Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Referat Alzheimer

Go down

Referat Alzheimer Empty Referat Alzheimer

Post by Merdalis Nurlivia Mon Jan 18, 2016 5:44 am

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demensia adalah sindrom neurodegenerative yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa dan mengambil keputusan. Demensia ditandai dengan hilangnya fungsi kognitif secara progresif dan menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Penurunan memori adalah gangguan kognitif yang paling umum dari demensia. Defisit neuropsikiatri dan sosial juga muncul pada demensia, seperti depresi, apatis, halusinasi, delusi, agitasi, insomnia, dan berkurangnya rasa malu.
Salah satu jenis demensia adalah demensia alzheimer yang merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada lansia usia lanjut. Angka kejadian demensia alzheimer mencapai 50% dari 10% lansia demensia dengan usia diatas 70 tahun. Dan dapat menyerang baik pria maupun wanita, dengan faktor resiko multifaktorial, baik faktor genetik, usia, riwayat keluarga, faktor diet, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya.
Demensia alzheimer bersifat progresif dan ireversibel. Secara mikroskopis histopatologis, pada demensia alzheimer dapat ditemukan neurofibrillary tangles (NFTs) pada dinding pembuluh darah.
Total biaya perawatan penderita dengan demensia alzheimer, tanpa penyakit tambahan lainnya, menghabiskan biaya yang sangat besar. Penyakit ini juga memberikan beban emosional pada anggota keluarga dan pengasuh.
Oleh karena itu referat ini akan membahas mengenai demensia alzheimer, sehingga dapat memberikan wawasan mengenai penyakit ini untuk membantu penderita dalam menghadapi penyakit yang dialaminya dan bagi keluarga serta pengasuh dalam membantu penderita demensia alzheimer.





1. B


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit degeneratif otak primer yang etiologinya tidak diketahui, dengan gambaran neuropatologis dan neurokimiawi yang khas. Sebuah penyakit neurologis progresif otak yang menyebabkan hilangnya neuron ireversibel dan demensia.
Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya demensia dimana demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa dan mengambil keputusan. Demensia ditandai dengan hilangnya fungsi kognitif secara progresif dan menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.1 Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi perilaku dan motivasi.2 Perilaku dan suasana hati dipengaruhi oleh jalur noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik, sedangkan sinyal kolinergik sangat penting untuk perhatian dan fungsi memori.1
Ketika seorang mempunyai gejala-gejala demensia, maka harus dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya. Sebab yang berbeda akan berhubungan dengan pola gejala dan kelainan otak yang terjadi. Pada beberapa kasus, seseorang yang tidak mengidap demensia mempunyai gejala-gejala demensia disebut dengan dan disebabkan oleh adanya depresi, delirium, efek samping obat, kurang vitamin dan alkohol. Dementia like syndrome bersifat reversible, gejala berkurang/menghilang setelah penyebabnya teratasi. Penyebab demensia antara lain : penyakit Alzheimer, demensia vascular, demensia dengan badan Lewy, degenerasi lobus frontotemporal, demensia campuran, demensi penyakit Parkinson, penyakit Creutzfeldt-Jakob, dan hidrosefalus tekanan normal.2
Penyakit Alzheimer merupakan penyakit otak degeneratif dan merupakan penyebab utama demensia. Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli Psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak, koordinasi dan reflek. Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.3
Biasanya onset dan perkembangan secara lambat laun tetapi pasti dalam beberapa tahun, tetapi suatu waktu dapat juga lebih lama. Onsetnya dapat dimulai pada umur dewasa menengah atau lebih dini, (penyakit Alzheimer yang beronset prasenil awitan dini, familial, usia 50 tahun, sekitar 2% dari seluruh kasus), tetapi angka kejadiannya lebih tinggi pada usia lanjut (penyakit Alzheimer yang onset masa senile awitan lambat, umumnya lebih banyak, usia 60-80 tahun) berkembang sampai kematian dalam waktu 6-10 tahun.3,4
Dalam kasus yang beronset sebelum usia 65-70 tahun, biasanya terdapat riwayat keluarga yang sama menderita demensia, perjalanan penyakit yang cepat, dan gambaran yang menonjol dari kerusakan lobi temporalis dan parietalis, termasuk disfasia dan disfraksia. Pada kasus yang onsetnya pada usia lebih tua, perjalanan penyakitnya cenderung lebih lambat dan ditandai oleh hendaya umum fungsi kortikal yang lebih tinggi. Pasien dengan sindrom down biasanya lebih berisiko tinggi untuk berkembang menjadi penyakit Alzheimer.2,3

B. Epidemiologi
World Alzheimer Report 2015, diperkirakan lebih dari 9,9 juta kasus baru demensia tiap tahunnya, dimana terjadi satu kasu tiap 3,2 detik. Penyebaran daerah kasus baru demensia adalah 4,9 juta di Asia, 2,5 juta di Amerika dan 0,8 juta di Afrika. Angka kejadian demensia meningkat selaras dengan usia, peningkatan 2 kali lipat setiap bertambahnya usia 6,3 tahun. Di Eropa dan Amerika angka kejadian puncak terjadi pada usia 80-89 tahun, di Asia 75-84 tahun, di Afrika 65-74 tahun.5

C. Faktor Resiko
Faktor risiko utama demensia alzheimer adalah usia, hampir semua pasien terdiagnosis pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun orang yang berusia <65 tahu dapat terkena penyakit ini tetapi jauh lebih jarang. Namun Alzheimer bukan bagian dari penuaan normal dan usia sendiri tidak cukup untuk menyebabkan Alzheimer.1,2
Salah satu faktor resiko dari demensia alzheimer adalah defek genetik. Terdapat tiga defek genetik yang berperan, antara lain defek gen protein prekursor amiloid (Amyloid precursor protein) pada kromosom 21, gen presenilin 1 (PS-1) pada kromosom 14 dan gen presenilin 2 (PS-2) pada kromosom 1. Kelainan pada gen PS-1 berhubungan erat dengan demensia alzheimer onset cepat (sebelum 65 tahun dan sering sebelum 50 tahun, rata-rata pada umur 45 tahun) dan durasi progresif yang lebih cepat (rata-rata 6-7 tahun) dibanding mutasi pada gen PS-2 (rata-rata terkena pada umur 53 tahun dengan durasi 11 tahun, namun ada beberapa carrier mutasi PS-2 yang menyebabkan demesia alzheimer setelah umur 70 tahun). Mutasi gen presenilin jarang menyebabkan demensia alzheimer onset lambat. Mutasi pada gen PS-1 lebih sering dibandingkan pada gen PS-2. Penderita dengan mutasi pada gen-gen ini memiliki level Aβ42 yang meningkat dalam plasma. Penyakit genetik trisomi kromosom 21 (sindrom Down) juga merupakan faktor resiko demensia alzheimer onset cepat. Penderita trisomi kromosom 21 memiliki insidensi demensia alzheimer yang tinggi pada dekade ke-4 dalam hidupnya. Dan baik pada pria maupun wanita memiliki faktor resiko yang sama besarnya untuk menderita demensia alzheimer.3,5,6
Pada demensia alzheimer onset lambat, ditemukan defek pada gen apolipoprotein E (Apo ε) pada kromosom 19. Defek pada Apo alel ε4 dapat bersifat homozigot maupun heterozigot. Dalam hal ini, individu dengan defek Apo ε4 homozigot memiliki resiko 85% menderita demensia alzheimer. Sedangkan pada defek Apo ε4 heterozigot, memiliki resiko yang lebih rendah, yaitu 45% sampai 50%. Apo ε dapat diidentifikasi pada plak neuritik dan juga mungkin terlibat dalam pembentukan neurofibrillary tangle, karena dia terikat pada protein tau. Namun defek Apo ε4 saja tidak cukup untuk menyebabkan demensia alzheimer. Apo ε4 heterozigot dan homozigot menunjukkan penurunan fungsi metabolisme cerebral cortical dengan PET. Pada penderita demensia alzheimer, ditemukannya alel ε4 dapat meningkatkan kepastian diagnosis. Namun, meskipun tidak ada alel ε4 tidak dapat dianggap bahwa penderita tidak menderita demensia alzheimer.3,6
Riwayat keluarga dengan demensia, riwayat trauma kepala, arterosklerosis, penyakit kardiovaskular, peningkatan serum kolestrol, diabetes mellitus (meningkatkan risiko demensia Alzheimer sebesar tiga kali), hipertensi, level serum asam folat yang rendah, asupan buah-buahan dan sayuran yang rendah, rendahnya tingkat olahraga, dan tingkat pendidikan yang rendah. 5,6
Diketahui bahwa zat/senyawa yang dapat memberikan efek antioksidan, menghindari merokok, diet rendah kalori, diet rendah gula, terapi pengganti estrogen, serta tingginya aktivitas olahraga, dan tingginya tingkat pendidikan, dapat memberikan dampak protektif terhadap demensia alzheimer. 3,6

D. Patofisiologi
Secara patofisiologi, pada demensia alzheimer terjadi atrofi dan hipometabolisme pada medial lobus temporalis, lateral dan medial lobus parietalis, dan korteks frontal lateral. Dan secara mikroskopis histopatologis terdapat neurofibril/neurofibrillary tangles (NFTs), yang terdiri dari filament tau yang terhiperfosforilasi (phosphorylated tau/P tau), terutama terletak intraseluler pada ujung saraf, serta secara mikroskopis terdapat akumulasi beta-amyloid, terutama pada ekstraseluler, yakni pada dinding pembuluh darah korteks, dan leptomeninges.2,8
NFT merupakan insoluble twisted fibers, yang terdiri dari protein tau, dimana tau merupakan komponen dari struktur mikrotubulus. Mikrotubulus sendiri berfungsi untuk membantu transport nutrient dari bagian yang satu, ke bagian yang lain, lewat neuron. Pada demensia alzheimer, terjadi hiperfosforilasi tau sehingga fungsi dari tau menjadi abnormal, dan struktur mikrotubulus menjadi kolaps.2,8,9
Amiloid merupakan fragmen protein yang normal dihasilkan oleh otak, sedangkan beta-amiloid merupakan protein yang dihasilkan oleh amyloid precursor protein (APP), yang seharusnya secara normal didegradasi dan dibuang oleh otak. Akumulasi dari beta-amiloid akan menyebabkan plak yang keras, dan insoluble, dan disebut sebagai amyloid angiopathy.2,3,9
Secara biokimia, demensia alzheimer dikaitkan dengan penurunan tingkat kortikal beberapa protein dan neurotransmiter, terutama asetilkolin, enzim sintetis kolin asetiltransferase, dan reseptor kolinergik nikotinik. Penurunan asetilkolin mungkin berhubungan dengan sebagian degenerasi neuron kolinergik di nucleus basalis dari Meynert yang memproyeksikan seluruh korteks. Ada juga penipisan noradrenergik dan serotonergik akibat degenerasi inti batang otak seperti coeruleus locus dan dorsal raphe.3












E. Manifestasi klinis
Pada demensia alzheimer, manifestasi yang paling utama adalah adanya gangguan kognitif, baik ringan maupun yang berprogresi menjadi berat. Pada awal mulanya, gangguan yang dialami dapat berawal dari gangguan memori dan kemudian menyebar ke gangguan bahasa, defisit visuospatial, gangguan untuk membaca navigasi, hingga ke gangguan pada kegiatan sehari-hari, seperti mengatur keuangan, mengikuti perintah pada pekerjaan, menyetir, berbelanja, dan mengatur rumah tangga, atau mengatur hal-hal yang lain. Gangguan bahasa, atau aphasia yang dialami penderita dimulai dari kesulitannya untuk menamai suatu benda, kemudian komprehensifnya, hingga kelancaran berbicaranya.2,3,5 Namun, sekitar 20% penderita dengan demensia alzheimer tidak mengeluhkan gangguan memori namun dengan keluhan kesulitan menemukan kata-kata yang ingin diucapkan, mengatur sesuatu, atau kesulitan navigasi.3
Manifestasi klinis demensia Alzheimer berdasarkan stadiumnya:
1. Stadium awal
Pada demensia alzheimer stadium awal, kehilangan memori mungkin tidak disadari atau dianggap sebagai pikun biasa. Ketika gangguan kognitif terlihat lebih jelas dan menurun hingga 1,5 standar deviasi di bawah normal pada tes kognitif standar, maka dapat disebut sebagai mild cognitive impairement/MCI. Sekitar 50% dari penderita dengan MCI (sekitar 12% per tahun) akan menjadi demensia alzheimer lebih dari 4 tahun. Perlahan masalah kognitif mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti mengatur keuangan, mengemudi, berbelanja, dan mengatur rumah tangga. Beberapa penderita tidak menyadari defisit neurologis ini (anosognosia), sementara yang lain berusaha menyesuaikan diri dengan penurunan tersebut. Perubahan lingkungan (seperti liburan atau tinggal di rumah sakit) dapat menyebabkan kebingungan, dan penderita mungkin tersesat saat berjalan-jalan atau saat mengemudi. Sering mengulang kata-kata, salah menempatkan benda, kesulitan menyebutkan nama untuk benda-benda yang sudah dikenal sebelumnya, perubahan perilaku, ansietas, kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya disukai, dan kesulitan mempelajari informasi baru juga dapat muncul pada stadium ini. Apraxia juga muncul dan penderita mengalami kesulitan motorik dalam melakukan hal yang biasanya mudah dilakukan. 1,2,3

2. Stadium sedang
Pada demensia alzheimer stadium sedang, gejala semakin jelas. Penderita masih dapat melakukan pekerjaannya sendiri namun memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas yang lebih sulit, mudah tersesat, bingung, dan membutuhkan pengawasan sehari-hari. Defisit visuospatial mulai mengganggu dalam hal berpakaian, makan, atau bahkan berjalan, dan penderita gagal untuk memecahkan teka-teki sederhana atau menyalin angka geometris. Perhitungan sederhana dan membaca jam juga menjadi sulit. Penderita juga lupa akan peristiwa dalam kehidupannya, tidak mengenali diri sendiri, halusinasi, argumentasi, perilaku agitasi, agresi, apatis, dan waham. Delusi biasa terjadi dan biasanya berkisar antara pencurian, perselingkuhan, atau kesalahan identifikasi. Sekitar 10% dari penderita demensia alzheimer lama-kelamaan akan mempunyai sindrom Capgras, yaitu percaya bahwa pengasuh telah digantikan oleh seorang penipu. Pola tidur yang terganggu, dan bangun pada malam hari juga dapat terjadi pada demensia alzheimer. 1,2

3. Stadium akhir
Pada tahap akhir penyakit, penderita tidak dapat melakukan kegiatan tanpa bantuan orang lain. Hilangnya penilaian dan penalaran tidak bisa dihindari. Beberapa penderita lama kelamaan dapat mempunyai shuffling gait dengan kekakuan otot menyeluruh yang berhubungan dengan lambatnya dan kecanggungan gerakan. Pada tahap akhir demensia alzheimer, penderita dapat menjadi kaku, bisu, mengompol, dan terbaring di tempat tidur. Bantuan dibutuhkan untuk makan, berpakaian, dan keperluan toilet. Refleks tendon hiperaktif dan myoclonic jerks (kontraksi tiba-tiba yang singkat dari berbagai otot atau seluruh tubuh) dapat terjadi secara spontan atau sebagai respons terhadap rangsangan fisik atau pendengaran. Kejang yang menyeluruh juga dapat terjadi.
Berdasarkan dr. Barry Reisberg, direktur klinik Universitas New York, fase perkembangan demensia alzheimer dibagi menjadi 7 bagian, yaitu11:
1. Fase pertama : normal
Merupakan fase normal dari setiap manusia pada usia berapapun akan normalnya baik fungsi kognitif, emosi, maupun tingkah laku. Fase ini disebut sebagai manusia yang sehat mental.
2. Fase kedua : usia normal pelupa
Pada usia diatas 65 tahun, penderita sering kali mengeluhkan kesulitan kognitif dan atau kesulitan fungsional. Geriatri pada usia ini kesulitan untuk mengingat nama – nama yang diketahuinya 5-10 tahun yang lalu, dan juga terkadang mereka mengeluhkan akan kesulitannya untuk mengingat dimana ia meletakkan barang – barang tertentu
3. Fase ketiga : gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment / MCI)
Pada fase ketiga ini, manifestasi dari demensia alzheimer menjadi semakin banyak dan beragam, yang sering kali lebih disadari oleh orang terdekat disekitarnya. Sering kali penderita meminta mengulang sesuatu hal. Selain itu kemampuan untuk melakukan fungsi eksekutif juga dapat terganggu. Sebagai contoh, penderita demensia alzheimer yang memiliki pekerjaan, dapat mendadak terganggu, prestasinya dapat menurun, sedangkan pada penderita yang baru mendapatkan pekerjaan, dapat terlihat penurunan kemampuan bekerjanya, dan pada penderita yang tidak bekerja, hal ini tampak sebagai ketidakmampuannya atau kegagalannya untuk mengatur suatu acara.
4. Fase keempat : mild Alzheimer disease
Demensia alzheimer telah terlihat pada fase keempat, yakni fase yang dapat muncul selama kurang lebih dua tahun. Ciri-ciri yang paling menonjol adalah terganggunya kemampuan untuk melakukan aktivitas kompleks sehari-hari. Contohnya pada fase ini adalah terganggunya kemampuan untuk mengatur keuangan keluarga, kemampuan untuk menyiapkan makanan, tidak dapat mengingat atau menuliskan tanggal, atau musim, ataupun menuliskan cek uang.
5. Fase kelima : moderate Alzheimer disease
Pada fase kelima, kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari semakin terhambat. Penderita sering kali lupa mengenai kejadian-kejadian yang terjadi, baik kejadian kecil ataupun kejadian besar. Selain itu penderita juga kesulitan untuk memilih baju yang harus digunakan tanpa asistensi.
6. Fase keenam : moderately severe Alzheimer disease
Pada fase keenam, perkembangan penyakit ini dibagi 5 bagian, yaitu fase 6a-6e. Pada fase 6a, penderita tidak hanya kesulitan untuk memilih baju, namun penderita mengalami kesulitan untuk memakai baju dengan benar, dalam mengenakan baju dapat terbalik, atau bahkan terkadang penderita dapat mengenakan pakaian perginya diluar pakaian tidur, atau dapat pula disebut apraxia. Pada fase 6b, penderita membutuhkan bantuan untuk mandi, hal yang paling menonjol adalah oleh karena kesulitannya untuk mengatur air panas dan dingin secara mekanis. Pada fase 6c, penderita mengalami kesulitan untuk mandi ataupun melakukan hal-hal toilet tanpa bantuan. Pada fase 6d, penderita memerlukan bantuan oleh karena mengalami inkontinensia, oleh karena itu penderita memerlukan bantuan untuk melakukan toilet training. Sedangkan pada fase 6e, fungsi kognitif penderita sangat terganggu, hingga penderita pun mengalami gangguan untuk mengenali orang-orang terdekat disekitarnya, baik orang tua atau anak-anaknya, dan bahkan istri / suaminya sendiri. Pada fase ini sering kali penderita dapat mengalami sindrom Capgras, yakni dimana penderita merasa orang yang merawatnya atau orang lain yang disekitarnya, adalah orang asing yang mencoba untuk meniru perawat atau orang disekitarnya, atau dengan kata lain, orang-orang disekitarnya telah digantikan oleh impostor.
Selain itu penderita juga sering kali berdelusi akan adanya pencuri / maling yang mencuri barang-barang yang dimilikinya, padahal yang terjadi sesungguhnya, penderita lupa dimana ia meletakkan barang-barangnya tersebut.


7. Fase ketujuh : severe Alzheimer disease
Pada fase ketujuh ini juga dibagi menjadi beberapa tahap. Pada tahap pertama fase ketujuh, 7a, penderita mengalami kesulitan untuk berbicara, yakni kosakata yang dimilikinya mulai menurun, yang dimana fase ini dapat dialami selama kurang lebih 1 tahun. Sedangkan pada fase 7b, yang dapat dialami selama 1,5 tahun, penderita semakin mengalami penurunan kosakata yang dimiliki, hingga 1-2 kata saja. Pada fase 7c, penderita membutuhkan asistensi atau bantuan seluruhnya untuk melakukan kegiatan sehari-hari, dan tidak hanya untuk mandi, toilet, atau mengenakan baju saja. Dan pada fase 7d, penderita dapat membutuhkan bantuan untuk duduk, oleh karena setiap kali penderita duduk, penderita seringkali terjatuh kembali. Pada fase 7e, penderita kehilangan kemampuannya untuk tersenyum. Pada fase 7f, penderita kehilangan kemampuannya untuk mengangkat kepalanya tanpa bantuan, dan seringkali penderita mengalami imobilitas pada fase ini. Dan pada demensia alzheimer pada fase-fase akhir, penderita sering kali mengalami rigiditas atau kontraksi otot pada beberapa sendi-sendi tubuh, sehingga sering kali penderita mempunyai manifestasi klinis yaitu cara jalannya yang aneh. Selain itu, kontraksi tersebut dapat menimbulkan nyeri yang dashyat, dan semakin memperberat keadaan penderita demensia alzheimer. Pada fase akhir ini pula, dapat ditemukan refleks-refleks tanda regresi neurologis, dan refleks babinski juga dapat ditemukan positif.
Pada fase akhir dari penderita demensia alzheimer, penderita cenderung pasif, tidak berbicara, mengalami inkontinensia, dan bedridden.9 Namun, untuk alasan yang tidak diketahui, sebagian penderita demensia alzheimer dapat menunjukkan penurunan dalam fungsi, sementara yang lain tidak.1

F. Diagnosis
Fungsi kognitif dari demensia alzheimer dapat dinilai dari tes kognitif diantaranya Azheimer’s Disease Assesstment Scale’s Cognitive subscale (ADAS_cog), Mini Mental Status Examination (MMSE), dan Functional Activities Questionnaire (FAQ).
Kriteria diagnostik demensia alzheimer menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth revision) adalah sebagai berikut10:
1. Perkembangan defisit kognitif multiple terdiri dari:
a. Gangguan memori (gangguan kemampuan dalam mempelajari informasi baru atau mengingat informasi yang sudah dipelajari)
b. Salah satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut ini:
i. Afasia (gangguan berbahasa)
ii. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik dalam keadaan fungsi otot yang normal)
iii. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau menamai objek)
iv. Gangguan fungsi berpikir abstrak (misalnya merencanakan, berorganisasi)
2. Gangguan kognitif pada kriteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan yang berat pada fungsi sosial dan pekerjaan penderita.
3. Kelainan ini ditandai dengan proses yang bertahap dan penurunan fungsi kognitif yang berkelanjutan.
4. Gangguan kognitif kriteria A1 dan A2 tidak disebabkan hal-hal berikut:
a. Kelainan SSP lain yang menyebabkan ganggguan memori yang progresif misalnya gangguan peredaran darah otak, Parkinson, dan tumor otak)
b. Kelainan sistemik yang dapat menyebabkan demensia misalnya hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 dan asam folat, defisiensi niasin, hiperkalemi, neurosifilis, dan infeksi HIV)
5. Kelainan tidak disebabkan oleh delirium
6. Kelainan tidak disebabkan oleh kelainan Aksis 1 misalnya gangguan depresi dan skizofrenia
Kriteria diagnostik DSM IV perlu ditunjang dengan pemeriksaan fisik (pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis). Pemeriksaan fisik umum berguna untuk mendeteksi kelainan-kelainan metabolik yang mungkin timbul pada penderita tersebut.1
Tanda-tanda regresi sel-sel saraf otak ditunjukkan dengan refleks-refleks berikut ini:
1. Refleks memegang. Jari telunjuk dan tengah pemeriksa diletakkan di telapak tangan penderita. Refleks ini positif bila jari-jari pemeriksa dipegang secara spontan oleh penderita.
2. Refleks mencucur (sucking reflex). Refleks ini positif apabila bibir penderita dicucurkan secara spontan saat bibirnya tersentuh oleh sesuatu.
3. Snout reflex. Pada penderita demensia, setiap kali bibir atas atau bawah diketuk, muskulus orbicularis oris berkontraksi.
4. Refleks glabella. Orang demensia akakn memejamkan matanya setiap kali glabella diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali hanya timbul 2-3 kali saja dan selanjutnya mata tidak akan memejam lagi.
Pemeriksaan fisik ditunjang dengan pemeriksaan MMSE (Mini Mental State Examination) yang berguna untuk mengetahui kemampuan dan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemampuan bahasa dan berhitung.1
Selain itu, pemeriksaan penunjang lain yang berguna untuk membantu diagnosis demensia Alzheimer, salah satunya dengan melakukan imaging, seperti dengan Computerised Tomography (CT) Scan, atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak, Single Photon Emission Computerized Tomography (SPECT) Scan, Positron Emission Tomography (PET) Scan, khususnya 18-fluorodeoxyglucose PET (FDG-PET), dengan sensitivitas 96% dan spesifitas 90%. Pemeriksaan MRI / CT scan otak adalah pemeriksaan radiologi yang utama. Pada penderita demensia Alzheimer, MRI / CT scan otak akan menunjukkan atrofi serebral atau kortikal yang difus. Indikasi MRI / CT pada penderita demensia Alzheimer adalah onset terjadinya pada usia <65 tahun dan manifestasi klinis timbul <2 tahun. Pada SPECT scan akan menunjukkan penurunan perfusi jaringan di daerah temporoparietalis bilateral yang biasanya terjadi pada penderita demensia Alzheimer. Pada PET scan akan menunjukkan penurunan aktivitas metabolik di daerah temporoparietalis bilateral. FDG-PET dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas fungsi neuronal, atau mendeteksi secara patologis demensia alzheimer. Pada demensia alzheimer, terjadi hipometabolisme aktivitas fungsi neuronal, terutama pada posterior korteks cingularis, lobus temporoparietalis, dan lobus frontalis. Manifestasi pada korteks cingularis dapat muncul sebelum manifestasi demensia pada penderita muncul.10 Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan EEG, yang akan menunjukkan penurunan aktivitas alfa dan peningkatan aktivitas teta yang menyeluruh, serta pungsi lumbal yang dilakukan untuk menyingkirkan kelainan CSF, seperti meningitis kronis, meningoensefalitis, atau vaskulitis serebral.12



PET (positron emission tomography) images obtained with the amyloid-imaging agent Pittsburgh Compound-B ([11C]PIB) in a normal control (left); three different patients with mild cognitive impairment (MCI, center); and a mild AD patient (right). Some MCI patients have control-like levels of amyloid, some have AD-like levels of amyloid, and some have intermediate levels.

Secara patologis, pada demensia alzheimer didapati plak amyloid (A-Beta), terutama pada lobus temporoparietalis, dan lobus frontalis. Dalam mendeteksi plak amyloid dengan FDG-PET, digunakan PET marker, yakni Pittsburgh compound B (C-PiB), yang merupakan derivat thioflavin-T dan bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus barrier pembuluh darah otak (blood brain barrier) dan berikatan dengan plak amyloid. FDG PET dengan C-PiB dapat digunakan juga untuk membedakan dengan demensia oleh karena penyebab yang lain, seperti demensia vaskular (vascular dementia / VaD) atau demensia frontotemporal (frontotemporal dementia / FTLD), oleh karena tidak adanya plak amyloid (A-Beta). Selain itu FDG-PET juga dapat digunakan untuk membedakan dengan demensia oleh karena badan Lewi, yang merupakan penyebab demensia tersering kedua.12
Diagnosis banding demensia alzheimer diantaranya adalah penyebab-penyebab lain yang dapat menyebabkan demensia, diantaranya adalah seperti demensia vaskular, atau demensia frontotemporal. Ciri khas dari demensia vaskular adalah adanya hemiparesis, afasia, dan infark pada pemeriksaan penunjang imaging computed tomography (CT), atau magnetic resonance imaging (MRI), serta tidak adanya plak amyloid pada gambaran FDG-PET. Penyebab tersering terjadinya demensia frontotemporal diantaranya adalah trauma kepala, atau stroke hemoragik atau stroke non hemoragik. Pada demensia frontotemporal, gangguan perilaku dan gangguan bahasa lebih jelas, dan juga tidak didapati adanya plak amyloid (A-Beta) pada FDG-PET. Selain itu hal lain yang juga dapat menyebabkan demensia adalah infeksi kronis seperti neurosifilis, meningitis, ensefaitis, atau defisiensi nutrisi, seperti defisiensi vitamin B1 atau B12. Dapat juga disebabkan oleh karena zat intoksikasi alkohol, zat sedatif, atau adanya massa yang dapat disebabkan oleh adanya tumor, hidrosefalus, atau hematoma.9,12
Namun, sekitar 90% dari semua kasus demensia alzheimer diagnosis klinis dapat dicapai setelah adanya konfirmasi dengan otopsi.

G. Tatalaksana dan Prognosis
Manajemen demensia alzheimer menjadi hal yang menantang.1 Penatalaksanaan untuk demensia Alzheimer mencakup terapi simtomatik dan rehabilitatif. Sasaran terapi simtomatik adalah mengurangi gejala kognitif, perilaku, dan psikiatrik.
Untuk terapi non-farmakologis bagi penderita demensia alzheimer dapat diberikan bantuan-bantuan terutama untuk membantu kualitas hidup penderita, untuk membantu penderita melakukan hal-hal mandiri, menjaga agar penderita aman, menghindari angka kemungkinan jatuh.3 Pada tahap awal demensia alzheimer, alat bantu memori seperti notebook dan pengingat harian dapat membantu.3 Untuk membantu penderita melakukan hal-hal dengan mandiri, dengan memberikan bantuan petunjuk, pada hal-hal yang sehari-hari dilakukan oleh penderita, seperti bagaimana cara memanaskan makanan, dan bagaimana cara berpakaian.3 Anggota keluarga harus mengutamakan kegiatan yang menyenangkan dan membatasi yang tidak menyenangkan. Dengan kata lain, melakukan keterampilan yang telah menjadi sulit dilakukan, seperti melalui permainan memori dan teka-teki, tidak akan memberi manfaat yang berarti, dan malah akan membuat penderita frustasi dan depresi.3
Menjaga penderita agar aman, yakni dengan menjauhkan penderita dari benda-benda yang berbahaya, seperti benda yang mudah terbakar, benda yang tajam, dan kompor. Untuk menghindarkan penderita dari kemungkinan jatuh, penderita dijauhkan dari tangga rumah, dan memberikan penerangan yang baik di rumah agar penderita tidak mudah terpleset, serta dengan memberikan pegangan terutama pada kamar mandi. Dan pada akhirnya penderita harus berhenti mengemudi.3 Selain itu untuk mencegah penderita hilang, dapat memberikan tulisan “stop” pada pintu keluar, dan dapat juga diberikan pelacak pada penderita agar tidak hilang. Selain itu, penderita perlu diberikan terapi psikologis, salah satunya dengan menyediakan waktu untuk berbicara dan berkomunikasi dengan penderita, terutama untuk mendengarkan mengenai cerita masa lalu penderita.4 Oleh karena itu, membangun hubungan dengan penderita, anggota keluarga, dan pengasuh lainnya merupakan hal yang penting untuk keberhasilan pengobatan.
Kehilangan kebebasan dan perubahan lingkungan dapat memperburuk kebingungan, agitasi, dan kemarahan. Komunikasi dan meyakinkan penderita bahwa semuanya baik-baik saja sangat diperlukan.
Terjadinya kelelahan pada caregiver adalah hal yang umum. Penggunaan pusat penitipan harian bagi dewasa dapat membantu.3










Untuk terapi farmakologis adalah sebagai berikut13 :
Nama obat Golongan Indikasi Dosis Efek samping
Donepezil Penghambat kolinesterase Demensia Alzheimer ringan sampai sedang Dosis awal 5 mg/hr bila perlu, setelah 4-6 minggu menjadi 10 mg/hr Mual, muntah, diare, insomnia
Galantamine Penghambat kolinesterase Demensia Alzheimer ringan sampai sedang Dosis awal 8 mg/hr, setiap bulan dosis dinaikkan 8 mg/hr hingga dosis maksimal 24 mg/hr Mual, muntah, diare, anoreksia
Rivastigmine Penghambat kolinesterase Demensia Alzheimer ringan sampai sedang Dosis awal 2 x 1,5 mg/hr; setiap bulan dinakkan 2 x 1,5 mg/hr hingga dosis maksimal 2 x 6 mg/hr Mual, muntah, pusing, diare, anoreksia
Memantine Penghambat reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate), yang berfungsi untuk memblok aktivitas glutamate Demensia Alzheimer sedang sampai berat Dosis awal 5 mg/hr; setelah 1 minggu. Dosis dinaikkan menjadi 2 x 5 mg/hr dan seterusnya hingga dosis maksimal 2 x 10 mg/hr Pusing, nyeri kepala, konstipasi
Kolinesterase inhibitor dan NMDA merupakan jenis obat-obatan yang telah diakui dan disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA).3,8,13


Untuk mengatasi gejala simptomatis seperti depresi, agitasi, anxietas, dan perilaku obsesif, pada demensia alzheimer dapat diberikan obat sebagai berikut13:
Depresi
Nama obat Dosis Efek samping
Sitalopram 10-40 mg/hr Mual, mengantuk, nyeri kepala, tremor, disfungsi seksual
Esitalopram 5-20 mg/hr Insomnia, diare, mual, mulut kering, mengantuk
Sertralin 25-100 mg/hr Mual, diare, mengantuk, mulut kering, disfungsi seksual
Fluoksetin 10-40 mg/hr Mual, diare, mengantuk, insomnia, tremor, ansietas
Venlafaksin 37.5 – 225 mg/hr Nyeri kepala, mual, anoreksia, insomnia, mulut kering
Dulosektin 30-60 mg/hr Penurunan nafsu makan, mual, mengantuk, insomnia
Agitasi, ansietas dan perilaku obsesif
Quetiapin 25-300 mg/hr Mengantuk, pusing, mulut kering, konstipasi, dyspepsia, peningkatan berat badan
Dianzapin 2.5-10 mg/hr Peningkatan berat badan, mulut kering, peningkatan nafsu makan, pusing, mengantuk dan tremor
Risperidon 0.5 – 1 mg/hr Mengantuk, tremor, insomnia, pandangan kabur, pusing, nyeri kepala, mual, peningkatan berat badan
Zipresidon 20-80 mg/hr Kelelahan, mual, pusing, diare
Divalproex 125-500 mg 2x/hr Mengantuk, kelemahan, diare, konstipasi, dispepsia, depresi, ansietas, tremor
Gabapentine 100-300 mg 3x/hr Konstipasi, dyspepsia, kelemahan, hipertensi, anoreksia, vertigo, pneumonia, peningkatan kadar kreatinin
Alprazolam 0.25-1 mg 3x/hr Sedasi, disartria, inkoordinasi, gangguan ingatan
Lorazepam 0.5-2 mg 3x/hr Kelelahan, mual, inkoordinasi, konstipasi, muntah, disfungsi seksual
Insomnia
Zolpidem 5-10 mg malam hari Diare, mengantuk
Trazodon 25-100 mg malam hari Pusing, nyeri kepala, mulut kering, konstipasi

Prognosis dari demensia alzheimer sering kali buruk, oleh karena perkembangan penyakitnya yang progresif dan irreversible. Kematian seringkali terjadi kurang lebih setelah 5-12 tahun dari manifestasi awal demensia alzheimer.6 Dan pada penderita demensia alzheimer, penyebab kematiannya yang paling sering adalah infeksi dan aspirasi. Selain itu dapat juga terjadi kematian karena malnutrisi, emboli paru, dan penyakit jantung.1,13



H. D

























BAB III
KESIMPULAN

Demensia adalah sindrom neurodegenerative yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa dan mengambil keputusan. Pada penderita demensia juga dapat disertai gangguan mental perilaku, namun tidak disertai dengan gangguan kesadaran. Berdasarkan kriteria diagnostik DSM-IV, demensia didefinisikan sebagai penurunan fungsi kognitif yang mutipel, yang setidaknya disertai salah satu antara afasia, apraxia, agnosia, atau gangguan fungsi eksekutif. Penurunan fungsi kognitif yang dimaksud adalah yang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi sosial dan okupasional, dan bersifat progresif. Dan penilaian fungsi kognitif dilakukan ketika penderita memiliki kesadaran penuh, dan tidak ketika mengalami delirium, acute confusional state, atau delirium.
Salah satu jenis demensia adalah demensia alzheimer. Secara patologis, pada penderita demensia alzheimer terdapat atrofi pada lobus temporal medial, serta pada lateral dan medial lobus parietal, dan korteks frontal lateral. Yang dimana secara mikroskopis histopatologis tampak neurofibril / neurofibrillary tangles (NFTs) pada dinding pembuluh darah, serta adanya akumulasi dari beta amyloid yang menyebabkan terjadinya amyloid angiopathy.
Angka kejadian demensia alzheimer mencapai 50% dari 10% lansia dengan gangguan memori dan kognitif dengan usia diatas 70 tahun. Penyakit ini dapat menyerang baik pria maupun wanita, dengan salah satu faktor resikonya adalah defek genetik. Sedangkan faktor risiko lain untuk demensia alzheimer adalah usia tua, riwayat keluarga dengan demensia, riwayat trauma kepala, arterosklerosis, penyakit kardiovaskular, peningkatan serum kolestrol, diabetes mellitus (meningkatkan risiko demensia Alzheimer sebesar tiga kali), hipertensi, level serum asam folat yang rendah, asupan buah-buahan dan sayuran yang rendah, rendahnya tingkat olahraga, dan tingkat pendidikan yang rendah.
Manajemen demensia alzheimer menjadi hal yang menantang. Untuk terapi non-farmakologis bagi penderita demensia alzheimer dapat diberikan bantuan-bantuan terutama untuk membantu kualitas hidup penderita, untuk membantu penderita melakukan hal-hal mandiri, menjaga agar penderita aman, menghindari angka kemungkinan jatuh. Sedangkan terapi farmakologis untuk demensia alzheimer ringan sampai sedang adalah dengan menggunakan kolinesterase inhibitor, contohnya adalah rivastigmine, doneprezil, dan galantamine. Kemudian untuk demensia alzheimer sedang sampai berat, dapat diberikan N-methyl-D-aspartate (NMDA) antagonis, seperti memantine. Untuk mengatasi gejala simptomatis seperti depresi dapat diberikan SSRIs seperti citalopram, esitalopram, sertraline dan fluoksetin serta SNRIs seperti venlafaksin, dulosektin. Sedangkan untuk agitasi, anxietas, dan perilaku obsesif, pada penderita demensia alzheimer dapat diberikan gabapentine, lorazepam, dll. Kemudian untuk mengatasi insomnia dapat diberikan trazodon dan benzodiazepine seperti zolpidem.
Total biaya perawatan penderita dengan demensia alzheimer, tanpa penyakit tambahan lainnya, menghabiskan biaya yang sangat besar. Penyakit ini juga memberikan beban emosional pada anggota keluarga dan pengasuh.



























DAFTAR PUSTAKA

1. Longo D, Kasper D, Jameson L, Fauci A, Hauser S, Localzo J. Harrison’s Internal Medicine. 18th ed.
2. 2015 Alzheimer’s Disease Facts and Figures. Alzheimer Association[internet]. [cited 2015 Des 14]. Available from: https://www.alz.org/facts/downloads/facts_figures_2015.pdf

3. Kaplan HI, Sadock BJ,Grebb JA. Ilmu pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010. Hal. 531-532
4. Tips for Living Life with Alzheimer’s Disease. AOTA The American Occupational Therapy Association, Inc [Internet]. [cited 2015 Des 14]; Available from: www.aota.org.
5. World Alzheimer Report 2015. Alzheimer’s Disease International [Internet]. [cited 2015 Des 14]. Available from: https://www.alz.co.uk/research/WorldAlzheimerReport2015.pdf

6. About Dementia - Risk Factors [Internet]. Alzheimer Society Canada. 2014 [cited 2015 Des 14]. Available from: www.alzheimer.ca
7. How the Brain and Nerve Cells Change during Alzheimer’s Disease [Internet]. Bright Focus Foundation. 2014 [cited 2015 Des 14]. Available from: www.brightfocus.org

8. McCance K, Hueter S. Pathophysiology The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. 6th ed. Philadelphia : Missouri: Elsevier;
9. Rochmach W, Harimurti K. Demensia. In Sudoyo A, Setiyohadi B et all Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2006

10. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder : DSM - IV. 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association; 1994.
11. Reisberg B. Clinical Stages of Alzheimer [Internet]. [cited 2015 Des 14 Available from: www.ALZinfo.org.
12. Shokouhi S, Claassen D, Riddle W. Imaging Brain Metabolism and Pathology in Alzheimer’s Disease with Positron Emission Tomography. J Alzheimers Dis Park. 2014 Mar 15;4(2).
13. Medication for Memory Loss [Internet]. Alzheimer Association. [cited 2015 Des 14]. Available from: www.alz.org.
14. Functional Activities Questionnaire. Avia Health Care Management [Internet]. [cited 2015 Des 14]. Available from: www.healthcare.ulowa.edu.
15. ADAS – Cognitive Behavior. Alzheimer’s Disease Cooperative study [internet]. [cited 2015 Des 14]. Available from: www.dementia-assessment.com.au
Lampiran
No Tes Nilai maks
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa?
5
2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar) 5
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, koin), tiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan 3
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “ WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai) 5
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3
BAHASA
6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku) 2
7 Pasien diminta mengulang kata-kata: “namun”, “tanpa”, “bila” 1
8 Pasien diminta melakukan perintah: “ Ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai” 3
9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Pejamkanlah mata anda” 1
10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1
11 Pasien diminta meniru gambar di bawah ini
1
Total 30
Skor:
Nilai: 24 -30: normal
Nilai: 17-23 : probable gangguan kognitif
Nilai: 0-16: definite gangguan kognitif
Catatan: dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus diperhatikan tingkat pendidikan dan usia responden





Merdalis Nurlivia

Posts : 3
Reputation : 0
Join date : 09.01.16

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik