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau  alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

2.1.7 Tatalaksana
1. Rawat Inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah untuk tujuan diagnostik, risiko bunuh diri bunuh diri atau membunuh, dan  kemampuan pasien yang menurun drastis untu mendapatkan makanan dan tempat tinggal (Sadock dan Sadock 2010).
2. Farmakoterapi
Penggolongan Obat Anti Depresi (Maslim 2007).
Golongan Nama Obat
Trisiklik Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine Tianeptine
Tertrasiklik Maprotiline, Mianserine, Amoxapine
MAOI Moclobemide
SSRI
(Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) Sertraline, Patoxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, Citalopram
Atypical Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine
SSRI adalah obat yang paling sering dipilih karena efektif, mudah digunakan, dan efek simpangnya relatif lebih sedikit bahkan dalam dosis yang besar. Obat trisiklik dan tetrasiklik dapat menimbulkan sedasi. MAOI dapat menyebabkan hipertensi krisis jika pasien mengonsumsi makanan yang mengandung tiramin yang tinggi, oleh karena itu membutuhkan perhatian yang baik dalam diet (Sadock dan Sadock 2010).
3. Terapi Psikososial
a. Terapi Perilaku
Terapi perilaku didasarkan oada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin sekaligus penolakan dari masyarakat. Dengan memusatkan pada perilaku maladaptif di dalam terapi, pasien belajar berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif. Data yang ada sampai saat ini menunjukkan bahwa terapi perilaku adalah terapi yang efektif untuk gangguan depresi berat (Sadock dan Sadock 2010).
b. Terapi Berorientasi Psikoanalitik.
Tujuan psikoterapi psikoanalitik adalah memberi pengaruh apda perubahan struktur atau karakter kepribadian seseorang, bukan hanya untuk meredakan gejala. Perbaikan kepercayaan interpersonal, keintiman, kapasitas berduka adalah sejumlah tujuan terapi psikoanalitik (Sadock dan Sadock 2010).
c. Terapi Keluarga
Terapi keluarga terbukti membantu pasien untuk mengurangi dan bisa untuk menghadapi stres dan dapat mengurangi kekambuhan. Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan merusak perkawinan pasien atau fungsi keluarga. Terapi keluarga memeriksa peranan seluruh keluarga dalam mempertahankan gejala pasien (Sadock dan Sadock 2010).
d. Terapi Kognitif
Tujuan terapi kognitif adalah meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi negatif; mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel,  dan positif; serta melatih respons perilaku dan kognitif yang baru (Sadock dan Sadock 2010).
e. Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien saat ini. Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada hubungan yang mengalami disgungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini cenderung terlibat di dalam mencetuskan atau melanjutkan gejala depresif saat ini. Terapi interpersonal efektif dalam penatalaksanaan gangguan depresif berat, khususnya mungkin membantu menyelesaikan masalah interpersonal. Program terapi interpersonal biasanya terdiri atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Perilaku khas seperti tidak asertif, keterampilan sosial terganggu, dan pikiran distorsi dapat diselesaikan dalam pengaruhnya terhadap hubungan interpersonal (Sadock dan Sadock 2010).

2.1.8 Prognosis
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala (Sadock dan Sadock, 2010).
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya (Sadock dan Sadock, 2010).



















BAB III
PEMBAHASAN

Dari hasil pemeriksaan pada pasien Ny.E ditemukan adanya gejala-gejala seperti gangguan mood terdepresi (sedih), dengan kehilangan minat, merasa tidak bertenaga atau letih, selama sekitar 2 minggu. Selain itu juga terdapat gangguan tidur, penurunan nafsu makan, sulit berkonsentrasi, dan merasa tidak percaya diri,  Gejala tersebut juga disertai dengan adanya halusinasi auditorik berupa suara-suara yang terus membicarkan bahwa suaminya sedang bersama wanita lain dan suara-suara yang terus memanggil namanya. Semua gejala yang ditemukan tersebut menyebabkan pasien saat ini memiliki gangguan dalam fungsi sosial. Pasien juga sering merasa sakit kepala dan sakit perut yang tidak sembuh padahal sudah sering emminum obat. Sehingga dari semua hasil pemeriksaan tersebut pada pasien dapat ditegakkan diagnosis gangguan atau episode depresif sedang dengan gejala somatik berdasarkan kriteria PPDGJ III.
Diagnosis banding seperti skizofrenia dapat disingkirkan jika merujuk pada kriteria masing-masing penyakit tersebut. Kriteria DSM-IV-TR untuk skizofrenia berlangsung paling sedikit enam bulan; penurunan fungsi yang bermakna dalam bidang pekerjaan, hubungan interpersonal dan fungsi kehidupan pribadi; pernah menglami gejala psikotik aktif dalam bentuk khas selama periode tersebut; dan tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autism atau gangguan organik. Pada kasus ini, kejadian berlangsung kurang dari enam bulan dengan tidak ditemukannya penurunan fungsi yang cukup bermakna, tidak pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas dan juga disertai dengan gangguan mood mayor. Sehingga diagnosis banding skizofrenia dapat disingkirkan.
Pada pasien ini dapat diberikan terapi berupa anti depresan yang  bekerja menghambat reuptake dari neurotransmiter aminergik yaitu dopamin, serotonin, norepinefrin di celah sinaps dan juga menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxidase sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.
Terapi psikologi berupa psikoterapi suportif dan terapi kognitif-perilaku. Berikan empati, pengertian, dan optimistik. Dari perspektif kognitif pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan harapan-harapan negatif. Terapi ini dapat mencegah kekambuhan. Terapi psikologi ini harus didukung oleh peran individu, keluarga, dan lingkungan.




















BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
• Pada pasien ini gangguan depresi yang dialami dikarenakan adanya masalah dalam rumah tangganya.
• Akibat terjadinya gangguan depresi, pasien mengalami penurunan dari fungsi sosial.
• Pasien mengalami episode depresi sedang akibat masalah-masalah yang dihadapinya dalam hidup.

B. Saran
• Perlunya dilakukan psikoterapi dan psikofarmaka rutin untuk pasien ini dan konseling rutin agar dapat memberikan perkembangan ke arah yang lebih baik untuk pasien.















DAFTAR PUSTAKA

Hawari, H, 2001. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
I.M Ingram. dkk. 1993. Catatan kuliah Psikiatri. Jakarta: buku kedokteran EGC.
Maslim, R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
Maslim, R, 2007. Panduan Praktis, Penggunaan Klinis Obat Psikotropika. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
R. Irawati Ismail dan Kristiana Siste, 2013. Dalam Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
Sadock BJ, Sadock VA, 2010. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.

Oktalia Metiarita

Posts : 8
Reputation : 1
Join date : 02.04.16

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik